Wacana pemisahan Pilkada dari pemilu nasional muncul sebagai respons terhadap berbagai tantangan yang timbul dari sistem pemilu serentak saat ini.Â
Memahami nilai plus dan minusnya penting untuk mengkaji kelayakan kebijakan ini.
Nilai Positif (+)
Pilkada yang Lebih Substantif.Â
Dengan pemilu daerah yang terpisah, perhatian publik dan kandidat bisa sepenuhnya tertuju pada isu-isu lokal dan kebutuhan spesifik masyarakat di daerah masing-masing.Â
Ini memungkinkan kampanye yang lebih mendalam tentang program pembangunan daerah, infrastruktur, layanan publik, dan kebijakan yang benar-benar relevan dengan konstituen lokal, bukan lagi didominasi oleh narasi atau figur nasional.
Akuntabilitas Kepala Daerah Meningkat.Â
Pemilih dapat lebih jeli menilai rekam jejak dan kapasitas calon kepala daerah tanpa terdistraksi oleh euforia politik nasional, sehingga potensi terpilihnya pemimpin yang lebih sesuai dengan aspirasi daerah meningkat.
Beban Kerja Penyelenggara Berkurang.
KPU dan Bawaslu tidak akan lagi menghadapi beban kerja yang luar biasa berat dan kompleks seperti saat pemilu serentak lima kotak suara. Ini dapat mengurangi potensi kesalahan administrasi, kelelahan petugas, dan masalah logistik yang sering terjadi.
Pengawasan Lebih Optimal.
Dengan fokus pada satu jenis pemilu, Bawaslu dapat melakukan pengawasan dengan lebih intensif dan efektif, meminimalisir pelanggaran pemilu seperti politik uang atau praktik kecurangan lainnya.
Partai Fokus pada Kader Daerah.Â
Partai politik akan terdorong untuk lebih serius dalam mempersiapkan dan mempromosikan kader-kader terbaik di daerah, bukan sekadar menumpang popularitas tokoh nasional. Ini bisa memicu regenerasi kepemimpinan lokal yang lebih berkualitas dan mandiri.
Pendidikan Politik Lebih Terarah.Â
Masyarakat bisa lebih memahami pentingnya memilih pemimpin lokal yang sesuai dengan kebutuhan daerah mereka, bukan hanya berdasarkan afiliasi partai atau sosok populer semata.
Menghindari Efek Ekor Jas.
Pilkada yang terpisah cenderung mengurangi "efek ekor jas" (coattail effect) dari Pilpres atau Pileg.Â
Artinya, pemilih akan cenderung memilih kepala daerah berdasarkan kompetensi dan programnya, bukan karena ia berasal dari partai pemenang pemilu nasional atau berafiliasi dengan tokoh presiden.
Ini bisa mengurangi polarisasi ideologis di tingkat lokal yang seringkali tidak relevan dengan masalah daerah.
Nilai Negatif (-)Â
Anggaran Berlipat Ganda.
Penyelenggaraan pemilu secara terpisah berarti membutuhkan dua kali alokasi anggaran yang signifikan, baik dari APBN maupun APBD.Â
Ini akan menjadi beban fiskal yang jauh lebih besar dibandingkan pemilu serentak, yang berpotensi mengurangi anggaran untuk sektor pembangunan lain seperti pendidikan atau kesehatan.
Keberlanjutan Iklim Politik yang Panas dan Kejenuhan Pemilih.Â
"Musim Pemilu" Berkelanjutan. Indonesia bisa terus-menerus berada dalam suasana pemilu dan kampanye. Ini dapat menimbulkan kejenuhan politik di kalangan masyarakat, yang pada gilirannya bisa menurunkan partisipasi pemilih dalam salah satu atau kedua jenis pemilu tersebut.Â
Gangguan Stabilitas.
Frekuensi kontestasi politik yang tinggi berisiko menguras energi nasional dan daerah, menghambat fokus pada program kerja pemerintah, dan menciptakan ketidakpastian bagi investor serta stabilitas sosial.Â
Kompleksitas Regulasi dan Amandemen Konstitusi.Â
Pemisahan pemilu bukan hal yang mudah. Ini membutuhkan perubahan besar pada Undang-Undang Pemilu, dan bahkan mungkin amandemen Undang-Undang Dasar 1945.Â
Proses legislasi ini panjang, rumit, dan memerlukan konsensus politik yang kuat antarpartai.
Risiko Politik Uang dan Praktik Tidak Sehat yang Tetap Ada.Â
Meskipun pengawasan bisa lebih fokus, pemisahan pemilu tidak secara otomatis menghilangkan praktik politik uang atau jual beli suara. Justru, bisa jadi ada lebih banyak "jendela" bagi praktik-praktik ilegal ini karena frekuensi pemilu yang meningkat.Â
Tantangan Koordinasi dan Kesinambungan Program.Â
Pemisahan Pilkada bisa menimbulkan tantangan baru dalam hal sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, terutama jika kepala daerah dan presiden berasal dari koalisi politik yang berbeda.Â
Namun, ini juga bisa menjadi nilai positif jika mendorong dialog yang lebih konstruktif antarlembaga.
Secara keseluruhan, wacana pemisahan pemilu lokal dan nasional menawarkan potensi perbaikan dalam kualitas demokrasi dan efisiensi penyelenggaraan pemilu, terutama dalam hal fokus pada isu-isu daerah.Â
Namun, ia juga membawa tantangan signifikan, terutama terkait biaya, potensi kejenuhan politik, dan kompleksitas regulasi.
Sebagai pengamat, saya menekankan pentingnya kajian yang komprehensif dan mendalam dari berbagai sudut pandang sebelum keputusan final diambil.Â
Bagaimana menurut Anda, mana di antara nilai positif atau negatif ini yang paling urgen untuk dipertimbangkan dalam konteks Indonesia saat ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI