Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Organisasi Riset Arkeologi Bedol Desa Ke BRIN, Apa yang Harus Dilakukan?

1 Agustus 2021   09:32 Diperbarui: 1 Agustus 2021   10:43 1184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Organisasi Riset Arkeologi Bedol Desa Ke BRIN. Sumber: Dokumen Balar Sulut

 Tahun 2022, sudah hampir dipastikan Puslit Arkenas dan Balar bedol desa ke BRIN. 

Wacana lembaga riset arkeologi, yaitu Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) dan Balai Arkeologi (Balar) seluruh Indonesia bergabung ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) semakin dekat. 

Bicara kelembagaan, maka semua perangkat dan instrumen di dalamnya, serta merta dan otomatis menjadi lembaga di bawah naungan BRIN. 

Sumberdaya peneliti, ASN pendukung, anggaran, regulasi, tata laksana organisasi dan sebagainya di bawah BRIN. 

Konon kabarnya, Puslit Arkenas akan berubah nomenklatur menjadi Organisasi Riset Arkeologi. 

Jika sebelumnya Puslit Arkenas berada pada jenjang eselon II, maka ketika di BRIN menjadi Organisasi Riset, maka akan naik jenjang ke eselon I. 

Bagaimana dengan Balar-Balar? Ini yang masih debatable, masih menjadi diskusi alot di tingkat pusat. 

Balar sebelumnya adalah UPT Kemdikbud, dibawah Balitbang da Puslit Arkenas di Kemdikbudristek. 

Konon katanya lagi, Balar diusulkan menjadi lembaga riset arkeologi di daerah yang berada pada jenjang eselon II, yang sebelumnya hanya eselon IIIa. 

Namun, dengan kondisi kelembagaan dan perangkatnya, saya sendiri berpikir akan sulit Balar ke arah itu. Walaupun kemungkinan itu bisa terjadi, mengingat wilayah kerja Balar mencakup beberapa provinsi. 

Hal ini karena di seluruh Indonesia, Balar hanya ada 10 (sepuluh) kantor. Setiap Balar membawahi dua sampai empat provinsi. 

Dengan alasan ini, memungkinkan Balar menjadi eselon II, meskipun kemungkinan itu kecil, mengingat perangkat Balar yang minim, jumlah SDM, anggaran dan sebagainya, saat ini. 

Baik, kita tinggalkan dulu soal kelembagaan, biarlah itu mejadi ranah para petinggi di Jakarta. 

Yang paling penting dipikirkan itu adalah bagaimana Organisasi Riset Arkeologi setelah berada di BRIN? Apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dikembangkan? 

Dalam nomenklatur yang baru nantinya, Puslit Arkenas dan Balar menjadi organisasi riset. Dengan kata organisasi riset, maka kita simpulkan saja, bahwa puslit dan balar akan lebih fokus tugas dan fungsinya sebagai lembaga penelitian arkeologi. 

Apakah selama ini tidak demikian? Iya, selama ini Puslit dan Balar menginduk ke Balitbang Kemdikbud. Artinya area kerjanya berada di seputaran penelitian dan pengembangan arkeologi dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan kebudayaan. 

Baca juga : Kementerian Baru, Lembaga Riset Arkeologi Lebih Lincah Di Bawah BRIN

Secara sektoral Puslit dan Balar, masih disibukkan dengan koordinasi untuk sinkronisasi program dengan bidang yang lain yaitu pendidikan dan kebudayaan. 

Kondisi ini tentu mempengaruhi ritme kerja organisasi. Selalu ada batasan secara struktur dan fungsi sesuai tugas dan fungsi lembaga induknya. 

Kondisi ini memang secara substansi tidak mempengaruhi kinerja Puslit dan Balar, sebagai lembaga riset Balitbang Kemdikbud. Namun secara teknis ada batasan-batasan sektoral karenanya. 

Oleh karena itu bergabungnya Puslit dan Balar do bawah BRIN, tentu terbuka ruang yang secara teknis tidak ada batasan sektoral yang ketat. Puslit dan Balar lebih lincah dan leluasa mencakup semua bidang yang bisa dijangkau dengan kemampuan risetnya. 

Baik, yang perlu kita pikirkan sekarang adalah bagaimana membangun lembaga Puslit dan Balar lebih prestisius sebagai lembaga riset di bawah BRIN? Berikut pikiran-pikiran saya sebagai ASN yang sudah puluhan tahun menjadi peneliti di lembaga Balar. 

Pertama, Melakukan Tracking Record Kinerja Peneliti 

Menjadi satu-satunya lembaga riset arkeologi yang berada di bawah BRIN, tentu saja membuat Puslit dan Balar sangat prestisius. Oleh karena itu perlu ada jaminan prestasi, sumberdaya penelitinya. 

Harus diakui, hingga kini Puslit dan Balar masih banyak peneliti yang minim prestasi,bahkan terkesan menikmati zona nyaman, karena regulasi yang longgar. 

Masih terdapat peneliti yang sudah dua puluhan tahun menjadi peneliti, namun belum menghasilkan karya tulis yang berkualitas. 

Kebijakan impassing untuk jabatan peneliti adalah salah satu kebijakan membuat zona nyaman baru. Tentu ini harus dihilangkan, karena membuat peneliti semakin tidak produktif. 

Sebaliknya, saatnya BRIN perlu melakukan tracking record atas kinerja peneliti. Hasil tracking record akan digunakan untuk menentukan status jabatan peneliti. 

Misalnya, bagi peneliti yang sudah dua puluh tahun menjadi peneliti, namun masih berpangkat peneliti muda ke bawah, diambil kebijakan untuk menghentikan status jabatan penelitinya. 

Hal ini karena menunjukkan bahwa peneliti bersangkutan minim hasil karya tulis ilmiah yang dihasilkan selama kiprahnya menjadi peneliti. Hal itu sekaligus menjadi indikasi minimnya prestasi peneliti. 

Tracking record juga bisa dikembangkan berdasarkan kuantitas dan kualitas karya tulis yang dihasilkan, jenjang akademik dam sebagainya.

Semuanya ditempuh untuk menjamin kualitas organisasi riset di bawah BRIN di masa mendatang. 

Kedua, membangun sistem dan iklim penelitian yang lebih kompetetif 

Sepanjang pengalaman saya menjadi peneliti, dan ini sebagai bagian dari introspeksi dan otokritik, bahwa kompetisi penelitian sangat longgar. 

Dengan proposal yang alakadarnya saja dapat memperoleh anggaran penelitian. Meskipun dalam kurun waktu 4 tahun ini diberlakukan sistem kompetisi dengan mekanisme Satuan Biaya Keluaran (SBK). 

Namun serta tidak menjamin kualitas penelitian, hal ini karena masih menyisakan kesan bahwa internal lembaga masih diprioritaskan, tentu ini juga masih dalam tradisi zona nyaman yang bertahan. 

Kompetisi pengajuan proposal riset di bawah sistem BRIN nantinya, diharapkan lebih ketat untuk menjamin kualitas riset. Penelitian, tidak sekedar untuk memenuhi kuota anggaran, namun berdasarkan seleksi yang ketat, proporsional dan lebih profesional. 

Ketiga, Membangun struktur Organisasi yang lebih efektif   

Wacana peningkatan eselonisasi Puslit Arkenas menjadi eselon I, tentu sangat membanggakan. Namun di tubuh Puslit Arkenas yang nantinya naik jenjang eselon I, perlu dirancang sistem kelembagaan yang efektif, sesuai fungsinya sebagai organisasi riset. 

Untuk soal ini, saya tidak akan membahas terlalu rinci, karena pasti hari-hari ini sedang dibahas alot. Namun yang penting dipikirkan adalah lembaga Puslit Arkenas, dapat mencerminkan perkembangan aktual arkeologi hari ini dan rancangan di masa mendatang. 

Struktur organisasi yang efektif,perlu mempertimbangkan isu dan wacana kekinian dalam perkembangan arkeologi yang berkembang di masyarakat. 

Struktur organisasi riset arkeologi harus mampu menjawab tuntutan dan kebutuhan kekinian di masyarakat. 

Riset akan dihasilkan seperti apa dan akan dikembangkan bagaimana untuk menjawab kebutuhan negara dan masyarakatnya.

Demikian, pikiran-pikiran awal yang dapat saya sampaikan, dalam rangka menyambut Organisasi Riset Arkeologi, yang di tahun 2022 akan bernaung di bawah BRIN. 

Semoga bermanfaat. 

Salam hormat. 

Mas Han. Manado, 1 Agustus 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun