Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari "Jangkrik" Hingga Si Doel; Me-Reborn Nasib Dengan Film Remake

29 Januari 2022   17:07 Diperbarui: 31 Januari 2022   00:20 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Remake dan kepedulian?

datatempo
datatempo

Berbagai berita infotainment yang muncul, tentang kehiduapan para artis lawas, sebagiannya justru berada di titik nadir, titik terbawah dari kehidupan yang bertolak belakang dengan ketenaran dan popularitasnya ketika masih menjadi bintang.

Kondisi ini menjadi tentu saja menjadi keprihatinan kita, meskipun nasib para seniman atau artis itu bersifat sangat indivualis, artinya masing-masing orang punya nasibnya sendiri-sendiri dalam menjalani kehidupannya sebagai artis maupun sebagai manusia biasa, tapi semestinya institusi yang membawahi kehidupan para artis harus memiliki "tali temali" dengan masa lalunya.

Jika institusinya tidak dapat membantu nasib mereka yang terpuruk saat ini, minimal bisa merekomendasikan atau menjadi perantara sebagai bentuk kepedulian. Bagaimanapun para artis atau seniman tua telah berkiprah ketika di masa jayanya. 

Berbagai infotainment yang bercerita tentang nasib para seniman lawas, setidaknya juga membantu menghubungkan kembali tali silaturahmi antara generasi muda-dan tua, menjadi ruang pembelajaran.

Bagaimana jika remake itu kita jadikan semacam formula untuk mengapresiasi kehidupan para aktor lawas?. Meskipun peran mereka akan diganti oleh pemeran baru yang personifikasinya dipilih yang semirip mungkin dengan karakter awalnya. Bisa jadi ini akan membantu banyak seniman atau artis yang di masa tuanya, sebagian justru jauh tertinggal dan terlupakan.

Kita ingat tentang film Warkop Prambors DKI, dengan bintang Dono, Kasino, Indro yang bergenre lawak dan agak sedikit "menyerempet" kearah estetis, namun dalam remakenya mendapat tempat di hati penonton yang sudah menjadi idola "abadi'. Remake-nya, Warkop DKI Reborn, meledak di pasaran sinema Indonesia.

Warkop selalu memiliki kekuatan komedi. Ketika, begitu langka film dengan genre seperti itu yang mencuat dilangit sinema Indonesia, Warkop Prambors dengan banyolan dan sentilannya yang juga bernada kritik sosial. Seperti "jangkrik Boss!", "Maju Kena, Mundur Kena", dan eksetera, populer ditengah penonton Indonesia. Istilah-istilah banyolan populer yang sekaligus menjadi judul film itu masih dipakai hingga sekarang untuk menggambarkan situasi sosial yang timpang dan tetap up to date.

Berikutnya film Nagabonar merupakan salah satu film klasik Indonesia yang pertama kali rilis pada 1987. Film komedi berlatar perang kemerdekaan Indonesia itu dibintangi Dedy dan Nurul Arifin. Berkisah tentang Deddy memerankan karakter Nagabonar, pencopet asal Medan yang kemudian menjadi jenderal dan memimpin perang kemerdekaan. 

Nurul beperan sebagai Kirana, kekasih Nagabonar yang kemudian menjadi istrinya. kisahnya berlanjut di film Nagabonar Jadi 2 yang dirilis 2007. Namun, cerita film ini lebih fokus pada anaknya, Bonaga, yang diperankan Tora. Bahkan dilanjtkan dengan sekuel ke 3,  Nagabonar 3 yang berlangsung 13 tahun setelah Nagabonar Jadi 2 rilis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun