"Bu...Buatin saya es teh manis ya...", saya meminta kepada ibu penjaga warung berhidung mancung. Cantik.
"Baik Neng", Jawabnya.
Sambil menunggu minuman datang, saya tawarkan minuman kemasan kepada anak-anak tersebut. Awalnya mereka menggeleng, namun Ibu pemilik warung membantu meminta mereka menerima tawaran saya. Akhirnya mereka bersedia menerima minuman yang saya tawarkan. Menurut keterangan Ibu pemilik warung, mereka datang ke Ciboleger sambil membawa duren atau madu. Setelah barang yang dibawa dibeli, biasanya mereka beristirahat, setelah itu baru mereka pulang.Â
Â
Kami menuju rumah uwaknya Aa Arif tempat kami menginap selama di Ciboleger. Setelah Sholat dzuhur dan makan siang, kami bersiap menuju Kampung wisata Baduy Luar.
 Kami kembali ke terminal,disalah satu sisi terminal, terdapat pintu masuk menuju perkampungan Baduy Luar. Ditandai dengan gapura. Setelah melewati gapura, ada jalan kecil yang diapit toko-toko dengan dagangan yang beragam. Ada toko sembako, warung nasi, atau toko sovenir, juga tempat parkir motor dan sepeda. Menurut Aa Arif, motor dan sepeda tersebut adalah kepunyaan warga suku Baduy Luar yang dititipkan. Kalau menurut adat, mereka tidak diperbolehkan memiliki benda-benda tersebut.
Setelah melewati perkampungan yang cukup ramai, kami sampai dipintu masuk. Semua pengunjung wajib melakukan registrasi dan membayar tiket.Â
Akhirnya kami bisa menjelajah perkampungan Baduy Luar. Jalan berbatu naik turun tak menyurutkan rasa penasaran untuk sampai kampung terakhir yaitu kampung Gajeboh. Di ujung kampung Gajeboh ada jembatan bambu. Setelah meniti jembatan, pengunjung biasanya akan beristirahat, menikmati suasana kampung yang damai. Lama kami berjalan hampir 40 menit. Bagi pengunjung yang akan menuju Baduy Dalam, harus melanjutkan perjalanan sekitar 4 kilo meter dengan "trek" yang lebih ekstrim.Â
Selama perjalanan meniti jalan berbatu, kami melewati beberapa kampung. Ciri khas rumahnya berupa rumah panggung yang terbuat dari kayu, berdinding anyaman bambu dan beratap rumbia. Sangat sederhana. Beberapa rumah memajang hasil tenunan dan kerajinan lainnya. Beberapa perempuan tekun membuat kain dengan alat tenun, atau memintal benang.Sementara yang laki-laki terlihat memikul duren dari hutan dan dibawa keluar kampung. Ada juga pemandangan orang yang mencari kayu bakar. Kayu bakar digunakan untuk memasak.