Mohon tunggu...
W. Bintang
W. Bintang Mohon Tunggu... Variety Writer

Penulis lepas, memberikan perspektif atas apa yang sedang ramai dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Bagi Muslim yang Khawatir terhadap Halal-Haram Vaksin: Ada Banyak Alasan Religius untuk Tetap Vaksinasi

25 Maret 2021   14:26 Diperbarui: 25 Maret 2021   17:27 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vaksin tersandung halal - haram selagi dunia berpacu dengan waktu (Gerd Altmann/Pixabay)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan bahwa vaksin COVID-19 dari AstraZeneca haram, namun dapat digunakan untuk sementara waktu dikarenakan ketiadaan alternatif.

Jika perdebatan vaksin halal atau haram menjadi isu yang sering muncul di Indonesia, bagaimana kemudian umat Islam di negara lain melihat halal -- haram dari vaksin tersebut? 

Sadakat Kadri lewat publikasi The Guardian memberikan pertimbangan atas vaksin ditinjau dari sudut pandang umat Muslim di berbagai penjuru dunia.

Anda dapat membaca tulisan penuhnya di sini.
Selain itu, fakta terkait vaksin AstraZeneca yang telah masuk di Indonesia ada di sini: "Amankah Vaksin AstraZeneca? Fakta Bagian Kedua"

Seiring dengan percepatan program vaksinasi Covid-19 di Inggris, optimisme tentang keefektifannya telah meningkat.

Menurut Kantor Statistik Nasional pada rilis bulan Februari 2021, sembilan dari 10 orang ingin mendapatkan suntikan vaksin, naik dari 78% pada Desember 2020 lalu. Tetapi ada disparitas jika menilik perbedaan identitas.

Royal College of General Practitioners melaporkan bahwa antusiasme akan vaksinasi dalam komunitas Asia dan kulit hitam turun antara dua pertiga setengah, dan - seperti yang diakui banyak imam - kecurigaan terhadap vaksin sangat tinggi di kalangan Muslim.

Mengapa? Perhatian umat Islam menyoroti bahwa vaksin mengandung babi.

Keyakinan ini tidak dibuat - buat. Gelatin yang berasal dari babi dan dimurnikan secara kimiawi berguna untuk menstabilkan bahan aktif banyak obat. Produsen telah mengupayakan pengganti gelatin di luar babi, tetapi produk turunan dari hewan ini masih umum digunakan dalam larutan injeksi.

Hal itu membuat Muslim terkadang khawatir bahwa vaksin bisa jadi haram dan dilarang digunakan. Sebagai contoh, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam vaksinasi untuk meningitis pada tahun 2008 (yang, cukup kontraproduktif, mendiskualifikasi ribuan Muslim yang tidak bisa berangkat haji karena tidak mengambil vaksinasi tersebut).

Di Pakistan utara, Somalia, dan Nigeria, rumor palsu tentang vaksin polio tidak hanya membahayakan kesehatan anak-anak; rumah sakit telah dibakar dan dokter telah dibunuh.

Ketakutan atas obat-obatan yang dapat menyelamatkan jiwa adalah hal ironis - paling tidak, karena dokter Arab seperti Ibn Sina pernah membuat budaya Islam identik dengan kemajuan ilmiah - tetapi untungnya, oposisi yang keras terbatas pada kaum konservatif yang sangat berhati-hati dan ekstremis yang sembrono.

Ada lebih banyak dukungan untuk memvaksinasi anak-anak di Asia Selatan dan Afrika Utara daripada di Eropa (angka di Prancis paling rendah dari semuanya), dan sentimen anti-vax secara konsisten tercatat di dua negara mayoritas Muslim: Indonesia dan Nigeria.

Sementara itu, sebagian besar sarjana syariah mengizinkan penggunaan bahan-bahan haram dengan menggunakan konsep yang dikenal sebagai "transformasi" (istihala) - intinya, pengakuan bahwa segala sesuatu bisa berubah -- suatu konsep yang muncul 1.200 tahun yang lalu ketika pengharaman atas anggur tidak membuat cuka sebagai bahan masakan ikut diharamkan.

Para ahli hukum juga telah mengingatkan umat Islam bahwa kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat menjadi prioritas dalam keadaan darurat, dan menekankan lima tujuan hukum Islam (maqasid al-syariah) - yang mencakup pelestarian kehidupan.


Tradisi ini menginspirasi para mufti di Moskow untuk menyatakan minggu lalu bahwa meskipun para ilmuwan telah menggunakan gelatin dalam vaksin Sputnik Rusia (dugaan yang telah dianulir oleh produsen vaksin tersebut), inokulasi tetap diizinkan.

Meskipun produsen vaksin China tidak menjelaskan secara detil isi dari produk mereka, Majelis Ulama Indonesia menyebut Sinovac "suci dan halal", sementara para sarjana di Uni Emirat Arab dan Mesir mendukung penggunaan Sinopharm yang nilai pentingnya bagi nyawa manusia menganulir masalah halal - haram.

Dukungan secara syariah juga mulus terhadap vaksin Pfizer / BioNTech, Moderna dan Oxford / AstraZeneca di Inggris. Ketiga produsen tersebut mengatakan bahwa mereka tidak mengandung turunan hewan, dan cap persetujuan atas pernyataan tersebut didukung oleh Asosiasi Medis Islam Inggris, Majelis Ahli Hukum Muslim Amerika dan mufti agung Arab Saudi.

Persetujuan ini membantu para imam meredakan kekhawatiran komunitas, dan mendorong syekh untuk disuntik selagi disiarkan langsung televisi. Tetapi poin-poin penting dari yurisprudensi Islam juga mengalihkan perhatian dari gambaran yang lebih besar.

Selain motif halal -- haram, ada juga perdebatan yang muncul atas vaksin yang sifatnya politis. Pemimpin tertinggi Iran misalnya telah melarang impor vaksin dari AS dan Inggris, terlepas dari bahan-bahannya, hanya karena dia tidak mempercayai kedua negara.

Pensiunan grand mufti Mesir, Ali Gomaa, tidak khawatir tentang gelatin, tetapi dia menyarankan di acara TV-nya bahwa Covid-19 mungkin merupakan senjata biologis yang terkait dengan teknologi 5G dan 100.000 satelit yang mengorbit.

Atas nama "anti-Zionisme", orang-orang mengulangi cercaan yang lazim bahwa orang Yahudi menyebarkan penyakit, sementara seorang pembuat petisi ke pengadilan tinggi Pakistan menuduh bahwa Muslim disuntik tidak hanya dengan DNA babi dan simpanse, tetapi juga microchip yang dapat dilacak.

Skeptisisme politik mewabah di dunia Muslim dan berdampak kepada upaya vaksinasi.

Setidaknya satu teori konspirasi yang melibatkan vaksinasi Muslim memang nyata: operasi tahun 2011 untuk mencari dan membunuh Osama bin Laden di Abbottabad dimulai dengan operasi pengumpulan intelijen CIA yang disamarkan sebagai upaya penyuntikan. Tapi bukan kebetulan bahwa plot tersebut sekarang dihembuskan sama kuat dengan fantasi yang diasosiasikan dengan kultus sekuler seperti QAnon.

Jaringan komunikasi global memungkinkan orang-orang yang gelisah di mana pun untuk berbagi ide yang biasanya mereka anggap paranoid atau konyol. Penolakan vaksin menggambarkan tantangan krusial yang ditimbulkan oleh pandemi ini: meski COVID-19 menghadirkan ancaman universal, kecurigaan mengaburkan upaya bersama untuk lepas darinya.

Padahal, keberadaan vaksin adalah hasil dari kolaborasi multikultural. Perawatan eksperimental yang memuncak pada inokulasi pertama Edward Jenner pada tahun 1796 tumbuh dari pencegahan cacar yang dipelajari dari kekaisaran Ottoman dan China.

Manfaat medis multikulturalisme tidak hanya bersifat historis. Pasangan yang mensintesis vaksin Pfizer / BioNTech keduanya adalah warga Jerman dengan identitas Muslim Turki.

Bukan hal bijaksana menentang vaksinasi sembari membawa identitas Muslim. Terlalu banyak orang yang tertular penyakit karena kekurangan imunisasi sudah tinggal di negara bagian yang mayoritas Muslim, dan meskipun Covid-19 tidak memiliki agama, COVID-19 semakin berat efeknya ditinjau berdasarkan ras.

Penelitian telah membuktikan dengan jelas bahwa orang kulit hitam dan Asia terinfeksi dan dirawat di rumah sakit secara tidak proporsional, dan statistik kematian menunjukkan bahwa mereka lebih mungkin meninggal. Seperti yang sering dikatakan oleh para sarjana syariah, vaksinasi bukan hanya pilihan yang diizinkan bagi umat Islam.

Baca juga: "Akankah Vaksin Menjadi Fase Penutup Serial Drama Pandemi?" oleh Mahir Martin

Vaksinasi membantu melindungi orang lain, sebuah upaya yang bagi Umat Islam disebut fard kifaya - kewajiban kolektif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun