Mohon tunggu...
Wiliams Flavian Pita Roja
Wiliams Flavian Pita Roja Mohon Tunggu... Bachelor of Philosophy

Sarjana Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, Sulawesi Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Penggerak Abadi menurut Aristoteles

25 November 2017   20:31 Diperbarui: 25 November 2017   20:41 4626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di sinilah menjadi semakin jelas perbedaan antara Aristoteles dan gurunya, Plato. Teorinya mengenai hile morfisme dapat dipandang sebagai salah satu kritik terhadap teori Plato dengan dualisme platnoisnya. Meskipun Aristoteles membedakan antara materi dan bentuk, namun dia tidak memikirkan dua unsur itu secara terpisah. Materi tidak dapat ditemukan terpisah dari bentuk, ataupun sebaliknya tanpa materi. Dengan kata lain, tidak ada materi tanpa bentuk, dan tidak ada bentuk tanpa materi. 

Obyek riil dalam alam disebut sebagai substansi selalu merupakan kesatuan materi dan bentuk. Aristoteles mengkritik teori Plato yang memisahkan secara Tajam antara dunia material dan dunia ide atau fora sebagai hakikat khusus. Forma dilihat sebagai realitas yang riil, sedangkan materi hanyalah bayangan dari forma. Jadi segitiga yang memiliki banyak bentuk ukuran, merupakan turunan dari suatu forma "segitiga". Maka dunia indrawi adalah The Many(majemuk), dam formaitu tunggal, The One. 

Ajaran ini amat ditekankan oleh Plato. Tapi sebaliknya, menurut Aristoteles ajaran Plato tidak banyak manfaatnya. Ia justru menawarkan teori hilemorfesinhya. Ada dua konsep yang tak terpisahkan, berbeda jauh dengan apa yang pikirkan oleh Plato. Teori ini justru berdampak pada penjelesannya tentang perubahan yang selalu mengalami tiga situasi: keadaan dulu, keadaan sekarang dan subtratumatau materi yang tetap menerima bentuk baru. 

Dalam rangka penjelesan tentang perubahan maka muncul teori empat penyebab oleh Aristoteles.[3] Jadi karena teori seperti ini maka menjadi jelas bahwa Aristoteles menentang teori Plato yang sama sekali tidak membantu kita untuk memahami atau memiliki pengetahuan yang sejati tentang realitas.

  •  Proses Perubahan: Empat "Penyebab"

Jika dilihat sesuai dengan terminologi modern, kata "penyebab" atau causa sebenarnya merujuk pas hukum sebab-akibat (misalnya, A menyebabkan B); tetapi untuk Aristoteles "penyebab" di sini berarti "penjelasan". Artinya, empat penyebab ini menjawab pertanyaan tentang bagaimana sesuatu berubah menjadi sesuatu yang lain. Akan sangat jelas dalam contoh ini:

  • Sebuah patung (Penyebab formal)
  • Dibuat dari bahan kayu (Penyebab material)
  • Oleh pemahat (Penyebab efisien)
  • Dengan tujuan dekorasi (Penyebab final).

Jadi, penyebab formal yang menentukan apa sesuatu itu; penyebab material, yaitu bahan atau materi yang darinya sesuatu dibuat; penyebab efisien, yaitu pelaku yang menyebabkan perubahan; dan akhirnya penyebab final, yaitu tujuan perubahan. Jika diperhatikan dengan baik proses ini, Aristoteles memandang kehidupan dengan mata seorang ahli biologi. Bagi dia, alam itu hidup. Segala sesuatu berada dalam gerak, yaitu dalam proses menjadi dan kemudian mati. 

Sebuah proses reproduksi merupakan sebuah contoh yang menjelaskan bagaimana sesuatu yang hidup berubah dan menjadi yang lain. Teori ini menjelaskan dengan baik bahwa materi tidak pernah terlepas dari bentuk. Sehingga sebuah proses perubahan adalah peralihan dari sesuatu yang sudah terdiri dari bentuk dan materi kepada sesuatu yang baru yang juga terdiri dari bentuk dan materi. [4]

  •  Potensilaitas dan Aktualitas

Sebelum tiba pada pemahaman tentang penggerak pertama, maka potensialitas dan aktualitas terlebih dahulu harus dimengerti. Sekali lagi, bagi Aristoteles, segala sesuatu mengandung kemungkinan untuk berubah menjadi sesuatu yang lain, termasuk manusia. Pandangan bahwa segala sesuatu mengandung tujuan pada dirinya, mau mengantar Aristoteles pada pembedaan antara pontesialitas dan aktualitas. 

Potensialtias berati apa yang belum berkembang dan belum mencapai kepenuhannya, sedangkan aktualitas berarti apa yang telah mencapai tahap perkembangan diri secara penuh. Potensialitas sendiri selalu terkandung dalam aktualitas tertentu dan berubah menjadi aktualitas tertentu yang baru. Misalnya pada contoh patung tadi, dimana kayu adalah sebuah aktualitas yang sebenarnya punya potensi untuk menjadi aktualitas yang baru, yakni patung.

  •  Penggerak Pertama

Bertens, dalam bukunya Sejarah Filsafat Yunani yang ditulisnya, menjelaskan Allah sebagai penggerak pertama. Tapi ini adalah rujukan ia beliau ambil langsung dari karya Aristoteles dalam Metaphysica, buku XII. Dalam buku tersebut juga diakui sebagai gerak abadi yang terdapat di dunia. Bagi Aristoteles, gerak alam jagat raya tidak mempunyai awal ataupun akhir. Sebab, sesuatu yang bergerak, digerakkan oleh sesuatu yang lain. Tetapi ada satu penggerak yang menyebabkan segala sesuatu bergerak tapi ia sendiri tidak digerakkan. 

Maka, penggerak pertama bersifat abadi, dan begitu juga gerak yang disebabkan oleh penggerak tersebut. Penggerak ini rupanya terlepas dari materi, karena segalanya yang mempunyai materi, mempunyai juga potensi untuk bergerak. Allah sebagai penggereak pertama tidak mempunyai potensi apapun juga. Allah harus dianggap sebagai Aktus Murni, yakni ia yang mengada secara murni, tanpa potensialitas menjadi yang lain. Lantas bagaimana hal ini dapat dijelaskan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun