Pernah beberapa waktu lalu saya menonton video pendek TikTok dr. Tirta yang mengatakan bahwa orang-orang umur 40-an adalah mereka yang bakal karam dan tenggelam dengan perubahan zaman.
Dengan gayanya yang ceplas ceplos itu, ia mengatakan seolah kami yang berada di age bracket tersebut adalah satu kelompok individual yang berkarakter sama: pemalas dalam belajar banyak hal baru karena sudah merasa mapan dan nyaman. Pengalaman sudah banyak. Pengetahuan sudah menumpuk. Lalu buat apa belajar lagi? Buat apa eksperimen lagi? Terlalu banyak risiko lahhh...
Awalnya saya tersinggung juga setelah menonton video itu. Saya sudah masuk kelompok usia itu. Usia saat kita terjebak di tengah-tengah. Dianggap muda tidak, tua pun belum. Tapi saya pikir lagi, saya tak seharusnya merasa tersinggung sebab itu malah bisa jadi pengingat agar terus mau belajar.
Dari sudut pandang perusahaan juga, para pekerja berumur 40-an sudah dituntut memiliki leadership skills yang bagus, kombinasi skill sets yang melampaui pekerja yang lebih junior, dan kemampuan beradaptasi yang tinggi akibat perkembangan dunia kerja akhir-akhir ini.
Kalau soal soft skills, manusia umur 40-an sudah bisa dikatakan khatam, ya meski tak menjamin juga semua orang umur itu piawai soal soft skills. Tapi setidaknya dibandingkan manusia berumur 20-an, kami lebih bijak sedikit. Tidak reaktif dan terlalu cepat patah semangat. Haha.
40 Is The New Beginning
Tapi sebenarnya bukan ucapan dr. Tirta yang membuat saya berhenti mencari kerja atau melamar lowongan pekerjaan di sektor formal lagi. Saya masih yakin saya bisa berkontribusi pada ekonomi lewat sektor ekonomi formal. Tapi ya itu kalau ada yang memberi kesempatan dan kepercayaan.
Yang lebih kuat dalam membuat saya berhenti mencari lowongan kerja ialah kenyataan pahit bahwa lowongan kerja untuk usia 40-an adalah lowongan kerja di level managerial dan level top C-level.
Dan lowongan kerja semacam itu lazimnya TIDAK diumbar di LinkedIn atau JobStreet atau di job fair yang akan dihadiri ribuan orang pencari kerja, tapi dari word of mouth, rekomendasi dari seseorang yang tahu diri Anda ke orang lain yang membutuhkan keterampilan dan pengalaman Anda.
Mengenal Executive Search
Saat ini makin meluas juga tren "executive search", yakni saat sebuah perusahaan atau organisasi menyewa agensi headhunter atau organisasi HR (human resource) untuk menyaring kandidat yang ada di pasar (baca: LinkedIn atau platform job search lain) untuk mengisi lowongan strategis di perusahaan mereka. Lowongan ini adalah posisi manajerial dan top management dengan gaji minimal 15 jutaan. Jadi bukan lowongan level staff yang gajinya UMR.
Saat level staff dipenuhi dengan anak-anak muda gen Z, posisi manajerial dan top management adalah zona yang sebenarnya lebih cocok untuk kaum profesional umur 40-an.
Jadi biasanya alur kerja executive search ini adalah si agensi atau pihak ketiga ini bakal menelusuri platform job search populer dan kemudian menyusun daftar kandidat yang potensial untuk didekati dan ditawari lowongan kerja. Kemudian mereka akan dihubungi satu persatu via DM atau ponsel.
Jika gayung bersambut, akan terjadi komunikasi dua arah antara sang profesional yang 'ditaksir' dan pihak agensi yang menjadi pihak perantara. Jika sang profesional bersedia untuk menjalani tes dan wawancara di waktu tertentu, baru agensi menghubungi pihak user (dari sisi korporat) yang membutuhkan kandidat. Bertemulah mereka dalam wawancara.
Begitu dianggap sudah cocok dalam banyal hal, sang profesional yang juga kandidat itu akan berdiskusi dengan pihak agensi mengenai urusan gaji dan tunjangan. Agensi akan membicarakan dengan pihak user selanjutnya bila ternyata diperlukan penyesuaian (baca: si kandidat meminta gaji lebih tinggi atau fasilitas lebih banyak).
Proses ini bisa sangat panjang. Ia bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan hampir setahun mengingat peliknya proses pengunduran diri di level manajerial dan top C level yang tanggung jawab pekerjaannya sangat luas dari hanya sekadar staf yang proses handover pekerjaannya bisa cuma memakan waktu sehari dua hari. Belum lagi perusahaan yang ditinggalkan juga pastinya menuntut notice atau pemberitahuan beberapa bulan (sesuai kesepakatan) sebelum yang bersangkutan meninggalkan perusahaan lamanya untuk mulai bekerja di perusahaan barunya.
Setop Memburu
Lalu kenapa mengetahui adanya tren executive search ini membuat saya berhenti mengirimkan lamaran pekerjaan? Karena di level ini, kita yang sudah berusia 40-an ini memang sudah waktunya untuk menjadi kaum profesional yang diburu, BUKAN memburu pekerjaan lagi.
Itulah kenapa ada banyak pekerja umur 40-an yang mengaku putus asa karena sudah mengirimkan ratusan kalau tidak ribuan lamaran kerja ke banyak perusahaan. Ya karena kalau perusahaan-perusahaan itu butuh pekerja umur 40-an, mereka mau mencari sendiri sesuai kebutuhannya. Dan itu dilakukan dengan agensi headhunter. Tidak bakal diumumkan secara luas. Kalaupun disebarkan informasinya secara luas, prosesnya juga bakal sangat amat ketat. Karena di umur 40-an, makin banyak faktor pertimbangan. Dari faktor stabilitas ekonomi keluarga, proses adaptasi dengan lingkungan kerja baru, KPI yang diberlakukan, budaya dan etos kerja di lingkungan baru, dan sebagainya.
Dan jangan salah, pekerja umur 40-an juga tidak mata duitan semua. Memang ada yang saking putus asanya mau mengerjakan pekerjaan level staf dengan gaji yang bahkan lebih rendah asal bisa makan. Mereka ini biasanya yang kena layoff dan sudah terhimpit kebutuhan. Tapi jangan lupa, ada sebagian yang masih stabil keuangannya (baca: tabungan dan investasinya relatif cukup) dan rela digaji lebih rendah jika mereka bisa mendapatkan work and life balance supaya bisa mengasuh anak atau tidak kerja sampai weekend karena butuh family and me time supaya tetap waras dan tetap sehat saat badan makin rapuh karena usia yang makin menanjak.
Lalu bagaimana dong kalau tidak dapat pekerjaan juga di usia 40-an?
Saya tidak tahu solusinya untuk Anda tapi saya sendiri meski tidak sedang bekerja di sektor formal, saya terus mengerjakan proyek-proyek di sektor informal dan nonformal. Kerjakan apapun yang bisa membantu 'dapur terus mengepul' dan membuat otak kita tetap tajam.
Saya juga terus belajar keterampilan baru untuk membekali diri di era yang penuh perubahan ini meski ya mungkin apa yang saya pelajari itu bakal usang dalam beberapa bulan ke depan. Tapi setidaknya ada dua yang tak akan usang: kemampuan dan kemauan untuk terus bergerak dan beradaptasi.
Bagaimana dengan Anda sendiri yang umur 40-an? Sudah putus asa mencari kerja di sektor formal? Atau masih terus mengirim lamaran kerja? Komen di bawah yuk.... (*/)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI