Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Pahlawan" atau "Pecundang", Tergantung Sudut Pandang

17 Mei 2020   09:04 Diperbarui: 17 Mei 2020   11:37 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Batas antara sebutan "pahlawan" dan "pecundang" sangatlah tipis. Meminjam istilah dalam salah satu bait lagu (almarhumah) Nike Ardilla ketika menyebut batas "benci" dan "cinta", mungkin hanya "setipis embun pagi". Seseorang bisa disebut "pahlawan" dalam suatu waktu oleh sebagian sebagian orang, tetapi bisa berubah menjadi "pecundang" di waktu lain oleh orang yang berbeda.

Kita tentu ingat tokoh cerita rakyat Inggris, Robin Hood. Bagi orang-orang kecil, Robin Hood adalah "pahlawan". Tetapi bagi sheriff, pejabat-pejabat korup, atau orang-orang kaya, ia adalah "pecundang".

Beberapa tokoh superhero, seperti Hulk, Spiderman, atau Batman, sempat diberi stigma buruk oleh villain mereka sebagai pecundang, yakni pembuat kerusakan bukan penumpas kejahatan. Banyak yang mempercayai propaganda dari para villain Hulk, Spiderman, atau Batman itu, bahwa mereka "pecundang" bukan "pahlawan".

Dalam sejarah dunia, banyak tokoh ternama dielu-elukan sebagai "pahlawan" tapi oleh sebagian yang lain dipandang sebagai "pecundang". Kubilai Khan misalnya. Bagi orang-orang Mongol Kubilai Khan adalah "pahlawan", tapi bagi masyarakat dunia yang pernah merasakan kebengisannya, ia adalah "pecundang".

Saddam Husein, bagi masyarakat Irak dan sebagian masyarakat Arab, ia dipandang sebagai "pahlawan". Tapi bagi Amerika Serikat dan sekutunya, juga bagi Suku Kurdi, Saddam Husein adalah "pecundang".

Begitu pula dengan tokoh-tokoh dunia lain yang pernah muncul dalam sejarah, tidak pernah bulat dipandang sebagai "pahlawan", tapi suatu waktu dipandang pula sebagai "pecundang" oleh orang lain. Sebutan "pahlawan" atau "pecundang" menjadi sesuatu yang relatif, tergantung sudut pandang.

Dalam sejarah Indonesia pun seperti itu. Banyak tokoh besar yang pernah dilahirkan bangsa ini. Mereka adalah orang-orang yang pernah berjasa pada masanya, memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini. Mereka dipandang sebagai "pahlawan", tetapi di waktu lain bisa berubah menjadi "pecundang".

Soekarno adalah tokoh besar kemerdekaan Indonesia. Perannya dalam kemerdekaan Indonesia sungguh besar dan nyata. Ia merupakan salah seorang "pahlawan" Indonesia.

Apakah semua orang "ikhlas" menyebut Soekarno sebagai seorang "pahlawan" ? Tidak. Bagi sebagian orang Soekarno adalah "pecundang" karena dianggap kurang berpihak kepada umat Islam dan bersikap "ke kiri-kirian", dianggap dekat dengan orang-orang komunis. 

Indikator hal itu menurut mereka adalah karena Soekarno terbukti telah membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi dan memenjarakan tokohnya M. Natsir dan juga memenjarakan ulama kharismatik Buya Hamka.

Pemerintahan Soekarno tidak berakhir dengan baik karena terjadi kegaduhan-kegaduhan yang dilakukan oleh orang-orang PKI. Salah seorang putera terbaik bangsa waktu itu Kolonel Soeharto tampil menjadi "pahlawan", melawan orang-orang PKI. Akhirnya Soeharto pun menjadi suksesor Soekarno menjadi presiden Indonesia selanjutnya.

Soeharto dengan rezim Orde barunya berupaya menggunakan segala cara dan skenario agar kekuasaannya bertahan selama mungkin. Soeharto terbukti bisa berkuasa sampai 32 tahun lamanya. Hingga pada tanggal 21 Mei 1998, kekuasaan Soeharto runtuh oleh kekuatan reformasi yang dimotori oleh para mahasiswa.

Soeharto saat itu berubah menjadi "pecundang". Caci maki terhadapnya berkumandang di mana-mana, termasuk di media massa. Soeharto seolah-olah orang yang tak pernah memiliki kebaikan sedikit pun bagi bangsa ini.

Tahun 1998 masyarakat berada dalam euforia pasca kejatuhan rezim Orde Baru. Kata-kata "reformasi" keluar dari mulut tiap orang tanpa tahu makna yang sebenarnya. Orang-orang  menjadi merasa bebas bicara apa saja, menghujat siapa saja.

Tokoh sentral reformasi waktu itu tiada lain Amien Rais. Ia dielu-elukan banyak orang sebagai "pahlawan" yang berani melawan rezim Orde baru. Waktu itu nama Amien Rais dibicarakan setiap orang, dalam berbagai kesempatan.

Secara hiperbolik, mungkin bisa dikatakan nama Amien Rais waktu itu disebut-sebut setiap setiap detik selama 24 jam sehari. Bahkan anak kecil pun melakukannya.

Tak bisa dipungkiri, bahwa reformasi telah memberikan kebebasan kepada rakyat Indonesia untuk melakukan apa pun selama tidak bertentangan dengan undang-undang dan norma agama. Hal yang paling kasat mata terlihat waktu itu adanya kebebasan berbicara, bahkan berlangsung sampai saat ini.

Seiring waktu berlalu, nama Amien Rais tidak menarik lagi bagi banyak orang. Bahkan tidak sedikit orang, yang kemudian menganggapnya sebagai "pecundang". Amien Rais sebagai tokoh sentral reformasi pun tidak lagi diingat dan dihargai banyak orang.

Sekarang ini pemerintahan Indonesia sedang dipegang oleh presiden Jokowi. Banyak pihak  menganggapnya sebagai tokoh yang luar biasa. Ia dianggap sebagai "pahlawan" wong cilik, karena merepresentasikan kesederhanaan.

Tetapi tidak semua pihak "sepakat" bahwa presiden Jokowi seperti itu. Bagi sebagian pihak presiden Jokowi malahan dianggap sering menerapkan kebijakan yang merugikan masyarakat. Bahkan ada yang menyebut sebagian kebijakan presiden Jokowi membahayakan negara.  

Begitulah perspektif orang tidak pernah sama. Apalagi ketika sudah berganti masa atau waktu. Percayalah, persepsi orang atau masyarakat terhadap presiden Jokowi pun di masa yang akan datang akan sangat berbeda dengan persepsi orang terhadapnya saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun