Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ritual Qurban di Maluku Tengah: Simbolisasi Rasa Syukur hingga Relasi Adat

20 Agustus 2020   09:28 Diperbarui: 20 Agustus 2020   21:29 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rangkaian Ritual Hari Raya Kurban di Negeri Kaitetu. Sumber: Dokpri, 2016

Fenomena ini menunjukkan bagian satu dengan bagian yang lain, saling terkait dan saling ketergantungan untuk menandai eksistensinya sebagai sebuah tradisi dan adat masyarakat setempat.

Gambaran ritual pemotongan kurban pada hari raya Idul Adha pada masyarakat negeri Kaitetu, memberikan penjelasan yang konkret soal hubungan-hubungan yang saling terintegrasi antara ritual Islam, praktek-praktek tradisi atau adat serta peran sentral pemerintahan adat dalam keseluruhan proses ritual. 

Gambaran jelas, bahwa ritual pemotongan kurban merupakan ritual dalam konteks ajaran Islam, di samping pemotongan hewan kurban adalah perintah atau ajaran Islam, praktek-praktek Islami mulai dari proses pemotongan hewan kurban yang didahului dan juga diakhiri dengan doa Islam.

Ritual Islam pemotongan hewan kurban, juga membuka ruang bagi terintegrasinya praktek-praktek adat seperti penyucian hewan kurban di sungai (dilakukan oleh marbot atau pengurus masjid) proses mendandani (dilakukan oleh mae biang atau dukun kampung) dan mengusap-usap hewan kurban yang diikuti oleh yang didahului oleh Tukang dan 12 (Tukang Husa Lua) dan selanjutnya diikuti, yang dilakukan secara bergantian, adalah praktek-praktek adat.   

Peran dan fungsi Tukang 12 dalam prosesi ritual Hari raya Kurban, sangat tampak dalam prosesi akhir di Masjid Tua Wapauwe, yakni memberikan doa dan pengharapan bagi penduduk negeri, agar segala permohonannya dikabulkan oleh Sang Maha Pencipta. 

Selanjutnya, peran legitimasi struktur pemerintahan adat juga sangat tampak, dimana dalam keseluruhan proses, raja sebagai pemimpin adat hadir dalam kapasitasnya untuk mengayomi sekaligus menjamin keseluruhan prosesi dapat berjalan lancar.

Gambaran lain misalnya soal otoritas Imam masjid, yang tidak tergantikan sebagai pihak yang berperan atau bertugas melakukan pemotongan hewan kurban, demikian pula kedudukan para Tukang 12 (Tukang Husa Lua) dalam proses sakralisasi peran mereka juga sangat terlihat, dimana gambaran ini dapat diperlihatkan ketika hewan kurban dibawa ke dalam masjid, para Tukang 12 (Tukang Husa Lua) juga mendapat porsi untuk memberikan doa pengharapan sesuai tugas masing-masing dan dilakukan secara berurutan, terlebih posisi Tukang Muli yang mutlak memberikan doa penutup. 

Keseluruhan prosesi menunjukkan peran-peran struktur pemerintahan adat yang seimbang dan saling terintegrasi satu sama lain, tidak terpisah-pisah, namun satu rangkaian yang relasional, proporsional dan berimbang dalam porsi tugas dan wewenangnya masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun