Lampion selalu berwarna merah. Pendar cahaya merah dari lampion menjadi simbol pengharapan bahwa di tahun yang akan datang diwarnai dengan keberuntungan.Â
Lampion juga digambarkan oleh legenda klasik sebagai pengusir kekuatan jahat dan dipercaya akan menghindarkan ancaman kejahatan, juga bagi orang-orang yang menggantungkan lampion di bagian rumah dan halamannya.
Yang lebih menarik adalah setiap lampion mewakili sejuta harapan dari sebuah nama yang tertulis di sebuah lembaran yang digantung bersamaan dengan setiap lampion tersebut!Â
Saya terpaku dan pernah menyaksikan penyatuan pendar-pendar merah lampion yang semarak di beberapa sudut kota pada malam hari dengan gemuruhnya nyala kembang api oleh warga yang merayakannya yang menandai masuknya Tahun Baru Imlek.
Oya, di berbagai negara dan kota-kota di Indonesia yang mempunyai penduduk peranakan Tionghoa cukup signifikan, kerap mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan semaraknya lampion.Â
Ya, nama dari kegiatan tersebut adalah Festival Lampion atau yang disebut dengan perayaan Cap Go Meh. Festival ini merupakan hari terakhir yaitu hari ke-15 dari rangkaian Festival Musim Semi atau Festival Tahun Baru Imlek.
Kegiatan ini berisi kegiatan warga peranakan Tionghoa dan pemeluk agama Budha dalam menyalakan dan menikmati keindahan cahaya lampion dengan berbagai cara, seperti menghanyutkannya, ditempelkan ke dinding, digantung di teras-teras atau di sepanjang jalan, dengan cara diterbangkan, atau sambil menikmati keindahan bulan purnama, menyalakan kembang api, sampai dengan menebak teka-teki yang tertulis pada lampion.Â
Ada juga kegiatan menyantap Tangyuan, yaitu makanan tradisional China yang terbuat dari ketan yang disajikan dengan kuah jahe yang hangat, atau mengikuti parade dan pertunjukan Tari Barongsai, Tarian Naga, dan lain sebagainya.*