Etik adalah kompas insan yang menunjukkan suatu kebenaran, meskipun tidak ada mata yang memperhatikan.
Tulisan ini murni diskusi  penulis dengan karibnya ketika perkuliahan berlangsung, sekaligus refleksi ilmiah ketika nantinya bekerja di lembaga formal atau perusahaan tertentu mengenai tata prilaku dan hal hal yang menjadi dasar dan landasan untuk bersikap.
Etika atau dalam dunia profesi di sebut kode etik itu adalah beban yang diterima seseorang untuk mendisiplinkan dirinya sebagai landasan tingkah laku sehari-hari baik di tempat kerja maupun di masyarakat.
Tujuan utama kode etik bukan semata mata dalam aspek pengakuan atau legalitas saja, tetapi menuntut pada nilai nilai moral dan etika yang berlandaskan pada asas asas kebaikan yang bersifat universal. Hal tersebut mendorong sifat profesional dan bermartabat. Bahkan yang tidak secara spesifik pun di atur oleh hukum. Sehingga dengan adanya kode etik ini bisa mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan publik, mewujudkan lingkungan kerja yang sehat, dan juga memunculkan rasa profesional dalam bertindak.
Lantas mengapa pejabat pejabat, pemangku kebijakan dan orang orang di suatu lembaga pada saat ini tidak mengindahkan etik dalam menjalankan kewajibannya ? bahkan menjadi contoh yang buruk bagi bawahan maupun teman temannya dalam hal sikap ? Dan masih mengutamakan kepentingan personal serta kepentingan pengusung dalam menetapkan keputusan dan kebijakannya ?
Tentu ini menjadi PR serius bagi kita semua dalam hal memilih calon yang memang benar benar pantas untuk di jadikan pemimpin dan pemangku kebijakan. Bukan cuma tergiur oleh obrolan manis di awal sehingga mudah terbawa arus dan keadaan. SDM yang unggul pun harus dilestarikan sehingga bisa berpikir jernih dengan mempertimbangkan bahwa yang kita butuhkan itu untuk 1 periode kedepan, bukan hanya untuk satu malam.
Back to topic, setelah diskusi berlangsung Penulis menyimpulkan setidaknya 4 point yang menjadi latar belakang mengapa banyak sekali orang yang tidak memperhatikan etika dalam menjalankan kewajibannya?. Yaitu:
1. Kurangnya Pemahaman tentang Kode Etik
Banyak karyawan yang tidak paham apa isi kode etik di tempat kerja. Yang mengakibatkan mereka melakukan sesuatu itu tidak tau, apakah mereka melaksanakan sesuai ketentuan ataukah tidak?. Seperti yang terjadi pada bupati Indramayu Lucky Hakim yang melaksanakan liburan keluarga ke jepang pada tanggal 2-7 April 2025 dengan tidak izin terlebih dulu kepada Kemendagri. Menurut Lucky Hakim dia murni tidak tau bahwa ketika kepala daerah ingin liburan harus izin dulu kepada Kemendagri yang padahal di Peraturan kementrian dalam negri (Permendagri) tertera seperti demikian. Dia menilai cuti bersama bukan merupakan hari kerja kepala daerah. Tapi dia mengakui bahwa dirinya salah.
2. Budaya Birokrasi yang Tidak Sehat
Dalam sistem dan kebiasaan yang Stuck diposisi "asal pimpinan senang,asalkan  selamat, ataupun asal gak ketahuan", banyak orang yang akhirnya ikut arus demi aman, bukan karena benar. Yang padahal hal tersebut sangat merugikan bagi semuanya dan menurunkan harkat dan martabat dirinya pribadi maupun instansi atau perusahaannya, Karena dinilai kurang berintegritas dan kurang terbuka dalam pengelolaannya. Jika lingkungan kerjanya sudah terbiasa "main curang", orang baru pun bisa ikut-ikutan demi bisa mencoba dan diterima. Dan inilah yang terjadi di negri kita pada saat ini.
3. Tidak Ada Keteladanan dari Atasan
Banyak stigma yang negatif mengenai atasan yang sudah tersebar luas. Kalau pimpinan tertinggi di atasnya saja bebas melanggar aturan tanpa konsekuensi, bawahannya jadi merasa sah dan dilegalkan  melakukan hal yang sama karena dicontoh langsung oleh pimpinannya. Kalau atasan juga melanggar kode etik tapi tetap aman dan sukses, bawahan akan berpikir: "Ngapain saya jujur sendirian?"