Mohon tunggu...
ALFA DERA
ALFA DERA Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Jayabaya

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Nilai Keadilan, Kepastian, Kemampaatan dalam Proses Hukum ODGJ

18 November 2021   17:17 Diperbarui: 18 November 2021   17:52 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

FAKTA DI LAPANGAN BANYAK PERBEDAAN

Pertama, terjadinya suatu tindak pidana tapi, tidak naik ke tahap penyidikan. Disini, Penyidik hanya mengamankan Pelaku kemudian membawanya ke Rumah Sakit Jiwa. Selanjutnya, hanya sebatas mengumumkan sedang dalam proses pemeriksaan kejiwaan namun, kelanjutan penanganan tidak jelas.

Pertanyaannya, Apakah penyidik hanya cukup menempatkan Pelaku ke Rumah Sakit Jiwa saja dan tidak meningkatkan proses penyidikan? Padahal fakta menyebutkan, ada perbuatan tindak pidana.

Tentu hal ini memicu ketidakpastian dan ketidakadilan serta bertentangan dengan Pasal 17 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Untuk Kepentingan Penegakan Hukum yang menerangkan, "Terperiksa harus dikembalikan kepada Pemohon setelah pemeriksaan kesehatan jiwa selesai ".

Uraian di atas diamanatkan kepada Penyidik selaku Pemohon agar untuk membawa kembali dan bukan ditinggalkan di Rumah Sakit Jiwa sehingga muncul pertanyaan, Apakah Penyidik tanpa ada Putusan Hakim atau Penetapan Pengadilan berwenang dalam konteks penegakan hukum dapat menempatkan seseorang ke Rumah Sakit Jiwa?

Kedua, penanganan perkara yang langsung dinaikan ke proses Penyidikan. Akan tetapi, selanjutnya dihentikan di tahap Penyidikan dengan dalih, telah keluarnya hasil Surat Pemeriksaan Kesehatan Jiwa berupa Visum et Repertum Psikiatrikum atau VeRP terhadap orang yang dimaksud.


Pertanyaannya, apakah dibenarkan Penyidik dapat melakukan penghentian Penyidikan terhadap seseorang dengan dalil gangguan jiwa? Sementara, terkait penghentian penyidikan telah diatur dalam Pasal 109 Ayat (2) KUHAP.

Alasan-alasan penghentian Penyidikan telah diatur secara limitatif dalam Pasal tersebut diantaranya sebagai berikut :

  1. Tidak diperoleh bukti yang cukup, yaitu apabila Penyidik tidak memperoleh cukup bukti untuk menuntut Tersangka atau bukti yang diperoleh Penyidik tidak memadai untuk membuktikan kesalahan Tersangka.
  2. Peristiwa yang disangkakan bukan merupakan tindak pidana.
  3.  Penghentian Penyidikan demi hukum. Misalnya, karena "nebis in idem", Tersangka meninggal dunia, atau karena perkara pidana telah kadaluwarsa.

Dari uraian di atas dapat dikatakan, tidak ada dalil dengan alasan gangguan jiwa dapat digunakan sebagai dasar untuk menghentikan penyidikan suatu tindak pidana.

Hal itu diperkuat dengan Penjelasan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa untuk Kepentingan Penegakan Hukum yang mana peraturan menteri tersebut sebagai turunan dari amanat Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.

"Bukanlah tugas dokter spesialis kedokteran jiwa yang dapat membuat VeRP untuk menentukan pertanggungjawaban Terperiksa karena, pengertian itu bukanlah pengertian dalam disiplin ilmu kedokteran. Penentuan pertanggungjawaban tersebut adalah hak dari Hakim Pengadilan. Dokter spesialis kedokteran jiwa dapat membantu Hakim dengan mengemukakan unsur-unsur yang dapat menentukan pertanggunganjawaban Terperiksa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun