Pertumbuhan ekonomi kita juga masih digenjot sebagian besar oleh tingkat konsumsi rakyat, jelas kompas.com. Jika rakyat kita banyak yang menghemat dan tak mau belanja banyak-banyak, pertumbuhan ekonomi bisa surut.Â
Maka dari itulah mengapa jalan pintas menggenjot ekonomi ialah dengan memberi subsidi dan menyuntikkan duit untuk kelompok bawah dalam bentuk subsidi BBM dan gas dan juga BLT Tunai.Â
Sayangnya taktik itu cuma efektif untuk jangka pendek. Dalam jangka panjang, itu semua akan membuat kita terus miskin.
Alasan kedua ialah perseteruan kita dengan Belanda di kancah internasional soal pengakuan kedaulatan setelah proklamasi 1945.Â
Hubungan yang pahit dengan mantan penjajah ini berpengaruh juga pada lobi dan negosiasi diplomatik di banyak sektor termasuk urusan paspor.
Seorang pengguna Quora bernama Rofiqul Huda mengungkapkan bahwa ketidakakuran Belanda dan Indonesia itu memicu lemahnya paspor RI bahkan sampai sekarang.
Ia membandingkan Indonesia dengan Singapura dan Malaysia serta Brunei yang kemerdekaannya didukung bekas penjajah mereka, Inggris. Sebagaimana kita tahu, kekuatan lobi Inggris di pergaulan internasional memang tak diragukan lagi.
Ibaratnya, kita memutus tali silaturahmi dan kena getahnya.
Mungkin jika Belanda dengan sukarela mengakui kemerdekaan, Indonesia bakal diuntungkan lebih banyak soal paspor.
Tapi tentunya kita tak bisa mengubah sejarah dan tak bisa menyalahkan masa lalu.Â
Alasan ketiga ialah kebijakan luar negeri Indonesia yang netral dan "bebas aktif", yang membuat kita justru mengambang tak jelas di pergaulan antarnegara.