Tarjo, kau mengalahlah demi kakakmu. Biarlah kakakmu dulu kebagian air untuk mengairi sawahnya
Berkata Paiman di suatu petang kepada anak bungsunya. Paiman, adalah seorang petani, dengan dua anak laki-laki yang sudah berkeluarga dan punya anak.Â
Sarwono dan Sutarjo. Semuanya kini menjadi petani. Sebagain besar, sawahnya adalah sawah garapan. Sawah orang yang mereka garap.Â
Sawah Paiman sendiri sebagian besar sudah dijual. Untuk biaya hidup sehari-hari.Â
Untuk makan, biaya sekolah anak-anak, hingga pengobatan istrinya, yang punya penyakit menahun.Â
Itupun tak cukup, kalau tidak dibantu anak sulungnya Sarwono, yang sebelum jadi petani, adalah buruh pabrik di Jakarta
Istri Paiman sudah meninggal setahun lalu. Kanker paru-paru menggerogotinya. Dan tahun lalu pandemi Covid 19 mempercepat kematiannya.Â
***
"Mesakno masmu, tiga bulan lalu, dia kehilangan pekerjaan. Sekarang balik ngurus sawahnya, kasihlah bagian air untuk masmu Wono, supaya sawahnya basah" sambung Paiman, kepada anaknya Sutarjo, anak bungsunya.Â
"Tapi pak, Mas Wono, sudah dapat air minggu lalu, kini giliranku dapat air, kalau enggak, sawahku juga kering. Aku kuatir, kali ini aku gagal panen, karena kemarau panjang tahun ini" jawab Tarjo kepada bapaknya.Â
"Iya, bapak tahu, tapi kau mengalahlah dulu demi masmu. Kakakmu, baru semangat-semangatnya ngurus sawah, nak" kata Paiman sedikit memelas.Â