Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Arini, Kereta Senja Kita Sudah Lewat

3 Agustus 2020   16:40 Diperbarui: 25 Juni 2021   20:23 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stasiun Kereta Senja. Sumber: sahadbayu.com

"Sudah cukup kak, aku sudah berkeluarga, sudahi hubungan ini" kata Arini pada sabtu petang di stasiun kereta yang sama. Kalimat yang tiba-tiba disampaikan setelah sepekan hubungan kami yang tak direncakan itu.

"Petang ini juga kakak berangkat saja ke Jakarta, jangan ketinggalan kereta lagi" katanya kemudian menyambung tanpa menunggu jawabanku.

"Ok, kalau maumu begitu, tapi kenapa setelah sebulan, kamu baru mengingatkan" kataku menyerobot, agar tak terpotong lagi kalimat dari Arini.

"kenapa bukan saat kereta kita sudah lewat sehari setelahnya, atau sesaat setelah kereta lewat, kamu pesan tiket kereta untuk malamnya, atau besok paginya tanpa mempedulikan ajakanku" kataku menyambung agar tuntas, walaupun semakin tak tuntas karena Arinipun langsung menyahut dengan jawabannya.

"Lalu, kamu seperti hari-hari kemarin, tidak ikut berangkat ke Jakarta, dan lebih memilih bermalas-malasan di penginapan, dan tak pernah bisa aku hubungi, apakah kamu benar-benar ke Jakarta, esok harinya, atau kamu sebenarnya masih  di Yogya." Cecarku penuh penasaran, sambil menatap tajam ke sudut-sudut mata Arini, siapa tahu Arini menyembunyikan sesuatu di sudut matanya. Dan seperti biasanya, maka pertanyaankupun dijawab oleh Arini dengan pertanyaan balik.

"Lalu kenapa kamu juga begitu saja mengajakku pergi ke duniamu, dunia yang tidak aku mengerti, duniamu yang juga tidak mengerti tentang duniaku," sergah Arini tak mau kalah.

"Hmmm...kamu sangat aneh Arini, aku tak habis pikir." Kataku dalam hati penuh pertanyaan.

Akupun kehabisan kata-kata. Aku tahu sifat Arini yang keras, bukan cuma sifatnya yang keras, sepertinya Arini, juga keras kepala. Pertengkaran takkan menyelesaikan masalah, pikirku, setelah debat cukup panjang di stasiun kereta itu. 

Stasiun kereta yang saat kutemui pertama kalinya, tampak seperti stasiun kereta yang ramah, yang menenangkan dan mendamaikan perasaanku. 

Kali ini tampak seperti stasiun kereta yang pongah, yang membuatku gerah, dan stasiun yang memprovokasi pertengkaran. Aku kemudian berpikir, sepertinya aku memang harus berdamai. Bukan berdamai dengan Arini, tapi dengan perasaanku sendiri.

Akhirnya aku mengalah dan memilih membiarkan Arini pergi. Aku termangu sendirian, di stasiun yang sunyi senyap, kereta kami sudah lewat sekitar sejam yang lalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun