Aristoteles berpendapat bahwa dalam sistem perbudakan, semua pihak mendapatkan keuntungan. Sang Tuan akan memperoleh tenaga kuat dan murah. Sementara sang budak akan memperoleh penghidupan. Tidak ada yang dirugikan, karena semua mendapatkan apa yang dibutuhkan ?!
Namun, di negeri ini, masih banyak orang yang hidup dalam situasi yang lebih parah dari perbudakan. Pendapatan yang mereka terima tidak cukup untuk hidup sehari-hari. Mereka bekerja keras dengan upah yang amat tidak manusiawi. Mungkin menurut Aristoteles kita perlu menganut sistem perbudakan, supaya orang-orang yang hidup dalam kemiskinan ini, walaupun tak dibayar, tetap dapat hidup dalam tanggungannya tuannya ?!!
Perbudakan bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi jugab soal martabat manusia yang memiliki kebebasan. Walaupun secara ekonomi tampak menguntungkan, namun sistem perbudakan menyangkal status kemanusiaan tiap orang, karena mereka direndahkan semata menjadi harta benda atau 'faktor produksi' yang bisa dimiliki dan diperjual-belikan.
Menurut Setyo Wibowo, Dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, yang dengan berani menyatakan, bahwa Amerika Serikat menjadi demokrasi dengan terlebih dahulu menjadikan seluruh dunia sebagai budaknya. Itulah kiranya yang terjadi sekarang ini. Dengan pengaruh kuasa dan hegemoninya, Amerika Serikat memperbudak seluruh dunia.
Secara legal, memang perbudakan telah dilarang. Namun faktanya semua itu berlangsung di depan mata kita. Jika kita tak melihatnya mungkin ada sesuatu yang telah membuat mata kita buta !!? Memang, prakteknya tidak disebut sebagai suatu perbudakan, namun secara langsung mengandung unsur-unsur perbudakan di dalamnya. Simak saja nasib para TKI, buruh tani, buruh pabrik, buruh bangunan dan buruh-buruh lainnya. Apakah mereka sungguh telah keluar dari sistem 'perbudakan' ?
Ketika kita menyangkal masih adanya perbudakan di era sekarang, maka  hal ini merupakan bentuk kemunafikan. Kita semua tahu tetapi tak berani mengungkapkannya, karena takut dipecat, takut dikucilkan, dan takut-takut lainnya. Di dalam masyarakat kita tidak jauh berbeda. Bahkan kita mungkin menjadi salah satu pelaku praktek perbudakan di tempat hidup ataupun kerja kita. Kita tahu namun menolak untuk menyatakannya. Kita terus hidup dalam penjara-penjara kemunafikan.
Pada akhirnya, mari kita buka mata hati kita seluas-luasnya, dan lihatlah dunia di sekitar kita. Apakah masih ada pola-pola perbudakan yang tersisa !? Jika ya nyatakanlah dengan tegas, dan perangilah secara beradab. Hanya dengan begitu kita bisa keluar dari penjara kemunafikan, dan kita mulai menciptakan keadilan, minimal mulai dari diri kita sendiri !?? Wallahu A'lamu Bishshawwab.
 Bekasi, 13 September 2018.