Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kisah SDN Kecil Liyan Palu Sulawesi Tengah (Bagian Negeri Indonesia Juga)

6 Desember 2011   08:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SWARA LIYAN TVRI 30 NOVEMBER 2011 Produser : Pipiet Trianto

Contact Number :0852 1036 4141 Facebook-swara liyan TVRI

by hanifsofyan-acehdigest

Pasal 31 Ayat 1 dan 2 UUD 1945Tiap-tiap warga Negara berhak  mendapat pengajarandan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pengajaran nasional,yang diatur dengan undang-undang”.

Liyan adalah sebuah dusun kecil di daerah perbukitan di wilayah Palu, Sulawesi Tengah. “Sekolah Gunung” mereka harus ditempuh dengan berjalan kaki berjam-jam, melintasi bukit melalui jalan setapak. Dulu, bahkan harus dibantu menggunakan akar pohon untuk bisa naik ke bukit menuju sekolah terpencil itu. Ridwan, Asdia dan Mesak Soda adalah para perintis yang hingga hari ini terus membagi hati dan keringatnya untuk kemajuan dusun kecil itu, semata-mata karena kasih sayang dan kecintaannya pada anak-anak. Mereka yang punya tekad tapi tak punya kesempatan seperti anak lainnya untuk bisa mengenyam bangku sekolah. Tak penting bersepatu atau tidak, yang utama, mimpi bisa sekolah-nya tercapai. Sesederhana itulah keinginan dan mimpi mereka, yang terus dan berusaha dibangun oleh laiknya pasukan elit tri musketeerdari Palu, hingga hari ini, hingga detik ini.

Kisah miris guru di daerah terpencil, dalam memperingati hari guru 25 November 2011 ini, adalah sebuah kisah dan “ruang” kontemplasi. Untuk mengingatkan banyak orang tentang “peran” guru berdedikasi tinggi namun terabaikan dalam hingar bingar “gemerlapprogram pendidikan dan upaya membangun generasi “melek huruf”.

Kisah ini adalah “puncak gunung es”, karena begitu banyak kisah asdia lain yang belum terekspos oleh media, sebagai corong penyambung lidah para guru “pejuang”, yang berjibaku membangun negeri Indonesia dengan dedikasi dan caranya tersendiri. Dengan Misi sederhana merubah nasib anak didik layaknya merubah nasib anaknya sendiri. Jika Semua orang berpikir sesederhana itu, kiranya anak-anak Indonesia akan bisa menikmati “tanah airnya” sendiri. Kisah ini sekaligus menjadi “cambuk” bermata dua bagi pemerintah dan para pihak berkompeten yang selama ini berbicara banyak tentang pendidikan, tentang kualitas. Sementara jauh diwilayah antah berantah masih di dalam negeri kita, ada anak tanpa sepatu yang bercita-cita tinggi dan mulia untuk terus belajar agar bisa merasa memiliki negerinya sendiri, dengan dibimbing oleh guru-guru mulia yang bermimpi sederhana supaya anak-anaknya kelak menjadi lebih baik, lebih mengenal dan mencintai negerinya sendiri.

Pelajaran lain yang bisa dipetik dan harus terus dibangun adalah, teruslah menuliskan tentang kisah para guru pejuang, dimanapun agar menjadi cambuk bagi kita untuk lebih memperhatikan nasib mereka yang hari ini, ketika orang riuh berdemo dan menuntut UMR, sementara mereka mesin pencetak generasi baru hanya mendapatkan sepertiga dari UMR yang seharusnya di terima oleh banyak orang. Mereka berhak mendapatkan lebih dari sekedar UMR dan status yang tak lagi hanya sekedar Honorer!.

Tokoh:

1.Ridwan (kepala sekolah) Misi:” mengajak orang belum tau menjadi tau, mengajak orang yang belum mau menjadi mau”.

2.Asdia yang biasa ditemani putrinya 3 tahun saat bertandang kesekolah gunungnya, (guru Honorer, sejak 1996 hingga sekarang gaji Rp.350.000,-/bulan/dibayar per 3 bulan), Misi: “ Agar anak-anak menjadi lebih baik, kerja lebih baik dan nasibnya berubah menjadi lebih baik dari sekarang”. (kurang lebih 15 tahun honorer, dengan penghasilan Rp. 350.000,-x12 bulan x 15=Rp63.000.000,-). Bayangkan jika Ia menerima dana layaknya UMR dan insentif tambahan atas dedikasinya di daerah sangat terpencil?. Mari berhitunglah setidaknya hitungan itu adalah hitungan nasib dan kerja keras yang telah mereka lakukan selama tak kurang dari 15 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun