Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dunia Gelap "Busway" yang Tidak Kita Ketahui

16 Desember 2021   23:54 Diperbarui: 17 Desember 2021   00:03 33523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tribunnews.com

882533-720-61bb6dd515739515d4156ba2.jpg
882533-720-61bb6dd515739515d4156ba2.jpg
tempo.com

Awalnya aku pikir keberadaan TransJakarta  yang populer dengan sebutan "busway", adalah sebuah wujud idealisme moda transportasi publik. Bayangkan saja, dalam riwayat kehidupan transport Jakarta yang akrab dengan kemacetan, tiba-tiba punya moda transportasi publik, dengan jalur khusus  bebas hambatan, sehingga seluruh kemacetan kita bayangkan dapat "dientaskan" dengan kehadiran moda itu.

039021100-1602334207-20201010-sejumlah-halte-diperbaiki-transjakarta-tetap-beroperasi-normal-8-61bb6de906310e76e9425ac2.jpg
039021100-1602334207-20201010-sejumlah-halte-diperbaiki-transjakarta-tetap-beroperasi-normal-8-61bb6de906310e76e9425ac2.jpg
liputan6

Saya ingat ketika masih bekerja dengan WWF Indonesia, dalam sebulan tidak kurang dari dua kali saya berkunjung ke Jakarta, sehingga menggunakan moda bus untuk lalu lalang sudah biasa. Terutama jika semua tugas resmi selesai dan waktunya jalan-jalan, maka dari bus khusus di kawasan antar bangsa, kantor Kedubes di Kuningan, taxi hingga ojek sudah jadi "teman". Sehingga kehadiran busway, menjadi sangat membantu.

Tapi ketika menelusuri referensi dalam beberapa pemberitaan, ternyata ada kehidupan kelam di dalam sana. Ini diluar ekspektasi, saya, dan mungkin banyak orang yang tak memahami atau belum pernah mendapatkan informasi ini sebelumnya. Ketertarikan itu sebenarnya lebih karena "dijembatani:" oleh Kompasiana. Terima kasih untuk ide menyediakan "ruang tantangan" menulis dengan isu-isu yang selalu menggoda. Sehingga bisa menemukan realitas yang tidak terduga, seperti kasus Busway ini.

TransJakarta adalah sebuah sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pertama di Asia Tenggara dan Asia Selatan yang beroperasi sejak tahun 2004 di Jakarta, Indonesia. TransJakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibukota yang sangat padat. Dengan jalur lintasan terpanjang di dunia (251.2 km), serta memiliki 260 halte yang tersebar dalam 13 koridor, TransJakarta beroperasi 24 jam.

Sebagai trasportasi andalan Jakarta, sebenarnya busway bisa menjadi pembelajaran kita keluar dari sengkarut kemacetan. Lucunya meskipun sudah dirancang begitu baik, karena busway bisa disebut semacam "pilot project" bagi tata kota di kawasan Asia tenggara, ternyata belum menjadi solusi tepat bagi kemacetan Jakarta. Atau lebih tepatnya, sistem tata kelolanya yang cenderung prosedural penuh "permainan". Bahkan menelisik berita luas di berbagai media, penanganan busway atau "dunia busway", cenderung amburadul, dan berbau "KKN"-Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Realitasnya, busway yang dianggap bus bebas hambatan, punya jalur sendiri, tetap saja terjebak macet. Aneh bin ajaib, ternyata busway bisa macet juga?. Pertanyaannya adalah ada apa dengan busway, salah sistemnya, salah pengelolaannya atau salah rancang bangun koridor dan jalur moda transportnya?.

"Dunia Lain" Busway

Cerita disebalik itu ternyata lebih kompleks dan menyentuh hati. Terutama ketika dikaitkan dengan kehidupan para pekerja busway. Diantara himpitan ekonomi, tekanan hidup, disertai dengan harapan yang berbenturan dengan "dunia gelap busway". Padahal siklusnya berada dalam sebuah moda transportasi plat hitam milik pemerintah yang notabene aturan mainnya sudah baku.

Saya jadi teringat dengan sinetron. Seperti yang sering kita lihat di sinetron serial Preman Pensiun, dunia terminal, transportasi umum, dunia sopir, kenek dan seterusnya ternyata tidak bisa lepas dari hubungan erat, tapi bukan simbiosis mutualis dengan "dunia gelap"-untuk menjelaskan sebuah sistem manajemen yang meskipun resmi sekalipun, tapi di jalankan dengan sistem layaknya jaringan penuh KKN.

Siapa yang masuk harus ikut aturan atau harus memberi kompensasi lebih, untuk dapat fasilitas khusus. Tidak ada istilah gratis disana, karena ada kekuasaan yang bermain. Itulah sebabnya dalam ketidaknyamanan dan ketidakdapastian mereka bertahan bekerja demi sesuap nasi dan bisa survival. Ujung-ujungnya, merusak komitmen, fokus kerja dan manajemen tata kelolanya, sehingga realitas kecelakaan-kecelakaan tunggal yang terjadi, setidaknya berkorelasi dengan masalah tersebut.

Publik banyak  tidak tahu dan tidak menyangka, bahwa jalur bebas hambatan busway, ternyata  ada harga yang harus dibayar untuk menggunakannya, mekanisme pengelolaannya juga tidak sepenuhnya benar. Lain lagi kasusnya soal jam kerja. Idealnya setiap sopir bekerja maksimal 8 jam per hari. Jadi, setiap empat jam, sopir semestinya istirahat dulu sebelum kembali bekerja mengangkut penumpang. Tapi bagaimana realitasnya?.

Mereka mengoperasikan bus-bus yang berbeda sesuai dengan instruksi manajemen. Di satu sisi, ini juga tidak positif karena pramudi atau sopir biasanya memahami bus yang menjadi miliknya, tidak diganti-ganti. Kecuali jika secara manejemen dilengkapi sistem yang dapat menganalisa kondisi setiap busway dengan tepat dan akurat. Mengapa?, jika terdapat kelemahan mereka memahami dalam pengambilan solusinya dengan cepat. Karena beda cara mengemudi saja akan berbeda pengaruh pada tingkat kerusakan mesin buswaynya.

Ternyata tidak mudah bekerja sebagai pramudi bus dari perusahaan transportasi milik daerah itu. Tanggung jawab besar dengan jam kerja yang kadang dianggap kurang  manusiawi, tak sedikit membuat para kerja kelelahan menjalani rutinitas setiap hari. Rutinitasnya terkadang bisa sampai 10 sampai 12 jam.

Jika melawan, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Kesalahan sekali saja, meskipun kecil, dampaknya besar, bahkan bisa sampai dikeluarkan, bahkan hanya atas dasar rasa tidak suka secara pribadi. Bisa saja dari semula pekerja on board, posisinya berubah menjadi tukang cuci mobil. Pemindahan dilakukan tanpa penjelasan  sebagai bentuk rasa keadilan dan sebuah sistem manajemen yang baik.

Ternyata bersetelan jas necis cuma bisa membuat stigma beda dari penampilan saja, mewakili sebuah pekerjaan yang nyaman, tapi sebenarnya mereka tak langsung bisa bangga. Semuanya sekedar penampilan, ternyata nasib dibelakangnya tak serapi penampilan jas necis mereka. Bahkan jika sempat mampir ke lokasi mereka mangkal di gudang busway, setelah necis mereka kadang-kadang tidak matching dengan kendaraan pribadi yang mereka miliki, seperti sepeda motor butut.

Mereka bekerja nyaris mirip robot, karena mereka harus selalu tersenyum, sekalipun sedang dalam tekanan kerja. Apalagi pekerja yang langsung berhadapan dengan penumpang. Sesusah apapun, kenyataanya tetap harus berusaha ramah. Kebosanan, dengan jam kerja yang mudah berubah ritmenya.

Masa depan  "gelap"

Dalam sebuah berita media, seorang pekerja pelayan di dalam busway, pernah benar-benar berdiri selama 12 jam tanpa duduk hanya untuk menjaga pintu bus yang terbuka dan tertutup. Tekanan itu diperparah dengan ketidakpastian status pekerja kontrak mereka yang diperpanjang setiap tahunnya. Sehingga mudah mengalami tekanan dari tindak pengelola manajemen yang buruk.

Meski telah bekerja bertahun-tahun, impian menjadi tenaga tetap masih saja jauh dari panggang. Realitasnya Karyawan PT TransJakarta masih menunggu keputusan manajemen tentang berbagai tuntutan mereka soal kesejahteraan, termasuk pengangkatan sebagai pegawai tetap.

Soal upah dan tunjangan saja, masih dipermainkan. Menurut data penelusuran media, upah, tunjangan, hingga status kerja tergolong rumit bahkan sulit untuk ditingkatkan. Sebaik apa pun kinerja yang telah dicapai, tidak ada yang ditawarkan oleh pihak manajemen secara spesifik.Upaya menyampaikan berbagai ketidakpuasan bahkan telah ditempuh melalui demonstrasi. Tuntutanya agar manajemen maupun pimpinan direksi PT TransJakarta segera mengesahkan status karyawan sejumlah pegawai, mengangkat status karyawan kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi karyawan tetap, serta kenaikan upah yang lebih layak. Apa hasilnya?.

Manajemen PT TransJakarta sedang mendata ulang karyawan, baik pekerja tetap maupun pekerja tak tetap usai aksi karyawan menuntut kenaikan gaji dan perubahan status karyawan menjadi karyawan tetap. Sehingga berakhir dengan ketidakpuasan dan ketidakjelasan nasib mereka. (republika.co.id)

Serikat Pekerja TransJakarta juga mengkritisi rentetan kecelakaan bus TransJakarta dalam kurun waktu beberapa hari terakhir. Suara keprihatinan dan solusi perbaikan kinerja juga sudah disampaikan Serikat pekerja dalam pertemuan bipartit, semua serikat yang ada di TransJakarta dengan manajemen diagendakan untuk membahas kinerja dan perbaikan di perusahaan. 

Salah satunya penguatan kembali fungsi kontrol dan pengawasan TransJakarta sebagai regulator terhadap operator. Masyarakat mengeluhkan kualitas layanan buruk, tidak aman, dan tidak nyaman. Karena solusi mengurangi pekerja di dalam bus, meskipun merupakan bentuk efisiensi, tetapi mengabaikan keselamatan para penumpang karena tidak ada pengawasan di dalam kendaraan. Keberadan petugas penting menjadi pengingat bagi pramudi demi memastikan keamanan dan kenyamanan pelanggan di dalam bus

Berikutnya, terkait fungsi kontrol TransJakarta yang tidak berjalan baik. Sebelumnya, fungsi kontrol operasional dilakukan oleh petugas pengendalian di setiap koridor atau rute dengan skema 3 orang petugas pengendali, saat ini dipangkas menjadi satu orang di setiap koridor. Sehingga pengawasan terhadap perilaku mengemudi pramudi di koridor untuk menerapkan standar pelayanan minimum  (SPM) menjadi lemah. (megapolitan kompas.com)

Sebuah penelitian yang di tulis Ade Nurhasanah, (trisakti.ac.id) menemukan gambara perlakuan  buruk publik di fasilitas transportasi massal tersebut,  terutama sikap sikap petugas TransJakarta, baik kasir, barrier dan PAM Halte. Petugas tidak dapat melayani penumpang dengan baik pada saat jam sibuk karena banyaknya jumlah penumpang jam sibuk tidak sebanding dengan jumlah petugas. para petugas mengalami kelelahan. Menurut Ade, busway butuh solusi pemecahan masalah dengan pendekatan Macroergonomics Analysis and Design yang dapat memecahkan masalah dari segi organisasi, lingkungan serta teknologi pada sistem yang berjalan saat ini.

Melalui sepuluh tahapan proses yaitu melakukan scan subsistem organisasi dan lingkungan, analisis subsistem teknik, mendefinisikan unit operasi dan proses bekerja, mengumpulkan variansi data, membangun matriks variansi, tabel kontrol variansi dan analisis peran, alokasi fungsi dan perancangan desin, persepsi tanggung jawab dan evaluasi, perancangan usulan perbaikan dan implementasi dan improve.

Solusi usulan perbaikannya yaitu; melakukan sosialisasi SOP di halte busway, mengadakan briefing setiap 3 bulan sekali, memberikan pelatihan building quality service excellent dan mengalokasikan petugas pada jam sibuk ke halte yang memilki penumpang lebih banyak.

Tentang Kecelakaan Beruntun

Mengapa kecelakan sering terjadi dalam moda transport publik plat hitam itu?. Meskipun umumnya karena faktor human error, namun dalam penelusuran media  ternyata berkaitan dengan sistem manajemen saat perekrutan dari operator perekrutan pramudi atau sopir. Banyak yang mengambil jalan pintas untuk menjadi sopir TransJakarta.

Meskipun ada prosedur rekruitmen yang harus diikuti, baik dari TransJakarta maupun dari operator. Ada beberapa test dan pelatihan, standar operasional prosedur (SPO) yang harus dijalani. Persyaratannya termasuk pemberkasan, test drive, tes jalur, psikotes, dan tes kesehatan.

Rekruitmen busway ternyata ada dua jalur untuk bisa menjadi sopir Bus TransJakarta. Pertama melalui PT TransJakarta, sementara kedua melalui operator langsung. Melalui cara kedua ini, dinilai sebagai jalan pintas. Tak jarang para sopir yang mengambil jalan pintas membayar sejumlah uang.

Perbedaan antara sopir yang masuk dari PT TransJakarta dan operator, hanya masalah gaji. Untuk sopir yang masuk melalui PT TransJakarta setiap bulannya mendapatkan gaji dengan kisaran Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per bulannya. Sementara jika dari operator bisa mendapatkan lebih besar, yakni dengan kisaran Rp 7 juta hingga Rp 9 juta per bulannya. TransJakarta menghitung gajinya dari aturan jam kerjanya saja, sedangkan operator bisa dihitung per kilometernya. (JawaPos.com).

Perburuan nasib dan cuan dalam mengejar target setoran, sistem penggunaan jalur busway, rekruitmen, nasib pekerja dan berbagai aturan pendukung tata manejemen yang masih amburadul menjadi pemicu, human error dan kejadian kecelakaan tunggal beruntun itu.

Harus ada upaya serius membenahi moda transportasi plat hitam ini jika tidak mau terus menerus menjadi blunder, apalagi busway-kurang lebih adalah "pilot project" bagi pengembangan sistem moda transportasi massal di Asia Tenggara dan Selatan. Mereka menyoroti hal ini dan pasti "belajar" banyak dari kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun