Sekarang-sekarang ini sepertinya ada jadwal tetap untuk kapal feri. Tapi jangan coba-coba menggunakan speed, apalagi pada bulan selain oktober november, atau februari-maret. Di luar bulan-bulan itu, adrenalin kita lebih terpacu, karena bisa jadi kita terhadang ombak hingga 4M tingginya. Mungkin keputusan terbaik jika kita berbalik arah alias membatalkan perjalanan ke tempat itu.Â
Rasa penasaran, membuat kami sangat antusias, ingin segera ke Pulau Tayando, sekitar setahun lalu. Saat yang sesungguhnya kurang aman untuk perjalanan. Tapi cuaca belakangan ini memang tidak menentu, dan pada saat kami kesana, cuaca tergolong aman. Hari masih sangat pagi, laut terlihat teduh, biru dan tenang.Â
Kami berangkat menggunakan kapal speed berukuran besar, yang terpaksa kami sewa, dengan biaya sewa, tergolong mahal. Tapi kondisi membuat kami tidak ada alternatif lain. Sebenarnya jika lebih sabar, kami bisa menggunakan kapal fery, namun menunggu beberapa hari lagi. Waktu terus berkejaran, akhirnya kami putuskan dengan kapal speed berukuran besar yang kami sewa dengan cara patungan.
Perjalanan ditempuh, kurang lebih 5-6jam. Sengaja kami berangkat pagi-pagi sekali, selepas fajar menyingsing. Biasanya waktu selepas subuh, cuaca laut lebih bersahabat. Perjalanan yang cukup panjang, di tengah perjalanan sudah menjelang siang. Ombak sudah mulai datang.
Di kejauhan, terlihat riak gelombang pecah memutih. Menandakan ombak mulai berkumpul, untuk menerjang siang. Kami, segera dengan sigap memakai pelampung, yang memang sudah kami bawa dari rumah, sebelum berangkat.Â
Perjalanan lima jam tidak terasa, tiba-tiba kami sampai di Pulau Tayando. Hari sudah berangkat petang, saat kami sampai, di tempat istirahat. Selepas makan siang dan mengobrol dengan kepala desa untuk meminta ijin memasuki area kampung kuno besok. Selanjutnya kami menumpang di rumah kepala desa, untuk melepas lelah.Â
Besok pagi kami berburu pandangan untuk segera melihat jejak kampung kuno, yang misterius itu. Naluri arkeologi kami, membuat kami penasaran, kapan kampung kuno itu ada dan kapan ditinggalkan penduduknya. Informasi awal, dari staf di kantor Dinas Kebudayaan di Kota Tual, sepertinya informasi yang sekelumit saja dan jauh dari tuntas. Justru semakin membuat kami penasaran.Â
Benteng-Benteng Tradisional Kampung Kuno

Kami tidak pernah menyangka, bahwa di pulau kecil dan terpencil itu, pada masa lampau sudah ada peradaban yang begitu besar. Begitu yang kami pikirkan pertama kali, begitu sampai di lokasi yang ditunjuk masyarakat. Ternyata situs itu cukup terpelihara.Â
Setidaknya, di areal dekat jalan desa. Namun begitu memasuki ke bagian tengah situs, tampak ilalang dan rumput-rumput serta tanaman perdu menutupi sebagian areal situs. Kami meminta bantuan, beberapa orang penduduk desa, untuk membersihkannya.Â