Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Dunia Artis: Potret Buram KDRT, Ruang Pembelajaran Tak Pernah Usai

12 Februari 2023   00:41 Diperbarui: 5 Maret 2023   19:21 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai publik figur, kehidupan artis mau tak mau selalu menjadi sorotan media. Insiden rumah tangganya justru menjadi sensasi berita. Cerita yang baik tentang keluarga para artis sebaliknya justru menjadi intermezo dari berita gosipnya yang di buru pencari berita. 

Itulah mengapa acara infotainment dari silet, hingga no secret, selalu punya rating dan segmentasi penonton karena berada dalam kisaran kehidupan kelam atau sisi lain artis. Entah masih dalam tahap pacaran, hingga pernikahan yang telah berkalang waktu.

Kasus Bukan Panggung Sandiwara

sumber foto-gramedia.com
sumber foto-gramedia.com

Siapa menyangka jika para artis senior yang hidupnya dianggap baik-baik saja pada akhirnya bubar?. Begitu juga artis yang saat pacaran, hingga menjelang pernikahan menunjukkan perilaku "bucin" berlebihan pada akhirnya juga berantakan. 

Mengapa ada artis yang lebih senang hidupnya di jadikan entertainment daripada dijalani apa adanya, bisa jadi karena merasa ketakutan pada realitas. Apa yang sebenarnya ditunjukkan sebagai "kebahagiaan", bisa jadi semu dan bukan tidak mungkin bagian dari gimmick belaka!.

Kehidupan artis seperti sebuah miniatur dari kehidupan banyak orang, sebuah kamus yang memiliki segala macam genre kehidupan dan memiliki cerita yang diderita oleh hampir setiap orang. Bahkan hidupnya sesekali lebih drama dari drama yang dilakoninya dalam kehidupan aktingnya. 

sumber foto-dee lestari-republika
sumber foto-dee lestari-republika

sumbsr foto-tokoh-artis penulis-kumparan.com
sumbsr foto-tokoh-artis penulis-kumparan.com

Tidak usah jauh-jauh, kekerasan dalam rumah tangga yang termutahir menimpa dua artis dari dua generasi yang berbeda. Hanya saja solusi yang kemudian dipilih keduanya berseberangan.

Lesty Kejora dan Rizky Billar yang bucinnya luar biasa, begitu juga Fery Irawan dan Venna Melinda. Kurang mesra apa lagi mereka di depan kamera?. Tapi pada akhirnya KDRT menjadi kasus penghancur rumah tangga mereka. Lain Lesty lain Venna, meskipun berbeda dari sisi junior dan senior, Lesty kemudian memilih solusi Restorative justice untuk menyelesaikan masalahnya. Meskipun dianggap mencederai upaya kita mengatasi KDRT pada para perempuan.

Jika saja kekerasan Rizky lebih dari kasus yang terjadi kemarin, bukan tidak mungkin mereka akan bubaran. Sepertu halnya Venna, yang lebih memilih mempolisikan suami barunya atas tindak kekerasan yang dialaminya.

Pembelajaran Tak Mesti Harus Kita Alami Sendiri

sumber gambar-mojok store
sumber gambar-mojok store

Hikmah tak selamanya harus kita alami langsung, bisa saja kita belajar dari para publik figur tersebut. Memang harus diakui hidup mereka memang kompleks. Penuh "bawang", namun harus tetap manis dan tersenyum di depan kamera.

Apa yang menjadi ide tantangan kompasiana saat ini adalah bentuk pembelajaran positif yang luar biasa. Bahwa kekerasan tidak hanya menimpa kalangan artis, KDRT juga menimpa siapa saja. Bisa jadi beritanya tidak menyembul ke permukaan.

Kekerasan Dalam Rumah Tanggal terjadi pada bangunan hubungan personal. Suami dan istri. Orangtua dan anak. Mertua dan menantu. Majikan dan Pekerja Rumah Tangga. Atau bahkan pada relasi pria wanita berpacaran.

Kekerasan domestik penyebab derita fisik, kemuraman psikologis, dan penelantaran.

Bermula dari pendekatan dengan keindahan cinta. Kemudian terjalin hubungan manis bernuansa kasih sayang. Dalam perjalanan muncul onak duri penyulut perbedaan pendapat, perselisihan, pertengkaran, dan berakhir dengan perbuatan kekerasan. KDRT!

Kok bisa, hubungan yang semula diwarnai cinta lalu berujung pada duka dan luka?

Melihat Realitas Apa Adanya, Bukan Ada Apanya

Tak hanya ketika sampai pada tahapan berumah tangga, bibit kekerasan sebenarnya sudah bisa dirasakan ketika kita membangun sebuah relasi-hubungan didasarkan pada toxic relationship.

sumber gambar-kompas.com
sumber gambar-kompas.com

Solusi terbaiknya, berusahalah untuk bertindak 'waras". Pendekatan waras demi menjalani hidup yang lebih baik, itu nasehat pertama dari Mark Manson dalam buku “Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat”. Agaknya cara waras adalah pilihan tepat, untuk menyudahi hubungan toksik atau toxic relationship yang tak punya titik temu.

Persis seperti minyak dan air, seperti sebuah stereotip, karakter toksik muncul berulang dalam sebuah skema hubungan. Maka bersikap “bodo amat”, dengan seseorang berpribadi toksin adalah cara termudah.

Namun dalam banyak kasus sebagian orang menggunakan pendekatan, layaknya minum obat. Obat pada dasarnya racun, karena dianggap bisa menyembuhkan maka menjadi pilihan satu-satunya. Ketika menjadi addict atau candu, maka obat itu pada akhirnya akan membunuh secara perlahan.

Padahal sebuah “obat” ada yang diperuntukkan untuk sekedar mengurangi rasa sakit, menyembuhkah gejala, menyembuhkan sementara, dan pengendali penyakit, intinya tidak untuk menyembuhkan secara total.

Sudah menjadi hal umum jika hubungan adalah sebuah kerja keras. Katakanlah dalam sebuah hubungan, pertengkaran adalah sesuatu yang normal. Namun  banyak yang menutup mata tentang adanya hubungan yang toksik berwujud pertengkaran tak berkesudahan.

Jika kita berhubungan dengan orang yang kerap menimbulkan konflik dalam hidupmu, mungkin saja kita sedang berhubungan dengan orang yang toksik. Toksik dalam diri seseorang mungkin tidak dianggap sebagai gangguan mental, namun mungkin ada suatu masalah mental yang mendasari kenapa seseorang bertindak seperti itu.

Kecenderungan yang Merusak

suber gambar-gramedia digital
suber gambar-gramedia digital
Orang-orang yang tidak pernah bertanggung jawab atas perasaannya sendiri, memproyeksikan perasaannya kepada orang lain dan kehidupan orang lain, serta mengganggap emosi yang buruk berasal dari orang lain, adalah sebuah “penyakit” yang diidap para toksik.

Kecenderuangan bertindak manipulatif, menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan tanpa perlu menanyakan pendapat orang lain, sekalipun berdampak buruk.

Pernah dengar istilah, “senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang”, meskipun bisa di identikan dengan sifat iri, sifat ini adalah ciri seorang berpenyakit toksik. Betapa sulitnya untuk peduli dan mendukung orang lain.

Apa Solusi terbaiknya keluar dari jebakan hubungan TOXIC?

Bagaimana jika kita berada dalam sebuah hubungan, ketika pasangan memaksakan kehendak, menjadi “episentrum” dalam semua hal?

Apa yang harus kita lakukan, seperti saran orang bijak, tak ada cara sembuh bagi penderita toksik, jadi sebaiknya ditinggal jauh. Lantas bagaimana jika itu pasangan hidup kita?. Sulit menjawabnya. Ada yang bisa?, apakah harus “melepaskan “layangannya?”.

Beberapa rekomendasi menarik, masih patut diperdebatkan, apalagi bagi para penganut hubungan ambivalen, love-hate-relationship. Biar disakiti, asalkan tetap bisa bersamanya tak mengapa.

Waspadai Sejak Pre Marriage Talks

sumber foto-inspiredforward.com
sumber foto-inspiredforward.com

Ternyata Pre-Marriage Talks (PMT) bukan urusan sepele. Bahwa penting membicarakan PMT sejak awal. Tentu saja bukan cuma tentang bagaimana acara resepsi akan dibuat, dimana dan siapa weeding organizer-nya saja, tak sesederhana itu. Ada yang jauh lebih penting, kurang lebih ini tentang masa depan pernikahan dan perkawinan itu sendiri.

PMT itu deep conversation antara kita dan partner tentang banyak hal yang nantinya bakal mempengaruhi kehidupan perkawinan kita. Bisa saja tentang prinsip, impian, pandangan hidup. Bisa saja PMT sekedar dimulai dari pertanyaan sederhana, Apakah sebagai istri masih tetap boleh bekerja setelah menikah?.

Bagi pasangan muda, permasalahan seperti ini barangkali tak sepenuhnya masuk dalam agenda. 

Beberapa pasangan mengabaikan peran emosional orang tua, dengan kata lain sebagai generasi yang banyak tahu, mereka merasa hal-hal tentang PMT adalah fase dan proses yang telah mereka ketahui jauh sebelum keputusan untuk menikah.

Mereka lebih tertarik melihat dinamika romantisme cinta sebagai modal utama. Pasangan yang terbaik, pasangan yang "ada apanya", bukan lagi "apa adanya" yang tak cukup untuk memodali hidup dalam kekinian jaman.

PMT dan KDRT Di Masa Depan yang Panjang

sumber gambar-LBH Apik
sumber gambar-LBH Apik

Menikah bukan proses kebersamaan yang sebentar, jika bisa, hingga "menua bersama". Bayangkan jika kita akan hidup dengan seseorang yang hanya dia yang akan menjadi teman dekat kita selamanya.

Apakah bisa hidup rumah tangga, dimulai dengan kalimat "yang penting nyaman dulu, biasanya kalau sudah nyaman nanti langgeng sendiri". Atau seperti wejangan orang tua kita, jika setelah sekian bulan ia aman-aman saja, itu pertanda hubungan kalian akan baik-baik saja.


Apakah trial and error, juga berlaku dalam kehidupan pernikahan?. Sehingga seperti banyak orang di luar sana, pernikahan itu diawali dari pertemanan, membangun komitmen tanpa ikatan, menjalani rumah tangga tanpa komitmen. Ketika semuanya terasa nyaman, maka mereka memutuskan untuk menjadikan komitmen itu sebagai ikatan resmi.

Umum terjadi, ketika komitmen model itu dibangun, timbul "rasa terikat" yang membuat kenyamanan menjadi "penjara" dan tiba-tiba membuat hubungan yang biasanya bebas tanpa komitmen menjadi terasa aneh dan janggal.

Breakdown Saja PMT-nya Agar makin jelas dan terukur solusinya

sumber gambar-deepublishstore
sumber gambar-deepublishstore

Pertama; Bagaimana soal hidup dan prinsip. Apakah benar perbedaan akan membuat kita saling melengkapi dengan pasangan dengan sendirinya?.

Kedua; Bagaimana dengan visi dan impian. Apakah pasangan dapat mengimbangi kita dalam urusan dua macam itu. Bagaimana rencananya dalam lima tahun kedepan setelah perkawinan, apakah linier dengan harapan dan impian kita?. Ini bisa dibicarakan, tapi juga tidak sederhana. 

Persoalan keterikatannya dengan keluarga yang susah diputus, keinginannya untuk tidak jauh dari orang tua-bisa terjadi pada kedua pasangan. Adalah problem besar pada akhirnya ketika pernikahan sudah terlaksana.

Ketiga; Bagaimana tentang anak. Ada keluarga yang menggunakan kehadiran anak, menjadi syarat utama dalam pernikaha sebuah pasangan. Bagaimana jika pasangan kita orang yang tidak pernah siap memiliki anak atau bahkan berkomitmen ketika menikah tidak akan pernah mau punya anak. Entah sebab trauma atau lainnya.

Keempat; Bagaimana tentang uang.  Bisa jadi cinta akan membutakan mata hati, sehingga pasangan tanpa kesiapan ekonomi, dianggap sebagai bukan persoalan, jalani saja seiring pernikahan itu berjalan. 

sumber ilustrasi-swara rahima
sumber ilustrasi-swara rahima

Pada akhirnya hidup pernikahan tidak cukup hanya dengan cinta, butuh makan, tempat tinggal dan keberlangsungan hidup, apalagi dengan tambahan anak-anak.

Bagaimanapaun PMT ini kunci yang cukup ampuh untuk memulai sebuah bidup, semuanya perlu dibicarakan agar ada titik temu. Karena cinta pada akhirnya tak cukup untuk membuat biduk rumah tangga berjalan normal. Kehidupan berubah, tantangan berubah dan hati manusia bisa terbolak balik. Masih ingat kan dengan "Layangan Putus?".

Semuanya bisa menjadi pemicu KDRT, maka sedari awal jalani, namun juga sadari, apakah kita berada dalam "toxic relationship"?. Perlukah sedari awal kita mendiskusikan PMT?. 

Bukan persoalan percaya atau tidak percaya, bahwa roda kehidupan punya jalannya sendiri dan semuanya bisa berubah. How knows?.

Artikel ini untuk Kompasiana dalam rangka:
event komunitas 
KPB
Say no to KDRT
Bulan Kasih Sayang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun