Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Istriku Seorang Guru, Aku Tahu Betapa Luar Biasa Kerjanya

22 November 2021   21:44 Diperbarui: 29 November 2021   01:10 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Perkerjaan administratif guru. (Foto: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA via kompas.com)

Entah kenapa jika ingat kisah guru, langsung teringat kisah Oemar Bakrie.

Oemar Bakrie, tak ada hubungan dengan keluarga Bakrie yang milyuner itu, kalau iya, bisa dipastikan ia pakai sepeda onthel bukan karena kebutuhan atau keadaan, tapi cuma bagian dari lifestyle. Begitu selesai main onthel, capek, tinggal telpon , terus limousine datang menjemput.

Oemar Bakrie, sosok guru dalam tembang Iwan Fals yang legendaris, bersepeda "laki" dengan tas kulit (original) tergantung di boncengan belakang. 

Baju setelan putih bersih, dengan peci. Ketika memulai hari-hari mengajar, begitulah "persiapannya". Ia tinggal memasukkan bacaan seperlunya, baju bersih dan cus berangkat. 

Di kelas juga begitu, ia akan berada di kelas yang sudah terisi murid-murid. Beda dengan jaman sekarang, murid bisa masuk belakangan.

Ia tak akan meminta murid mencatat, karena ketika itu, mereka masih pakai "sabak", papan tulis kecil yang dibawa setiap murid, dan hanya digunakan untuk mencatat seperlunya. 

Ketika mencatat, maka catatan lama harus dihapus dan sebelumnya harus diingat atau dihafal, bahkan dipahami. 

Jadi tidak ada memori yang sia-sia, bahkan jika sekarang ukuran memori satu tera saja kurang, maka otak kita dulu lebih dari itu. Buktinya para orang tua kita, bisa memahami dan mengingat dengan baik semua pelajarannya dahulu.

Lantas apa bedanya dengan guru zaman now?

Istriku seorang guru. Ditahun pertama ia menjadi guru, ia masih kurang lebih seperti Oemar Bakrie, termasuk dalam urusan kesejahteraan. Tapi seiring waktu, Rancangan Rencana Pembelajaran (RPP), dan laporan lain-lainnya, semakin terasa menjadi sangat administratif. 

Untuk mengajar ia akan mempersiapkan bahan ajar dan segala rencananya yang tebalnya seperti sebuah skripsi enam bulanan. Fatalnya dulu harus ditulis tangan. 

Belakangan beruntung sudah mulai dapat di ketik dengan tuts komputer pribadi (jika punya), bagi yang tidak terpaksa (mungkin) harus mengupah, bahkan untuk semua RPP-nya sekalian. Perkara ini jelas mengurangi kesejahteraan, sekalipun jumlahnya mulai bertambah.

Makin ke sini, pekerjaan administratif makin menggila, sehingga sehari-hari lebih disibukkan dengan "urusan administratif" daripada peran sebagai tenaga pendidik.

Melihat aktifitas istri saya, saya berpikir, apakah pekerjaan yang saya sebut sangat administratif itu, menganggu pekerjaannya sebagai tenaga pengajar-dan konsentrasinya mengajar. 

Apakah pekerjaan "tambahan" itu menganggu konsentrasinya dalam mengimplementasikan keilmuan pendagogiknya?

Karena di tengah kesibukan ini-itu, mengurus murid baik, apalagi yang bermasalah, pekerjaannya menjadi makin tak terkira jumlahnya.

Bahkan urusan administratif, jam mengajar yang jumlahnya menjadi ukuran rezeki tambahan-gaji tiga bulanan seringkali terasa menjadi beban yang luar biasa. 

Beberapa temannya bahkan rela mengajar di sekolah lain di jam-jam kosongnya demi mengejar jumlah jam mengajar agar sesuai standar minimum-gaji tambahan per tiga bulanan. 

Apakah idealisme Oemar Bakrie, masih melekat pada semua tenaga pendidik kita saat ini. Apakah mereka sekedar menjalankan rutinitas-formalitas belaka? 

Apakah moralitas masih sepenuhnya menjadi perhatiannya, apakah guru-guru yang "salah tempat" juga masuk ke ruang sekolah karena demi formalitas.

Dulu, guru-guru saya selalu bilang, kalau mau jadi orang kaya, jangan jadi guru, karena yang dibutuhkan kaya hati. Tapi sekarang profesi guru menjadi incaran banyak orang, termasuk para calon mertua yang sedang mempersiapkan calon untuk putra atau putrinya. 

Guru-boleh menjadi salah satu profesi idaman. Sebabnya tidak lain selain gaji, tunjangan ini-itu jumlahnya sudah lumayan untuk menutup kebutuhan harian. Apalagi kalau bisa memanfaatkan Gadai SK dengan baik.

Di momentum hari guru, kita berharap setelah tantangan pandemi berakhir, mungkin pekerjaan guru yang terasa "sangat administratif" bisa dipertimbangkan pemerintah dengan lebih bijaksana. 

Apakah "runtuhnya' moralitas anak-anak di sekolah, selain karena pengaruh dunia luar yang makin "ganas", juga karena "kesibukan' guru-guru kita yang semakin kehilangan fokus karena kesibukan administrasi? 

Atau, guru-guru zaman now telah "kehilangan" orientasi idealisme diburu zaman dan diganggu disrupsi yang membuatnya harus tetap "ada" .

Meskipun idealisme Oemar Bakrie mungkin telah berubah, namun guru-guru kita tetaplah "para pahlawan" yang tak ribut dengan jasa-jasa. Mereka ada di belakang banyak orang besar, pemimpin besar, yang bahkan memulai belajar membaca, karena jasa guru-gurunya.

Semoga para guru kita, tetap menjadi penyala, di tengah perubahan yang semakin menggila. 

Terima kasih untuk semua guru-guruku, terima kasih untuk istriku, sosok guru yang kukenal, yang selalu menjaga idealismenya, meskipun selalu kuganggu dengan "diskusi" kecil yang selalu berakhir dengan keyakinanku, bahwa ia memang sosok guru yang baik.

Semoga seremoni Hari Guru 2021, menguatkan hati para guru, menjaga "niat baik" dalam relung hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun