Dirilis pada tahun 2010, Flipped hadir sebagai film drama komedi romantis yang berhasil membekas, terutama karena pendekatannya yang lembut namun bermakna terhadap isu-isu yang sering tidak disadari dalam kehidupan sehari-hari. Disutradarai oleh Rob Reiner dan diadaptasi dari novel karya Wendelin Van Draanen, film ini menyuguhkan narasi cinta pertama dari sudut pandang dua karakter remaja yang bertolak belakang, Juli Baker dan Bryce Loski.
Salah satu kekuatan film ini terletak pada struktur narasinya yang unik, cerita diceritakan ulang dari dua perspektif berbeda, membuat penonton bisa melihat dua versi dari satu peristiwa. Ini menimbulkan efek dramatis sekaligus lucu, karena bisa menyaksikan bagaimana dua orang bisa mengalami hal yang sama namun memahami dan merasakannya secara berbeda.
Perbedaan sudut pandang narasi  antara Juli dan Bryce, tidak hanya memberi warna dalam penceritaan, tetapi juga membuka ruang pemahaman tentang bagaimana masing-masing karakter menghadapi perasaan dan konflik mereka. Sebuah pendekatan yang membuat penonton tidak hanya tersenyum nostalgia, tetapi juga merenungkan kembali pengalaman dan ekspektasi masa muda.
Juli yang ceria dan penuh semangat sering kali mengartikan interaksi dengan Bryce sebagai sesuatu yang berarti, sementara Bryce justru merasa bingung, canggung, bahkan menjauh. Narasi seperti ini mengajak penonton untuk mengingat kembali masa remaja mereka yang penuh salah paham dan harapan semu, sebuah fase yang tampak ringan namun bisa sangat menentukan pembentukan karakter seseorang. Namun, di balik kisah cinta monyet yang manis, film ini juga menyoroti isu penting tentang ketimpangan gender yang membentuk dan membatasi perkembangan emosional remaja.
Ketimpangan Gender dalam Tumbuh Kembang Emosional
Meski terasa manis di permukaan, Flipped dengan cerdas menyelipkan kritik sosial mengenai bagaimana konstruksi gender membentuk cara anak-anak laki-laki dan perempuan menghadapi perasaan mereka. Bryce, misalnya, tumbuh dalam keluarga yang kaku dan menekankan citra laki-laki yang harus tenang, tangguh, dan tidak banyak bicara soal emosi. Ia jadi sosok yang pasif, sering kali kehilangan keberanian untuk jujur bahkan pada dirinya sendiri.
Sebaliknya, Juli dibesarkan dalam lingkungan yang mendukung keberanian dan ekspresi. Ia berani menyatakan perasaan, mempertahankan pendapat, dan tidak takut dianggap berbeda. Keberanian Juli membuatnya tampak ‘aneh’ di mata lingkungan sosial, tetapi di situlah letak kekuatannya, sebuah refleksi dari bagaimana perempuan sering kali harus ‘membuktikan diri’ dulu untuk bisa dihargai.
Flipped Sebagai Kritik Lembut Terhadap Patriarki
Kritik terhadap patriarki dalam Flipped disampaikan dengan sangat halus dan penuh nuansa. Kita melihat bagaimana anak laki-laki seperti Bryce dibentuk untuk memendam emosi, dan bagaimana tekanan sosial membuatnya lebih takut terhadap penilaian orang lain ketimbang jujur pada dirinya sendiri. Ini adalah bentuk toxic masculinity yang kerap tak disadari dan sering kali baru terasa dampaknya saat dewasa.
Sementara itu, karakter Juli menunjukkan pentingnya keberanian untuk menjadi berbeda dan jujur pada diri sendiri. Ia adalah lambang feminisme muda yang tumbuh dari kesadaran, bukan pemberontakan. Film ini mengingatkan kita bahwa laki-laki pun perlu ruang untuk merasa dan menangis, dan perempuan tak harus menjadi ‘lembut’ untuk diterima. Karena pada akhirnya, keduanya sama-sama manusia yang berhak untuk utuh.