Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Presiden Memang Tidak Salah

10 Desember 2019   13:16 Diperbarui: 14 Desember 2019   07:46 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alih-alih memenuhi undangan KPK, Presiden Jokowi lebih memilih menyambangi SMKN (Sekolah Menengah Kejuruan Negeri) 57, Pasar Minggu, Jakarta Selatan untuk "memperingati" Hari Anti Korupsi di sana.

Memang tak ada yang salah dengan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi. Akan tetapi bagi saya pribadi hal tersebut agak mengagetkan. Kok bisa? 

Saya memahami presiden adalah sebuah simbol kekuatan yang memiliki kewenangan dan kebijakan untuk melakukan tindakan pemberantasan korupsi. Sementara KPK adalah lembaga "super body" pemberantasan korupsi. 

Menurut saya akan lebih elok jika presiden datang ke KPK sebagai bentuk dukungan moral kepada KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi secara maksimal. Apa urgensinya presiden datang ke SMK? Mungkin presiden punya pertimbangan lain. Dan itu hak beliau. Tapi ekspresi komunikasi politik atau gestur politik presiden seperti itu bisa dibaca orang secara negatif. 

Ketidakdatangan presiden ke KPK bisa jadi semakin memperkuat "dugaan" para pengamat selama ini bahwa memang tidak banyak yang diharapkan dari presiden dalam pemberantasan korupsi karena sampai saat ini terus mendukung UU KPK baru dengan tidak juga menerbitkan Perpu KPK.

Seperti apa yang disampaikan Bivitri Susanti misalnya. Menurut pakar hukum tata negara ini, Presiden Jokowi tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. 

Indikasi itu sudah terlihat ketika Presiden Jokowi membiarkan revisi UU KPK bergulir di DPR meskipun proses revisi itu telah dikritik habis-habisan oleh publik (kompas.com).

Bivitri Susanti menilai penjelasan Presiden Jokowi yang tidak mau menerbitkan Perpu KPK karena masih digugat ke Mahkamah Konstitusi keliru, menyesatkan, dan mengada-ada. Menurutnya presiden dapat menerbitkan perpu kapan saja (tempo.co).

Kemudian Kurnia Ramadhana, Peneliti ICW (Indonesia Corruption Watch) Kurnia memandang bahwa Presiden Joko Widodo sudah mengingkari janji kampanyenya soal menolak negara lemah dan mendukung pemberantasan korupsi. Kurnia menanggapi keputusan Presiden Jokowi yang tak akan menerbitkan Perpu KPK untuk menolak implementasi revisi UU KPK. Presiden Jokowi dinilainya sudah memberikan harapan palsu ke masyarakat luas. Kurnia juga melihat Jokowi terkesan sudah tak memandang lagi harapan masyarakat sipil yang disalurkan lewat berbagai demonstrasi mahasiswa di sejumlah daerah pada September lalu hanya dianggap angin lalu saja oleh Presiden Jokowi (kompas.com).

Sedangkan ketua umum YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) Asfinawati menyebut, dengan tidak dikeluarkan Perppu terhadap Revisi UU KPK oleh presiden merupakan sebuah lonceng masuk ke dalam Neo Orba. Hal itu menunjukkan bahwa Presiden Jokowi tidak berpihak terhadap pemberantasan korupsi (hukumonline.com).

Sementara Rocky Gerung menilai Presiden Jokowi tidak berniat serius memberantas korupsi dalam pemerintahannya.  Menurut Rocky Gerung, Jokowi hanya cari-cari alasan untuk tidak mengeluarkan Perpu dengan dalih menunggu keputusan Judicial Review di MK. Presiden kelihatan mencari alasan untuk menghindari tuntutan publik terhadap kesan bahwa presiden memihak pada potensi korupsi di dalam kekuasaannya (tribunnews.com).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun