Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akhir Tahun Kembar Nostradamus

8 Januari 2021   15:40 Diperbarui: 10 Januari 2021   01:47 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.idntimes.com

Akhir tahun ini padat karena dipenuhi banyak momen. Apakah perubahan harus menunggu momentum?.

Aceh punya riwayat merayakan Maulid yang panjang, hampir dua bulan lebih. Dan di sepanjang bulan-bulan itu perayaan maulid bergantian disemua sudut nanggroe. 

Uniknya, perayaan ini meriah, bahkan kesan kendurinya hampir mirip suasana lebaran idul fitri. Anggota keluarga saling bertukar penganan dan saling kunjung, menikmati hidangan yang kental tradisi. 

Jika punya waktu luang dan berkesempatan mengunjungi gampong (kampung-aceh), kita bisa ikut menikmati beragam hidangan khas Aceh yang ber-rempah kuat dan cuma dua macam rasa; enak dan enak sekali.

Kuah Belangong atau semacam Kari yang berisi daging sapi atau kambing menjadi salah satu ciri kuliner utama, terutama yang terhidang di meunasah atau masjid yang merayakan maulid secara bergiliran. Bagi para pendatang yang kebetulan bisa menikmati hidangan ini, adalah sebuah kesempatan yang langka dan seru tak terlupakan.

Di akhir tahun ini juga diperingati Hari Aceh Damai, hari berakhirnya konflik panjang yang menguras seluruh energi. Membuat nanggroe porak poranda dengan kalut pertikaian dan perang. Namun kini terganti dengan damai yang terjaga. Menikmati malam di 1000 kedai kopi di seantero nanggroe tanpa rasa was-was, bahkan hingga pagi menjelang.

Begitu juga dengan hari paling penting dalam catatan buku sejarah, ketika tsunami besar 16 tahun lalu memporakporandakan Aceh dan menghentikan segala denyut kehidupan, bahkan konflik yang berkepanjangan pun dihentikan melalui gelombang besar tsunami raya itu. 

Ketika itu, semua orang menjadi merasa dalam derajat yang sama, merasa kecil tak berdaya, berusaha menjadi manusia paling baik. Terutama ketika menyaksikan bahwa dalam rengkuh bencana besar ternyata kita tak memiliki kekuatan apa-apa. 

Tapi seiring waktu, "kebaikan" memudar, entah apakah tsunami itu masih membekas atau telah dilupakan dalam seremoni-seremoni belaka. Makam-makam massal masih sering dikunjungi dan dikirimi doa, tapi kebaikan telah jauh berubah diantara banyak kepala yang berbeda kepentingan.

Kita juga masih terus bergulat dengan pandemi sejak awal tahun 2020 yang belum menemukan titik terang. Apakah vaksin akan menutup kisah pandemi menjadi cerita lama, atau justru menjadi cerita baru dan mengisi tahun 2021 dengan babak yang berbeda?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun