Mohon tunggu...
Ninik Hardianti
Ninik Hardianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi yang hobi membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mitos Larangan Saat Perempuan Haid Ditinjau dari Hadits

10 Januari 2024   08:22 Diperbarui: 10 Januari 2024   08:25 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Penulis

 1. Muna Inarul Hida, inarulhidamuna@gmail.com

2. Nin Khoerunnisa, ninkhoerunnisa1@gmail.com

3. Ninik Hardianti,  ninikhardiantiii@gmail.com

4. Tenny Sudjatnika, M,Ag, tennysudjatnika@uinsgd.ac.id

Penulis Lainnya


Nayla Sabrina, Desti Fauziah, Vinimuli Alifia

[English Literature Departement, UIN Sunan Gunung Djati Bandung]

Mitos Larangan Saat Perempuan Haid Ditinjau dari Hadits

Larangan-larangan saat haid dalam Islam adalah aturan yang dijelaskan melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis ini menguraikan tindakan-tindakan yang dilarang bagi wanita yang sedang mengalami menstruasi, seperti melaksanakan salat, puasa, dan menyentuh Mushaf Al-Quran. Selain itu, hadis juga memperingatkan agar wanita haid menjauhi masjid. Haid dianggap sebagai suatu kondisi yang memerlukan perhatian khusus dalam ibadah, dan hadis-hadis ini memberikan pedoman bagi wanita Muslim dalam menjalani periode haid dengan penuh kesalehan dan rasa hormat terhadap agama Islam. Selain itu, dalam hadis tersebut juga dinyatakan larangan memotong kuku dan memotong rambut selama masa haid sebagai bagian dari pembatasan-pembatasan yang perlu diikuti selama periode ini.

Dalam agama Islam, praktik dan peraturan ibadah memiliki peran penting dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim. Salah satu aspek penting dalam praktik ibadah adalah pemahaman tentang tindakan yang diperbolehkan dan dilarang, termasuk selama periode haid. Haid, atau menstruasi, adalah kondisi alami yang dialami oleh wanita dan memiliki implikasi khusus dalam konteks ibadah Islam. Dalam agama Islam, para pengikutnya diwajibkan untuk menjalankan kewajiban agama seperti salat dan puasa, dan pemahaman tentang aturan selama masa haid adalah penting untuk mempraktikkan ibadah ini dengan benar.

Larangan-larangan yang berlaku selama periode haid dijelaskan melalui hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis ini memberikan pedoman dan pembatasan yang harus diikuti oleh wanita Muslim saat mereka mengalami menstruasi. Dalam tulisan ini, kami akan menjelaskan larangan-larangan yang terkait dengan haid menurut ajaran Islam, sebagaimana tercantum dalam hadis, termasuk larangan terhadap pelaksanaan salat, puasa, menyentuh Mushaf Al-Quran, serta mengunjungi masjid. Selain itu, hadis juga mencakup larangan-larangan seperti memotong kuku dan rambut selama masa haid.

Pemahaman tentang larangan-larangan ini adalah bagian penting dalam menjalani kehidupan seorang wanita Muslim, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kesalehan dan ketaatan terhadap agama Islam. Selain itu, pemahaman yang mendalam tentang aturan-aturan ini juga mempromosikan kepatuhan terhadap ajaran Islam dan menghormati nilai-nilai yang terkandung dalam agama tersebut. Dengan demikian, pendalaman pemahaman terkait larangan-larangan ini dapat membantu wanita Muslim dalam mempraktikkan ibadah mereka secara benar dan sesuai dengan ajaran agama. Dalam konteks ini, kami akan membahas lebih lanjut larangan-larangan yang tercantum dalam hadis dan signifikansinya dalam kehidupan sehari-hari wanita Muslim.

  • Pengertian Haid

Haid secara etimologi berarti mengalir, sedangkan haid secara terminologi adalah darah yang keluar dari farji atau kemaluan seorang wanita setelah umur 9 tahun dengan sehat (tidak karena sakit), tetapi memang kodrat wanita, dan tidak setelah melahirkan anak. Dasar haid di dalam Al-Qur'an adalah sebagaimana dalam Surat Al-Baqarah ayat 222.

 (222)

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah kotoran.' Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri."

Ayat ini turun--sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim di dalam kitab shahihnya--sebagai respon atas fenomena kaum Yahudi yang memperlakukan wanitanya yang sedang haid dengan tidak manusiawi. Mereka akan mengusirnya, tidak mau tinggal seatap dan enggan makan bersama-sama seoalah-olah wanita ketika haid adalah manusia yang menjijikan. Allah menurunkan ayat ini yang menjelaskan bahwa haid memang darah kotor sehingga dilarang bagi suami untuk melakukan hubungan badan dengannya selama ia haid sampai datang masa suci. Nabi SAW juga menegaskan kembali di dalam sabdanya, "Lakukan apa saja kecuali jimak," yaitu boleh bagi suami untuk tetap tinggal seatap dengan istrinya, makan bersama, dan melakukan aktivitas bersama-sama dengan istrinya seperti biasa ketika suci kecuali berhubungan badan.

Sedangkan dasar haid dari hadits Nabi SAW adalah sebagaimana tergambar dalam hadits Nabi SAW riwayat Aisyah RA di dalam Shahih Al-Bukhari berikut ini:

: : : : :

Hadits di atas menyebutkan bahwa Aisyah RA saat berhaji dengan Rasulullah SAW dan ketika sampai di Kota Sarf, ia menangis karena haid sehingga ia tidak dapat melanjutkan ibadah hajinya. Rasulullah SAW mencoba menenangkannya dengan mengatakan, "Sungguh ini adalah perkara yang telah ditetapkan Allah untuk anak-anak perempuan keturunan Adam, maka selesaikanlah rangkaian ibadah haji yang harus diselesaikan selain Thawaf." Aisyah berkata, "Dan (setelah itu) Rasulullah SAW menyembelih sapi untuk para istrinya." Cerita Aisyah RA. ini mengajarkan kepada seluruh wanita agar tidak perlu bersedih ketika mengalami menstruasi karena hal ini sudah ketentuan Allah SWT yang diberikan kepada setiap wanita dan tentunya ada hikmah dan manfaat di baliknya.

  • Larangan Ketika Haid

Melakukan ibadah adalah kewajiban dari setiap muslim dan muslimah. Bagi muslimah dewasa atau yang sudah baligh, perihal ibadah tidak selalu bisa dilakukan karena adanya halangan yang disebabkan oleh kondisi biologis dalam tubuhnya, yaitu menstruasi atau haid.

Persoalan mengenai haid adalah masalah tersendiri yang harus dikaji dalam Islam. Istri-istri Nabi Muhammad SAW pun tentunya pernah mengalami haid. Untuk itu dalam beberapa hadist, nantinya kita bisa melihat apa-apa yang tidak dilakukan oleh istri-istri Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Rasulullah. Berikut adalah hal-hal larangan haid dalam Islam oleh ajaran Islam, sebagaimana fungsi agama menunjukkan kebenaran dan menghindari dampak yang buruk.

1. Salat

Larangan ini sudah dijelaskan dalam hadist berikut:

Artinya: "Apabila datang masa haidmu, tinggalkanlah salat; dan jika telah berlalu, mandilah kemudian salatlah." (HR Bukhari).

2. Puasa

Aturan ini berlaku untuk puasa wajib dan sunnah. Wanita yang sedang haid selanjutnya harus meng-qadha puasa wajib sesuai hadits berikut

. .

Artinya: "Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha' puasa dan tidak mengqadha' salat?" Maka Aisyah menjawab, "Apakah kamu dari golongan Haruriyah?" Aku menjawab, "Aku bukan Haruriyah," akan tetapi aku hanya bertanya. Dia menjawab, "Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha' salat." (HR Muslim).

3. Berhubungan Intim

Wanita yang sedang mengalami haid dilarang untuk berhubungan intim dengan suami. Dikutip dari situs Majelis Ulama Indonesia (MUI), larangan bertemunya dua alat kelamin suami istri saat istrinya sedang haid adalah haram.

Menurut Anggota komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Aminudin Yaqub, larangan ini didasari pendapat Ibnu Abbas RA. Aturan serupa telah dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam hadits berikut

Artinya: "Lakukanlah segala sesuatu selain jima' (hubungan badan)." (HR Muslim).

4. Larangan Tawaf 

Saat haid tercantum dalam hadits Rasulullah SAW yang dijelaskan pada Aisyah RA. saat berhaji. Berikut haditsnya

Artinya: "Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka'bah hingga engkau suci."(HR Bukhari).

Makkah adalah tempat bagi orang-orang suci dan Islam mengajarkan bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Wanita dilarang melakukan tawaf hingga darah haid benar-benar bersih dari rahimnya.

4. Menyentuh Al-Quran

Sesuai penjelasan dalam Al-Waqiah ayat 79

Artinya: Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan

Kendati begitu, ayat tersebut tidak melarang muslimah yang sedang haid membaca Al-Quran. Muslimah masih bisa membaca kalam suci Ilahi tanpa menyentuh kitab yang diturunkan pada Rasulullah SAW. Muslimah yang datang bulan juga masih diperbolehkan membaca dalam konteks berdzikir dan belajar agama sehingga aktivitas beribadah masih bisa dilakukan.

5. Cerai

Talak atau cerai yang dijatuhkan saat istri sedang haid tidak sesuai atau menyelisihi ajaran Nabi Muhammad SAW. Namun, talak tersebut tetap jatuh sesuai hadits berikut

: - -

Artinya: Dari Ibnu Umar RA, ia telah mentalak istrinya ketika haid. Lalu Umar mendatangi Nabi SAW dan mengadukan hal tersebut. Kemudian beliau menganggapnya satu kali talak (HR Al-Baihaqi).

 

  • Mitos-Mitos Ketika Haid 

1. Mengumpulkan Rambut 

Banyak masyarakat yang beranggapan bahwa ketika haid, muslimah perlu untuk mengumpulkan rambutnya yang rontok untuk kemudian dicuci bersamaan dengan mandi junub ketika haid telah selesai kelak. Tetapi faktanya, hal tersebut tidak dapat dibenarkan mengingat tidak adanya dalil maupun hadits yang jelas tentang hal tersebut. Banyak ulama maupun ustadz dan ustadzah yang mengatakan bahwa muslimah tidak harus mengumpulkan rambut rontok tersebut.  

Dalam hadits dari Aisyah, ketika Aisyah mengalami menstruasi saat sampainya ia di Makkah saat mengikuti haji bersama Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW bersabda kepadanya:

.....

"Tinggalkan umrahmu, lepas ikatan rambutmu dan bersisirlah..." (HR Bukhari 317 dan Muslim 1211).

Dari hadits ini kita bisa yakin bahwa akan ada rambut rontok dari Aisyah namun, Rasulullah SAW tidak menyuruh Aisyah untuk menyimpan rambut rontok tersebut untuk dimandikan setelah suci dari haid (Muiz, Ali 2021).

Menurut pendapat dari narasumber penelitian kami, ia berpendapat bahwasanya tidak ada dalil yang pasti mengenai mengumpulkan rambut ketika haid, namun dia mempraktikkan hal itu bukan karena alasan haid melainkan karena dia meyakini bahwa rambut itu merupakan aurat sehingga tidak boleh sampai terlihat lawan jenis, maka dari itu dia mengumpulkan rambut bahkan di luar waktu haid. Dia berpendapat demikian karena pendapat gurunya dan mendengarkan ceramah dari salah satu syarifah.

Kami sendiri tidak menerapkan hal ini karena kami mempercayai bahwa rambut yang telah berjatuhan bukan lagi anggota tubuh kami dan bukan tanggung jawab kami lagi. Namun, memang ada beberapa pendapat yang mewajibkan hal tersebut meskipun kami tidak menemukan dalil yang jelas.

Adapun pandangan al-Ghazali terkait hal ini bisa kita lihat di salah satu tulisannya dalam kitab Ihya 'Uluum adDien:

"Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya di saat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut"(Ihya 'Uluum ad-Dien, 2/325).

. :

"Saya membenci seorang laki-laki mencukur kepalanya atau memotong kukunya atau mencukur bulu kemaluannya atau mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia junub, karena seorang hamba akan dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya, kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat. Apa yang jatuh darinya dari hal-hal di atas dalam keadaan dia junub maka akan kembali kepadanya dalam keadaan junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut" (Qutul Qulub, 2/236).

Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tidak seharusnya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya di saat ia sedang berjunub karena diyakini bahwa seluruh anggota tubuh akan bersaksi kelak di akhirat. Perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut dilakukan dengan sengaja, maka alangkah baiknya menghindari memotong dan mencukur rambut di berbagai anggota tubuh manapun ketika haid atau sedang junub.

Jika rambut berjatuhan dengan tidak sengaja, tidak ada dalil jelas mengharuskan untuk mengumpulkannya. Ketika bertanya kepada beberapa informan pun, mereka menganggap bahwa rambut yang sudah berjatuhan bukan lagi bagian dari anggota tubuh pemilik dan harus diniatkan demikian supaya hati kita tenang. Maka tidak perlu mengumpulkan rambut ketika haid dan jika berkeinginan untuk mengumpulkan pun diperbolehkan.

2. Memasuki Masjid

      Berdasarkan artikel karya Awalia Ramadhani-detikHikmah menyatakan bahwa ada salah seorang ulama bernama Syaikh Khalid Muslih, pernah ditanya tentang hukum wanita haid yang masuk masjid, beliau menjawab bahwa boleh memasuki masjid selama bukan untuk salat. Misalnya, hanya untuk menghadiri majelis ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain sebagainya. Hal ini dikutip dari buku Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.Ag., M.A.

Adapun dalil yang membolehkannya adalah:

Artinya: "Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW berkata kepadaku, 'Ambilkan al-khumrah dari masjid untukku. 'Aku menjawab, 'Sesungguhnya aku sedang dalam keadaan haid.' Beliau bersabda, 'Haidmu bukan di tanganmu.'" (HR. Muslim)

Artinya: Aisyah berkata, "Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya." (HR. Abu Daud)

Dalil lain yang membolehkan wanita haid memasuki masjid dikutip dari buku "Wanita dan Masjid" oleh Jasser Auda, ia mengutip Kitab Fikih al-Thaharah Al-Qardhawi, bahwa ulama seperti Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-Munzir, dan Ibnu Hazm menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari bahwa muslim itu tidak najis.

Demikian juga meng-qiyas-kan orang junub dengan orang musyrik. Dengan demikian, muslim yang junub lebih utama diperbolehkan masuk masjid. Selanjutnya, dalam hal kemudahan dan keringanan, kemudian wanita haid lebih utama diberi keringanan dibandingkan dengan orang yang junub, karena Allah memang menetapkan haid bagi kaum wanita sehingga mereka tidak bisa mencegahnya atau memaksanya.

Oleh karena itu, wanita haid lebih utama mendapatkan uzur dibandingkan orang yang junub. Sebagian wanita juga butuh pergi ke masjid untuk menghadiri pengajian dan sejenisnya sehingga wanita haid tidak perlu dilarang untuk memasuki masjid.

Berdasar mitos yang beredar di masyarakat umum bahwa wanita yang sedang haid itu tidak boleh memasuki masjid. Memang ada hadist yang menyatakan demikian yaitu hadist yang diambil dari kitab Bulughul Maram hadist ke-122

HADITS KE-122 DARI BULUGHUL MARAM

: -- -- -- -- ,

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku tidaklah membolehkan wanita haidh dan yang junub berada di masjid." (Diriwayatkan oleh Abu Daud, disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah) [HR. Abu Daud, no. 232 dan Ibnu Khuzaimah, no. 1327.

Para ulama berselisih pendapat mengenai kesahihan hadits ini dan bagaimana berdalil dengannya. Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Khuzaimah sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar di sini. Al-Baihaqi menyatakan hadits ini dhaif].

umhur ulama mengqiyaskan wanita haidh dengan orang junub. Wanita haidh lebih-lebih dilarang mendekati masjid karena hadatsnya lebih berat. Wanita haidh bukan hanya dilarang shalat dan gugur salatnya, tetapi juga dilarang puasa, sedangkan orang junub masih diperintahkan puasa dan diperintahkan salat ketika sudah mandi.

Pendapat kedua dari kalangan ulama Zhahiriyah, begitu juga pendapat Ibnul Mundzir, dan Imam Al-Muzani, mereka membolehkan wanita haidh dan orang junub masuk dan berdiam di masjid.

Pendapat ketiga dari pendapat Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa boleh berdiam di masjid untuk orang junub saja jika dalam keadaan memiliki wudhu karena yang dimaksud ayat di atas adalah dilarang mengerjakan shalat untuk orang junub.

Jumhur ulama berpendapat bahwa orang junub tidak boleh berdiam di masjid, hanya boleh melewati saja. Larangan ini berdasarkan surah An-Nisaa' ayat 43. Yang dimaksud ayat, janganlah mendekati shalat adalah janganlah mendekati tempat shalat yaitu masjid.

Tidaklah ada hadits yang melarang wanita haidh memasuki masjid kecuali hadits yang dikaji kali ini. Sedangkan pengqiyasan wanita haidh dengan orang junub tidaklah tepat karena orang junub masih bisa segera bersuci. Sehingga pendapat yang tepat, wanita haidh masih boleh berdiam di masjid, yang penting tidak mengotori masjid.

Jika wanita haidh sekadar lewat saja atau mengambil sesuatu di masjid, hukumnya boleh.

Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda padanya,

. : . : .

"Ambilkan untukku khumrah (sajadah kecil) dari masjid." "Sesungguhnya aku sedang haid", jawab 'Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda, "Sesungguhnya haidhmu itu bukan di tanganmu." (HR. Muslim, no. 298)

Menstruasi atau haid merupakan kondisi biologis yang dimiliki oleh seluruh wanita yang tentu tidak bisa dikendalikan, karena hal tersebut merupakan karunia Allah SWT sebagai fitrah yang dianugerahi-Nya. Dalam Islam, wanita yang sedang haid dibatasi oleh beberapa aturan yang turun dari Allah SWT untuk melindungi seluruh Muslim dan Muslimah sebagai kasih saying-Nya, di antaranya adalah tidak diperbolehkannya salat, berpuasa, menyentuh Al-Quran, jimak, tawaf, dan cerai. Terdapat pula beberapa mitos yang telah diyakini masyarakat luas terkait wanita Muslimah yang haid, yaitu tidak diperbolehkannya memotong kuku, diharuskan mengumpulkan rambut yang rontok, dan dilarang memasuki masjid, yang sebenarnya bukan berarti mutlak tidak diperbolehkan demikian. Ada pula beberapa alasan penting yang terkandung di balik mitos-mitos tersebut di mana secara norma dan nilai publik termasuk rasional, namun dalam Al-Quran dan hadits tidak semua mitos dianggap benar, sehingga wajib adanya verifikasi dari mitos-mitos yang ada.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun