Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penampakan "Hantu" di Hutan Bambu

4 Oktober 2020   20:18 Diperbarui: 5 Oktober 2020   08:33 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hutan bambu (pixabay.com)

Berikut ini merupakan sebuah cerita semi fiksi. Cerita yang cukup menakutkan itu memang pernah terjadi. Hanya saja cerita kemudian dimodifikasi untuk menambah kesan horor, sehingga terasa lebih seru. Selamat menyimak! 

Jarak antara kampung Leuweung dengan kampung Babakan lumayan jauh, sekira 3 kilo meter. Tak ada akses jalan yang menghubungkan antara dua kampung itu kecuali jalan setapak, melewati perkampungan, pesawahan, perkebunan, dan hutan bambu .

Sore itu langit di kampung Leuweung mendung, hujan pun turun cukup lebat. Cuaca terasa dingin menggigit kulit.

Abdul, seorang pemuda tanggung yang baru berjalan beberapa puluh meter pulang dari kampung Leuweung menuju kampung Babakan pun terpaksa menepi berteduh dulu di bawah sebuah pohon tua yang cukup besar. Sekira 45 menit kemudian hujan pun mereda. Tetapi hujan masih turun rintik-rintik.

Waktu menunjukkan sekira pukul 17.30 WIB. Sebentar lagi waktu maghrib tiba. Sedangkan perjalanan ke kampung Babakan masih jauh, memerlukan waktu sekira 45 menit lagi.

Abdul berfikir, jika dirinya terus berteduh di sana pasti akan kemalaman. Oleh karena itu walaupun hujan masih rintik-rintik, Abdul memaksakan diri kembali meneruskan perjalanan.

Agar kepalanya tidak terlalu basah oleh air hujan, Abdul membuka jaket kumalnya. Jaket itu kemudian dipakaikan untuk menutupi kepalanya.

Dalam kondisi jalan yang licin nan berlumpur, Abdul terus melangkahkan kakinya. Batas perkampungan pun telah Abdul lewati.

Sekarang Abdul memasuki jalan pesawahan. Abdul berjalan di atas pematang sawah yang tidak terlalu lebar. Langkah kaki Abdul agak tersendat-sendat karena keadaan semakin gelap.

Waktu sudah hampir mendekati maghrib. Jalan pesawahan telah Abdul lalui. Sekarang Abdul memasuki jalan yang melewati perkebunan.

Abdul mempercepat langkah kakinya. Ia tak ingin kemalaman di perjalanan. Apalagi Abdul ingat malam itu adalah malam jum'at kliwon.

Ingat akan hal itu Abdul semakin mempercepat langkah kakinya. Setengah berlari Abdul berjalan. Kadang kakinya terantuk batu-batu kecil, tetapi hal itu tak dirasakannya.

Samar-samar adzan maghrib sudah terdengar dari kejauhan. Abdul terus berjalan dengan setengah berlari. Ia ingin segera melewati perkebunan dan hutan bambu.

Ternyata di perbatasan perkebunan dan hutan bambu tidak turun hujan. Tanah dan  rerumputan kering. Tak ada bekas air menempel di dedaunan.

Suasana begitu sepi. Tiba-tiba angin berhembus kencang. Pepohonan seperti menari, meliuk-liuk diterpa angin.

Abdul merasakan tengkuknya menebal dan dingin. Apalagi di depan, di samping sebuah pohon terlihat ada beberapa bayangan putih seperti sedang menari.

Jantung Abdul berdegup lebih cepat dari biasanya. Keadaan yang gelap dan dingin semakin menambah rasa takut Abdul.

Melihat beberapa bayangan putih di hadapannya, Abdul sempat berfikir untuk putar badan. Akan tetapi jika hal itu urung ia lakukan.

Abdul berfikir, kalau pun putar badan belum tentu di belakang juga aman dari bayangan putih. Mungkin saja di belakang bayangan putih justru lebih banyak.

Ingat akan hal itu Abdul memilih untuk terus melanjutkan perjalanan walaupun ada bayangan putih di depan. Secara spontan tangan Abdul meraba-raba permukaan tanah, mencari batu atau sesuatu yang bisa digunakan untuk melempar bayangan putih.

Sejurus kemudian tangan Abdul merasakan ada benda keras agak lonjong. Tangan Abdul pun dengan cepat meraih benda itu.

Tanpa pikir panjang Abdul melemparkan benda keras itu ke arah beberapa bayangan putih yang sedang menari itu. Lemparan Abdul pas, tepat mengenai sasaran.

"Kresek, gedebug ! Terdengar suara dari bayangan putih itu. Dalam ketakutan Abdul pun perlahan mendekati bayangan putih itu.

Setelah semakin dekat pandangan Abdul bisa melihat dengan jelas bayangan putih itu. Ternyata... Bayangan putih yang terkena lemparan Abdul itu adalah beberapa daun pisang tua yang sudah mengering, yang terkulai tertiup angin.  

Abdul mengusap dadanya seraya menarik nafas panjang. Abdul merasa lega karena bayangan putih itu ternyata bukan hantu.

Abdul pun bergegas melanjutkan perjalanan kembali. Abdul sekarang mulai menempuh jalan yang melintasi hutan bambu. Keadaan sudah semakin gelap.

Selang sekira 15 menit kemudian, Abdul hampir sampai di ujung jalan hutan bambu yang berbatasan dengan kampung Babakan. Kelap-kelip lampu dari beberapa rumah penduduk kampung Babakan dekat hutan bambu sudah mulai kelihatan.

Tiba-tiba jantung Abdul seperti berhenti berdetak. Hidung Abdul mencium bau aneh seperti rambut terbakar.

Abdul kemudian menoleh ke sebuah bekas rumpun bambu. Sejurus kemudian mata Abdul menangkap kepulan asap tebal keluar dari sana. Lebih dari itu, mata Abdul juga menangkap dua buah cahaya sebesar bola tennis seperti mata yang sedang menyala tajam.

Kaki Abdul seperti terpaku, diam tidak bisa digerakkan. Nafas Abdul tersengal, terasa sesak. Bulu kuduk Abdul berdiri.

Beberapa saat lamanya Abdul berdiri mematung. Dalam ketakutan ia mencoba berfikir rasional dan jernih.

Abdul berfikir, tak ada ceritanya ada orang mati oleh hantu. Oleh karena itu dirinya tidak boleh takut oleh hantu yang ada di hadapannya.

Sambil komat-kamit membaca doa, Abdul berusaha bersikap tegar. Abdul kemudian melangkahkan kaki menuju ujung jalan persis di tempat "hantu" itu berada.

Abdul semakin dekat dengan "hantu" itu. Abdul pun bertindak nekat untuk menghampiri "hantu" itu.

Dan ternyata... "Hantu" itu adalah gundukan sampah yang dibakar oleh warga, yang hampir padam. Gundukan sampah itu menyala kembali dan mengeluarkan asap tebal tatkala ada angin berhembus cukup kencang. Bara yang tertiup angin pun menyala persis bola mata.

Seperti halnya ketika Abdul berhasil mengatasi beberapa bayangan putih, kali ini pun Abdul menarik nafas panjang merasa lega. Abdul pun kemudian bisa melangkah dengan tenang melanjutkan perjalanan menuju rumahnya yang sudah tidak terlalu jauh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun