Mohon tunggu...
Akhlis Purnomo
Akhlis Purnomo Mohon Tunggu... Penulis - Copywriter, editor, guru yoga

Suka kata-kata lebih dari angka, kecuali yang di saldo saya. Twitter: @akhliswrites

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Cara Menulis Biografi yang "Bercerita" dengan Pendekatan Nonfiksi Kreatif

31 Maret 2021   20:54 Diperbarui: 6 April 2021   04:35 1705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses editing karya nonfiksi sebelum diterbitkan menjaid sebuah buku (Sumber: pixabay.com)

Biografi bisa dianggap unik karena menggabungkan 'kelincahan prosa bak plot novel, ketaatan pada asas jurnalistik'. 

Seorang penulis biografi mesti mumpuni dalam menggali fakta dengan mewawancarai orang-orang yang menjadi saksi hidup kehidupan si tokoh dan harus piawai dalam mengisi 'lubang-lubang' dalam rangkaian narasi yang tidak bisa terisi dengan cuma mengandalkan kesaksian mereka.

Untuk itu, seorang penulis biografi mesti peka dengan data dan pintar dalam menafsirkannya. Misalnya, siapa yang tahu Chairil mulai tertarik pada dunia puisi? Mungkin hanya Tuhan dan Chairil yang tahu jawabannya. 

Namun, Hasan mencoba menerka dengan melakukan riset dan menemukan ada kesaksian ibu Chairil bahwa anaknya pernah ditangkap polisi Belanda karena membaca sebagian novel karya Sutan Takdir Alisyahbana "Layar Terkembang" (1936)  dengan suara nyaring di Medan pada tahun 1937. Sekitar tahun 1942 dan 1943, Chairil tahu dirinya akan mengabdikan diri pada dunia seni dan sastra.

"Di sini saya menyimpulkan kejadian ditangkapnya Chairil sebagai tonggak penting dengan segala risiko. Jika nanti ada fakta lain yang ditemukan, saya bisa meralat. Namun, sejauh ini tidak ada yang meralatnya," tutur Hasan dengan percaya diri. "Ada sedikit spekulasi namun tetap ada dasarnya."

Bagi seorang penulis biografi, tentu satu keping fakta belum cukup. Fakta itu harus didukung fakta lain atau sebuah kesaksian yang meyakinkan.

Inilah sebuah 'hak prerogratif' seorang penulis biografi. Ia tidak diikat seketat penulis sejarah yang mutlak harus menggunakan dan setia pada fakta, sembari membebaskan diri dari subjektivitas dan penafsiran fakta yang ditemui di lapangan. 

Contoh pendekatan nonfiksi kreatif yang ia terapkan ialah saat harus menceritakan pertengkaran antara Asrul Sani dan Chairil Anwar. Di suatu malam mereka bertemu dan Chairil geram setelah membaca esai Asrul. Mereka pun beradu mulut.

Tentu saja tidak ada yang tahu isi pertengkaran mereka kecuali keduanya. Dan mustahil menggali lagi isi peristiwa itu karena kedua pelaku sudah berpulang. 

Sebagai biografer, Hassan mengambil risiko dengan menyusun sendiri isi pertengkaran tersebut. Namun, ia tidak asal comot kata. Ia menyusun dialog itu dengan mendasarkan pada esai dan karya yang ditulis keduanya. 

Di situ ia bisa mengekstrak buah pikiran keduanya dan menyuguhkan sebuah versi interpretasi dari konflik intelektual itu menjadi sebuah konflik verbal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun