Mohon tunggu...
Ekky Widiyanto
Ekky Widiyanto Mohon Tunggu... Relawan - Penulis

Bukan seorang pengamat prefesional, hanya seseorang yang peduli akan kemajuan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prabowo Tidak Butuh Media?

3 Januari 2019   09:36 Diperbarui: 3 Januari 2019   09:41 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam menghadapi tahun politik media khususnya televisi sangat diperlukan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang visi dan misi program pasangan calon dalam rangka meningkatkan popularitas dan elektabilitas calon tertentu.

Melalui televisi, diyakini memberikan informasi kepada masyarakat secara audio visual sehingga dengan banyaknya stasiun TV milik swasta maka kesempatan untuk meraih popularitas itu semakin terbuka lebar. Perlu diketahui bahwa, beberapa stasiun televisi swasta di Indonesia dimilki oleh para pengusaha yang merangkap juga sebagai politisi.

Para pengusaha - politisi yang memiliki stasiun televisi itu antara lain Metro TV dengan Surya Palohnya, MNC group dengan Hary Tanoe, TV One, Anteve dengan Aburizal Bakrie. Dua di antara ketiga tokoh ini sampai sekarang ini masih menjabat Ketua Umum Partai Politik. Surya Paloh pada Nasdem dan Harry Tanoe pada Perindo, sedangkan Abu Rizal Bakrie pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar.

Hal-hal seperti ini sebenarnya belum sepenuhnya diatur dalam  Perundang-undangan namun yang dikhawatirkan adalah munculnya politik praktis yang menyebabkan  rendahnya keobyektifan media dalam melihat suatu masalah, karena kebanyakan pemberitaan stasiun televisi tesebut juga sangat intens memberitakan hal hal yang berkaitan dengan preferensi politik yang dianut oleh pemiliknya.

Bahkan stasiun televisi itu juga sering terlihat menjadi media partai. Namun, masih banyak media yang diangap netral seperti Kompas, group Trans (Chairul Tanjung), Net TV, RTV, Berita Satu dan TVRI.

Begitu juga halnya menjelang Pilpres 2019, stasiun televisi ikut juga ambil peran untuk mengkampanyekan calon yang diunggulkan oleh pemilik masing masing stasiun televisi. Baru-baru ini, Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo -Sandi menilai Metro TV yang dimiliki Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem tidak proporsional dalam pemberitaannya.

Sehingga BPN Prabowo - Sandi memboikot sementara perusahaan televisi swasta, Metro TV.  Tindakan ini disampaikan oleh Ferdinand Hutahaean, anggota BPN Kubu Prabowo --Sandi pada Sabtu malam, 3 November 2018.

Selanjutnya politisi Demokrat itu menyatakan bahwa aksi boikot itu dilakukan hingga waktu yang tidak ditentukan serta selama aksi boikot dilakukan, kubu Prabowo tak bakal melayani agenda wawancara atau bincang bincang eksklusif Metro TV. 

Ferdinand juga menegaskan Prabowo juga tak akan bertandang ke acara debat yang bakal ditayangkan televisi milik Surya Paloh itu.

Terlepas dari aksi boikot yang dilakukan, menurut saya tindakan yang dilakukan BPN kurang bijaksana dan terkesan ceroboh karena sesungguhnya kaitan antara stasiun televisi dengan dunia perpolitikan di negara ini sangat luas dan berkesinambungan.

Dengan dilakukannya aksi boikot Metro TV oleh BPN, bukan memperbaik keadaan namun semakin memperparah keadaan. Karena, secara tidak langsung memberikan kesempatan kepada Metro TV untuk hanya menyajikan visi dan misi Capres 01 secara satu arah kepada masyarakat dan menimbulkan informasi yang tidak berimbang diantara kedua calon.

Selain itu, media TV  juga berkesempatan untuk menunjukkan ide atau konsep yang dimiliki kedua kubu kepada masyarakat, terlepas sependek apapun waktu yang diberi. Namun, dengan adanya pemboikotan oleh BPN membuat tim Prabowo mundur dan terkesan menutup diri disaat masyarakat ingin membandingkan visi dan misi antara kedua calon.

Hal ini menunjukkan bahwa BPN selaku timses Prabowo tidak dewasa dalam melihat permasalahan dan terlalu mementingkan nafsu dan ego sektoral sehingga merugikan diri sendiri. Padahal masih ada jalur hukum yang bisa ditempuh oleh BPN apabila timses Prabowo menilai terdapat pihak yang tidak independen dan bahkan mengarah terhadap fitnah sehingga menggiring opini publik yang merugikan mereka sesuai dengan  UU Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang tataran ideal media penyiaran haruslah independen dan tidak memihak.

Pasal 36 Undang Undang Penyiaran memberi isyarat untuk itu. Pada ayat (4) dinyatakan Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tentu.

Selain itu, Belum diperoleh informasi yang lebih jelas apakah aksi boikot BPN Prabowo - Sandi karena Metro TV dianggap telah mengabaikan netralitasnya sebagaimana dinyatakan oleh UU Penyiaran atau karena BPN menilai dalam pemberitaannya selama ini TV milik Surya Paloh itu berat sebelah lebih condong memberitakan kegiatan pada pasangan 01.

Namun, yang terpenting jangan boikot medianya. Gunakan seoptimal mungkin untuk menyajikan yang terbaik.  Semua media perlu dirangkul untuk sistem demokrasi yang lebih baik di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun