Depok, Juli 2020
Komnas Perempuan sayangkan sikap DPR yang menggeser RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 ke tahun 2021.
Langkah ini menandakan bahwa DPR tidak memberi perhatian pada kasus kekerasan seksual beserta korbannya. Apalagi, penundaan pembahasan RUU ini tidak hanya terjadi sekali, tetapi berulang kali.
Hal tersebut diungkapkan Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin "Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut."
Mariana mengungkap bahwa angka kekerasan seksual terus meningkat setiap tahun. Dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792 persen. Sepanjang tahun 2019, dilaporkan bahwa terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Mariana berkata, Â belakangan, kekerasan seksual marak terjadi di lingkungan keluarga. Menunda pembahasan RUU PKS akan berakibat semakin banyaknya korban.
Mariana menyebut bahwa kasus kekerasan seksual selama ini ditangani menggunakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Padahal, KUHP tidak cukup mengakomodir seluruh kasus kekerasan seksual.
"Tanpa RUU itu lembaga layanan yang menangani korban itu jadi terhambat, baik dalam proses pendampingan, pemulihan maupun prnanganan hukumnya," kata Mariana.
Komnas Perempuan menagih janji DPR untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyatakan bahwa RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) tidak dihapus begitu saja dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Marwan berkata  "Bukan menghapus, tapi menggeser di 2021 supaya beban DPR itu tidak banyak dan tetap terbahas."