Mohon tunggu...
Wistari Gusti Ayu
Wistari Gusti Ayu Mohon Tunggu... Guru - Saya seorang guru

Guru adalah profesi yang mulia, saya bangga menjadi guru

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Membentuk Karakter Mencintai Lingkungan serta Menjaga Kelestaraian Air Melalui "Sungai Ramah Anak"

22 Agustus 2019   15:40 Diperbarui: 4 September 2019   14:55 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukad Badung. Sumber : rri.co.id

Di semua wilayah Indonesia pastilah memiliki sungai. Dari sungai yang masih bersih dan alami, sampai yang kumuh, dan tercemar pun ada. Jakarta adalah salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki sungai dengan kualitas airnya yang cukup memprihatinkan. Dilansir dari akurat.co berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup Jakarta tingkat pencemaran air sungai di Jakarta semakin meningkat.

Menurut Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Dwi Sari penyebab memburuknya kualitas air sungai di Ibu Kota, antara lain karena kerusakan yang terjadi di bagian hulu (Bogor).

Selain itu dikutip dari tempo.co warga di Kelurahan Jatipulo, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, mengeluhkan aliran Sungai Ciliwung yang hitam dan bau anyir selama musim kemarau. Di aliran sungai terbesar di Jakarta itu, sampah plastik dari berbagai merek makanan dan minuman instan juga tampak hanyut terbawa aliran airnya yang hitam pekat menyatu dengan cairan limbah. Sementara aroma bau tercium hingga radius beberapa puluh meter dari bibir sungai.

Ibu kota negara Jakarta seharusnya bisa menjadi model bagi daerah-daerah lainya di Indonesia. Ibu kota adalah objek pertama yang dilihat dari orang-orang di luar sana ketika membicarakan negara kita. Bahkan sebagian besar tamu kenegaraan akan menuju kota ini. 

Namun dengan masalah sungai dengan airnya yang tercemar akan membuat orang memberi penilaian negatif terhadap Jakarta. Jika seperti itu potret sungai bagaimana pula warga yang ditinggal di daerah memberi nilai terhadap ibu kota negara ini. Karena keadaan sungai adalah cermin dari penduduk yang tinggal di dalamnya.

Jika keadaan Sungai di Jakarta seperti itu, lain lagi di provinsi Bali. Usaha untuk menjaga sungai, agar tidak sampai tercemar sudah banyak dilakukan. Menjadikan sungai tempat belajar anak untuk mencintai lingkungan terutama kelestarian air adalah hal yang berusaha diwujudkan. Keadaan sungai yang kotor, penuh sampah dan berbau busuk, tentu tidak bisa menarik perhatian anak-anak kecil.


Menyulap sungai tercemar menjadi kembali bersih bukan perkara mudah. Untuk mewujudkan sungai bersih tidak harus dengan membuat bermacam aturan, larangan serta nasehat. Hal pertama yang dilakukan adalah aksi nyata dalam membersihkannya, yang melibatkan pemerintah maupun masyarakat sekitar. Sungai-sungai bersih pun kemudian terwujud.

Dengan memberi contoh yang baik, seperti menata sungai menjadi tempat yang asri, tidak membuang sampah ke sungai lagi, mesyarakat lambat laun akan menyadari kebersihan itu sangat penting. 

Karena sungai yang bersih adalah tempat hidup berbagai macam hewan dan tumbuhan air. Selain itu tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak di bawah pengawasan orang tua mereka. Dan yang tak kalah penting, air sungai yang bersih merupakan bahan baku air minum yang dibutuhkan oleh semua orang.

Menanamkan karakter cinta lingkungan kepada masyarakat ini pun memang sulit. Tetapi dengan melihat usaha pemerintah menjadikan sungai tercemar menjadi kembali bersih, mungkin masyarakat menjadi "tak tega" mengotori kembali sungai tersebut. Apalagi ketika sungai bersih tersebut bermanfaat bagi mereka.

Di Bali terdapat beberapa sungai yang layak disebut "Sungai edukatif", karena sungai tersebut "ramah anak" dan mengajarkan banyak nilai bagi anak-anak. 

Jika anak-anak melewatinya atau bermain disana, secara tidak langsung akan tertanam karakter cinta lingkungan dalam diri mereka. Mengajar dan mendidik anak mengenai kesadaran akan arti penting menjaga air yang dilihat dari air bersih yang melintasi sungai tersebut juga tidak perlu dilakukan dengan susah payah.

Seperti yang kita ketahui mengajar adalah proses mentransfer ilmu dengan berbagai cara agar orang lain dapat memiliki atau menguasai ilmu yang diberikan, dan mendidik tidak hanya cukup dengan hanya memberikan ilmu pengetahuan ataupun keterampilan, melainkan juga harus ditanamkan pada anak didik nilai – nilai dan norma – norma susila yang tinggi dan luhur. Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka menengah atau jangka panjang.

Dengan keadaan sungai bersih yang mereka lihat, dan budaya orang tua serta masyarakat yang menyayangi lingkungan, kita tidak perlu menggurui mereka, mereka pun tidak perlu dimarahi, atau terlalu banyak dinasehati,  namun dengan melihat sendiri lingkungan sungai yang begitu bersih akan membuat mereka sadar dan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya terhadap alam. Anak-anak akan belajar dengan melihat budaya atau kebiasaan orang tua mereka dan juga menghargai usaha pemerintah.

Seperti pepatah "Guru kencing berdiri anak kencing berlari", jadi dari pepatah tersebut kita dapat memaknai, jika ingin generasi muda kita cinta terhadap lingkungan, menjaga air agar tetap bersih mengalir mengikuti kelokan sungai menuju muara tanpa ada sampah dan limbah di dalamnya, kita harus memberi contoh yang baik agar bisa diteladani. Bukan sekedar memberi nasehat.

Sungai- sungai di Bali yang layak menjadi contoh untuk mengajar dan mendidik anak untuk menyadari menjaga lingkungan terutama air adalah, Tukad Badung. Tukad Badung mengalir di tengah kota Denpasar, dekat dengan pasar Badung dan Kumbasari, dulu dikenal dengan sungai yang kumuh. 

Dilansir dari m.bisnis.com Pemerintah Kota Denpasar menjelaskan tentang penataan Tukad Badung yang terinspirasi dari Sungai Cheonggyecheon di Seoul, Korea Selatan. Tujuan penataan yang sama agar masyarakat dapat lebih menikmati sungai yang bersih dan indah.

Tukad Badung akan terlihat lebih indah di malam hari karena banyaknya lampu menghiasi sungai tersebut. Dengan penataan yang indah dan menjadi tempat wisata, yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar, kita semua pasti tidak akan ingin mencemarinya lagi.

Berikutnya adalah Tukad Bindu yang juga merupakan sungai yang dulunya kumuh, kemudian dirancang menjadi sungai yang ramah anak. Anak-anak bisa bermain dan berenang di sungai tersebut. 

Tukad Bindu. sumber : phinemo.com
Tukad Bindu. sumber : phinemo.com
Selain itu juga terdapat Tukad Taman Pancing yang sudah lokasinya dekat dengan muara. Jika kita mendengar kata muara, pasti memikirkan tumpukan sampah, namun tidak berlaku di Tukad Taman Pancing. 

Seperti namanya, Tukad Taman Pancing, adalah tempat untuk bersantai sambil memancing. Di sisi kanan dan kiri Sungai terdapat tempat ramah anak. Dimana orang tua dapat menggelar tikar untuk bersantai bersama anak mereka sambil menunggu sang ayah memancing. Di pinggir sungai juga terdapat jogging track.

Di daerah Tabanan juga terdapat Sungai yang dijadikan tempat wisata, yang dapat dijadikan sarana edukasi anak, untuk menanamkan kecintaannya terhadap alam. Yaitu Tukad Tanah Pegat. Dilansir dari kintamani.id di sini, batu-batu kali yang ada di tengah sungai, sengaja dicat dengan warna-warni. Sampah-sampah yang dulu banyak dijumpai di tepi sungai, kini sudah tak lagi bisa dijumpai. Dengan begitu, aliran air sungai di sini juga terlihat lebih bersih dan asri.

Tukad Tanah Pegat. Sumber: kintamani.id
Tukad Tanah Pegat. Sumber: kintamani.id
Sungai-sungai di atas adalah sungai kumuh di Bali, yang kemudian diusahakan menjadi bersih dan asri, sehingga dapat menarik wistawan dan selain itu juga dapat menjadi sarana belajar bagi generasi muda agar mencintai alamnya. 

Selain itu, masih banyak pula sungai-sungai di Bali yang masih asri, yang belum tercemar sama sekali oleh sampah maupun limbah. Sungai tersebut terdapat di bagian hulu. Dengan masyarakat yang masih memegang teguh konsep yang ditanamkan leluhur mereka.

Masyarakat Bali memiliki konsep yang merupakan kearifan lokal mereka yakni "Tri Hita Karana". Konsep ini diterapkan turun-temurun menjadi sebuah budaya, dan akhirnya melekat menjadi karakter warga Bali. 

Tri Hita Karana tersebut terdiri dari tiga bagian yaitu 1) hubungan manusia dengan Tuhan dimana manusia mencintai atau menjaga keharmonisan dengan Tuhan, 2) menjaga keharmonisan dengan sesama manusia, dan 3) menjaga keharmonisan dengan alam sekitar, hewan, tumbuhan, termasuk menjaga lingkungan sungai atau perairan. Karakter tidak bisa dibentuk secara instan, ia terbentuk atas kebiasaan-kebiasaan diwariskan terjadi secara turun-temurun.

Apakah Jakarta tidak ingin melakukan hal serupa ? Air adalah kebutuhan penting bagi masyarakat. Sungai harus dijaga, dan untuk menjaganya hal terpenting adalah karakter mencintai lingkungan. Karakter tersebut harus tertanam sejak dini pada generasi muda kita. 

Dimulai dari kita sendiri, masyarakat, bahkan mungkin pemerintah, sehingga anak cucu kita mewarisi karakter yang kita miliki tanpa harus kita ajar dan didik mereka dengan cara menggurui. Mereka bisa memiliki karakter tersebut dengan meneladani kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun