Sebagian besar warga Ibukota pasti pernah naik angkot. Apalagi jika warga tersebut bertempat tinggal di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang/Tangsel, dan Bekasi) dan harus ke Jakarta setiap hari untuk mencari nafkah.
Saya sendiri kerap menggunakan angkot 106 jurusan Parung (Bogor)-Lebak Bulus (Jakarta Selatan). Jalanan yang dilalui angkot tersebut cukup panjang dan padat. Bahkan kemacetan arus lalu lintas di Jalan Raya Pondok Cabe, Cireundeu, seperti tak mengenal waktu.
Adapun kemacetan disebabkan karena volume jumlah kendaraan yang tak lagi sebanding dengan kondisi jalan. Banyaknya perumahan yang tumbuh di kawasan itu, termasuk Pamulang, Sawangan, Parung, hingga Bogor menyebabkan tingkat mobilitas penduduk dan kendaraan meningkat pesat.
Kemacetan diperparah dengan kian ramainya usaha pertokoan, sekolah, hingga pedagang kaki lima yang membuka usaha di pinggir jalan. Pernah terjadi stagnasi lalu lintas di kawasan itu karena ada acara pernikahan warga di pinggir jalan raya. Saat itu sebuah truk tronton hendak melintas, sementara kendaraan tamu undangan harus mencari posisi parkir
Ditambah petugas parker yang tak berpengalaman, jadi deh stagnasi lalu lintas berlangsung hingga beberapa jam. Kemacetan panjang terjadi dari depan Universitas Terbuka dan pertigaan Lebak Bulus-Cinere. Banyak kendaraan mencoba jalan alternatif, tapi hasilnya sama, karena semua orang berpikiran serupa.
Sebagian penumpang angkot terpaksa jalan kaki. Tukang ojek pun jadi laris manis. Panen penumpang.
***
Saat normal saja, menggunakan mobil pribadi bisa memakan waktu hingga satu jam dari Parung hingga Lebak Bulus. Sebaliknya menggunakan angkot lebih cepat 15 hingga 30 menit. Sebuah waktu sangat berharga untuk para pekerja kantor yang rata-rata waktu tempuh dari rumah ke tempat kerjanya antara 2 hingga 3 jam-an
Mengapa bisa begitu? Karena kondisi Jalan Raya Pondok Cabe yang panjangnya lebih dari 5 kilometer memungkinkan sopir angkot untuk melakukan “kreatifitasnya” Tepatnya, mendahului mobil di depannya baik melalui jalur kanan, terutama jalur kiri.
Hampir tak ada trotoar di sepanjang itu. Sementara saluran air pun tertutup dan dalam kondisi rusak. Jika hujan turun, Jalan Raya Pondok Cabe berubah seperti sungai karena air mengalir deras mengikuti kondisinya yang menurun menuju Lebak Bulus.
Untuk menghindari kemacetan, para sopir angkot pun memaksakan diri melalui jalur kiri. Satu dua angkot melalui jalur kanan saat kendaraan arah sebaliknya tersendat di perempatan atau pertigaan jalan yang banyak jumlahnya di Jalan Raya Pondok Cabe.