Saya coba buka akun Instagram mereka, mengancam akan melaporkan hal ini. Namun bukannya direspon malah akun mereka sudah kosong. Saya cari grup Telegramnya lagi, tidak ada. Seperti hantu yang datang saat kita lemah, lalu menghilang setelah mereka kenyang.
Yang paling menyakitkan itu bukan cuma kehilangan uang. Tapi kehilangan keberanian untuk bercerita. Rasa takut dihakimi. Takut disalahkan. Apalagi itu bukan uang saya.
Saya pinjam uang itu karena saya percaya, karena saya ingin mandiri, karena saya tidak ingin terus jadi beban. Tapi sekarang, saya harus membayar semuanya sendiri—dengan uang yang tidak saya punya, dan rasa bersalah yang tidak bisa saya bagi.
Saya menulis ini bukan untuk cari simpati. Saya hanya ingin orang tahu bahwa penipuan digital kini makin marak. Dan yang menjadi korbannya bisa siapa saja, bukan hanya orang tua, bisa juga anak muda. Tidak hanya menyasar orang polos, tapi juga orang yang sedang berusaha.
Saya ingat hari itu saya merasa cukup optimis. Saya pikir, mungkin kali ini saya bisa dapat peluang. Bisa lebih mandiri. Bisa bantu orang tua. Tapi yang saya temukan justru lubang gelap yang pelan-pelan menelan semuanya.
Jadi jika kamu sedang tergoda oleh janji penghasilan instan, apalagi dari orang yang tidak kamu kenal… berhentilah. Jangan sampai seperti saya.
Kini, saya mencoba berdiri kembali. Saya percaya Tuhan masih menuntun langkah ini.
Dan semoga tulisan ini jadi upaya kecil untuk itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI