Logika Tan Malaka, yang ia praktikkan di Sekolah Rakyatnya, menolak keras kebiasaan menghafal tanpa pemahaman, yang dianggapnya membodohkan dan menjadikan manusia mekanis. Ilmu pengetahuan harus terbentur-bentur dan terbentuk melalui dialektika antara teori dan praktik, antara pengetahuan dan realitas sosial.
Jika pendidikan hari ini hanya berorientasi pada nilai-nilai yang terpisah dari realitas kehidupan dan tidak menumbuhkan nalar kritis serta kesadaran sosial, maka pendidikan itu belum bermutu dalam arti yang sesungguhnya. Inilah yang mendasari mengapa sinergi ketiga pilar pendidikan---Guru, Murid, dan Orang Tua---menjadi krusial.
Baca juga: Kekuatan Pikiran dari Sebuah Kemungkinan
Tiga Pilar Pendidikan Bermutu
Pendidikan yang ideal tidak bisa dibebankan hanya di pundak guru atau sekolah semata. Ia adalah sebuah kerja kolektif yang memerlukan interaksi dinamis antara tiga subjek utama.
1. Guru: Sang Pendamping dan Pembentuk Nalar
Guru bukan lagi sumber tunggal pengetahuan, melainkan fasilitator dan pembimbing yang menuntun murid. Mengacu pada filosofi Tan Malaka, guru harus membentuk nalar kritis, mengembangkan potensi, dan menjadi teladan.
- Guru mendorong murid untuk bertanya, menguji kebenaran, dan tidak hanya menghafal. Guru menciptakan ruang di mana perdebatan dan analisis logis dihargai.
Guru menyadari perannya untuk membimbing dan mengembangkan potensi unik tersebut, bukan memaksakan standar seragam.
Guru mengintegrasikan pelajaran dengan kesadaran sosial, mempraktikkan ajaran bahwa ilmu itu untuk membebaskan, bukan untuk menindas.
2. Murid: Subjek Aktif dan Pembelajar Mandiri
Murid harus diposisikan sebagai subjek aktif dalam proses belajar, bukan sekadar objek pasif yang diisi. Kemerdekaan belajar adalah inti dari filosofi Tan Malaka.
- Murid memiliki kebebasan Intelektual untuk bebas memperoleh ilmu pengetahuan yang diminati, dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Mereka harus berani mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas proses belajarnya.
- Murid belajar bersosialisasi, berorganisasi, dan berempati untuk membentuk karakter yang tangguh, bertanggung jawab, dan peduli terhadap lingkungan.
- Murid harus melihat bahwa pengetahuan yang didapatkannya memiliki manfaat aksi, bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
3. Orang Tua: Rumah sebagai Laboratorium Awal
Orang tua adalah guru pertama dan utama. Mereka bertanggung jawab menciptakan lingkungan rumah yang mendukung perkembangan karakter dan nalar anak, dimana orang tua bukan hanya tentang menyediakan meja belajar, tetapi juga suasana dialogis di mana pertanyaan anak dihargai dan kritik membangun diterima.
Orang tua adalah cermin pertama bagi anak dalam mengembangkan nilai-nilai etika, moral, dan tanggung jawab sosial. Konsistensi antara ucapan dan perbuatan di rumah menjadi fondasi terkuat. Karena perbuatan berbicara lebih keras dari omongan itu sendiri.