Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Tanpa Pertemuan

4 Juli 2020   16:54 Diperbarui: 5 Juli 2021   09:00 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.idntimes.com

Tanpa Pertemuan

Malam semakin larut. Dingin menyeruak dengan cepat. Halimun di kejauhan tampak mulai perlahan turun ke bumi. Menyelinap diantara pohon-pohon dan ranting-ranting di serambi penginapan yang sunyi. Aku masih termangu di depan kaca jendela kamar, bagian luar. 

Menjelang pagi, tapi hari masih gelap. Bulan dan bintang sedari tadi menyelinap ke dalam awan. Mungkin juga merasa dingin. Aku mulai merasakan dingin menembus kulit dan menusuk tulang. 

Mulai tak tahan dingin, akupun putuskan masuk ke kamar. Dan aku tak bisa memejamkan mata. Nanar, menatap kosong kaca jendela yang mulai berembun. 

Malam yang lengang, udara yang dingin dan jejeran kamar-kamar di penginapan, tampak dingin pula. Berdiri dengan diam dan menambah sunyi. Lampu-lampu hias taman, tak terang lagi, kaca bolamnya mulai diselimuti embun. Malam semakin lengang.

Tiba-tiba ponselku berdering, panggilan Whatsapp memecah kesunyian. Dilayar ponsel, terlihat  wajah seorang wanita. Sepertinya pernah kukenal. Lupa, entah kenal dimana. Aku lupa pula namanya. Coba kuingat-ingat, masih lupa. Ah...aku betul-betul pelupa. 

Cantik, manis dengan senyumnya yang membuat jantung setiap pria pasti berdetak lebih kencang. Begitu juga jantungku. Berdetak lebih kencang malam itu juga. Dering pertama, tak kuangkat. 

Paling iseng pikirku. Tengah malam begini seorang wanita cantik menelponku, kalau tidak iseng berarti salah pencet. Pikirku. Dan di layar tidak tertera namanya, hanya angka-angka nomor Whatsapp. Pertanda, nomor yang tidak tersimpan dalam memori ponselku. 

Apalagi di memori kepalaku. Benar...ponselku tidak berdering lagi. Padahal aku sangat berharap, dia menelponku lagi. Beberapa menit, kutunggui ponselku berdering lagi. 

Sambil rebahan, aku genggam ponselku di atas dada. Berharap begitu ponsel berdering aku bisa segera menyambarmya. Beberapa menit berlalu, tiga puluh menit, hingga satu jam kemudian. Ponselku masih terdiam. Ah sial. Kenapa tidak langsung kuangkat saja tadi. Gerutuku dalam hati. 

Aku penasaran, kubuka kembali ponselku, hmmm...nomor asing yang tidak tersimpan. Kenapa dia bisa menelponku. Dimana aku pernah bertukar nomor? Aku sepertinya memang mengenalnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun