Mohon tunggu...
Yuli Riswati (Arista Devi)
Yuli Riswati (Arista Devi) Mohon Tunggu... Jurnalis

Purple Lover. I am not perfect but I am unique.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gerakan yang Memakan Anaknya: Feodalisme, Tuduhan Intel, dan Cancel Culture

13 September 2025   11:22 Diperbarui: 14 September 2025   08:26 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Gerakan sosial. (Sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Tuduhan Intel: Senjata untuk Membungkam

Dalam iklim feodal ini, tuduhan "intel" sering dijadikan senjata ampuh. Anggota yang kritis dituding sebagai penyusup, agen provokator, atau pemecah belah. 

Tuduhan semacam ini jarang dibuktikan, tetapi cukup untuk menstigma. Efeknya sangat destruktif: gerakan terjebak dalam paranoia, saling curiga, dan kehilangan kemampuan membangun kepercayaan. Yang kritis dibungkam, yang setia pada pimpinan justru dianggap paling aman.

Padahal, sejarah gerakan menunjukkan bahwa tuduhan tanpa dasar tidak hanya merusak individu, tetapi juga memperlemah kolektif. Energi yang seharusnya diarahkan keluar, melawan ketidakadilan struktural, justru habis untuk perang internal.

Cancel Culture yang Membelah Solidaritas

Fenomena cancel culture dalam gerakan seharusnya bisa menjadi ruang refleksi: bagaimana komunitas bersama-sama mengoreksi kesalahan tanpa mengorbankan kemanusiaan anggota. 

Namun, dalam praktiknya, cancel culture sering dipakai sebagai mekanisme penghukuman untuk mengasingkan pihak-pihak yang dianggap "bermasalah", sering kali hanya karena mereka mengajukan kritik.

Proses dialog yang sehat hilang. Yang tersisa adalah stigmatisasi dan pengucilan. Alih-alih tumbuh menjadi gerakan yang dewasa, kolektif malah terjebak dalam siklus trauma dan perpecahan.

Gerakan yang Runtuh dari Dalam

Pola-pola ini memiliki konsekuensi serius. Banyak aktivis muda progresif mundur karena merasa ruang aman berubah menjadi ruang represi. 

Solidaritas menjadi rapuh karena berbeda pendapat dianggap dosa. Dan yang paling ironis, musuh sejati gerakan, kapitalisme eksploitatif, negara represif, atau patriarki yang hendak digugat, justru diuntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun