Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Profesi PNS Masih Menjadi Primadona Banyak Orang

18 September 2021   15:45 Diperbarui: 18 September 2021   16:04 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Profesi PNS masih menjadi primadona banyak orang (sumber : tribunnews.com)

Kurang lebih sebulan yang lalu, seorang teman menelpon. Dia seorang PNS (Pegawai  Negeri Sipil). Dia menceritakan bahwa ada seorang "pejabat" ditingkat provinsi menawarkan "jatah" CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) kepada dirinya untuk dua orang.

Maksud teman saya menelpon, barangkali ada keponakan atau saudara saya yang berminat. Masih ada "jatah" satu lagi katanya, sebab "jatah" yang satu mau dia ambil untuk adiknya.

Teman saya juga menjelaskan bahwa untuk jadi CPNS tersebut tidak usah mengikuti rangkaian test sebagaimana biasanya. Cukup melakukan pemberkasan, karena formasi ini adalah "jatah" pejabat.  

Teman saya kemudian menambahkan, kalau mau mengambil "jatah" CPNS tersebut harus menyiapkan uang Rp. 150 juta. Dijamin lulus dan SK (Surat Keputusan) CPNS akan diberikan 7 (tujuh) bulan kemudian.

Adapun uang sebesar Rp. 150 juta untuk "mahar" CPNS tersebut dalam penjelasan teman saya selanjutnya, tidak usah hari ini tapi seminggu kemudian. Hari ini cukup "uang panjar" tanda jadi sebesar Rp. 25 juta dulu.

Mendapat "kabar gembira" seperti itu justru saya tidak gembira. Saya memang mempunyai seorang keponakan baru lulus Strata satu setahun yang lalu. Kualifikasi ijazahnya pun sesuai dengan formasi CPNS tadi.

Akan tetapi saya menangkap ada banyak keganjilan dari pembicaraan teman saya tadi. Pertama, saya tidak yakin bahwa hari gini masih ada "jatah" CPNS untuk para pejabat. Kedua, tidak adanya mekanisme testing bertentangan dengan aturan dari BKN (Badan Kepegawaian Negara). 

Ketiga, untuk menjadi seorang CPNS setahu saya tidak dipungut biaya. Kecuali biaya untuk ongkos-ongkos dan alat tulis pribadi.

Keempat, rekrutmen CPNS sejauh yang saya tahu ada masanya, ada waktunya. Hal itu berdasarkan formasi atau kuota dari BKN kepada tiap kementerian/lembaga. Jadi tidak bisa kapan saja dan di mana saja.

Oleh karena saya menangkap ada banyak keganjilan dari pembicaraan teman saya tadi itu, maka saya katakan kepada teman yang menelpon tadi bahwa keponakan saya tidak mungkin punya uang sebanyak itu untuk saat ini. Jadi, "jatah" PNS yang ditawarkan oleh "pejabat" tingkat provinsi itu tidak akan diambil.

Bagaimana dengan teman saya? Hari itu juga dia langsung berangkat menemui orang kepercayaan "pejabat" yang punya "jatah" CPNS tadi untuk menyetorkan "uang panjar" tanda jadi sebesar Rp. 25 juta, untuk adiknya.   

Terus terang saya hanya geleng-geleng kepala. Di zaman yang sudah sangat transparan dan terbuka ini kok masih ada orang yang percaya dengan "tipu-tipu" ala makelar CPNS seperti itu. Kalau di masa lalu, bisa jadi "pola" rekrutmen CPNS itu ada yang seperti itu. Tapi tidak untuk saat ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa di masyarakat kita masih banyak orang yang terobsesi jadi seorang PNS. Sehingga berbagai cara akan ditempuh demi mendapatkan status "PNS". Tak peduli kalau pun harus mengeluarkan uang yang cukup besar sekali pun.

Bagi sebagian orang, profesi PNS masih menjadi primadona, dipandang sebagai profesi yang bergengsi, prestisius, dan memberikan kepastian jaminan masa depan. Tidak terlalu salah memang.

Salah satu bukti lain bahwa profesi PNS masih diburu banyak orang adalah ketika ada rekrutmen CPNS. Jumlah pendaftar berlipat-lipat jumlahnya dibandingkan dengan jumlah formasi yang tersedia.

Seperti dalam rekrutmen CPNS 2021 misalnya. Menurut catatan BKN, jumlah pelamar formasi CPNS 2021 ada lebih dari 4 juta orang. Sementara kuota CPNS itu sendiri hanya ada 707.622 formasi.

Namun ada sebuah ironi. Banyak orang berupaya mengejar profesi sebagai PNS, dengan berbagai cara dan upaya. Tapi setelah jadi PNS tidak sedikit dari mereka yang bekerja seenaknya. Waktu jam kerja, bukannya bekerja tapi malah ada yang  tertangkap Satpol PP sedang keluyuran di pusat perbelanjaan. Mereka bolos bekerja.

Lebih parah lagi setelah jadi aparatur negara, ada banyak oknum PNS malah menyalahgunakan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri. Padahal penghasilan mereka sebagai PNS sudah lebih dari cukup.        

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun