Mohon tunggu...
Wilda Annisa Jamilatun
Wilda Annisa Jamilatun Mohon Tunggu... budak corporate

Wilda—pecinta matcha, si minuman hijau yang katanya rasa rumput tapi harganya bisa bikin dompet mikir dua kali. Lulusan hukum yang lebih sering berdamai dengan pasal-pasal daripada drama. Saya suka menulis, merenung, dan kadang menertawakan hal-hal serius biar hidup nggak terlalu tegang. Dalam diam, saya percaya: keadilan bisa lahir dari kata-kata yang tenang, dan perubahan itu seperti matcha—pahit di awal tapi nagih kalau sudah terbiasa, ngga percaya?? coba aja

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Omah Lowo: Antara Sunyi Masa Lalu dan Riuh Estetika Kini

10 September 2025   00:17 Diperbarui: 10 September 2025   00:22 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dulu hanya rumah sunyi yang jadi sarang kelelawar. Kini, Omah Lowo berdandan jadi ruang estetik dengan batik, cafe, dan taman hijau. Tapi bisakah kita benar-benar meninggalkan jejak sayap masa lalunya?"


"Selamat datang kembali, manusia" 

Begitu suara pertama yang kudengar ketika melangkah masuk. Aku menoleh, tidak ada siapa-siapa. Hanya atap tinggi dengan bayangan gelap yang menggantung di sana. Tapi aku tahu, mungkin itu suara kelelawar yang dulu pernah menghuni rumah ini. Mereka mungkin sudah lama pergi, tapi jejak sayapnya masih menempel di udara.

Orang-orang dulu memanggil tempat ini Omah Lowo---rumah kelelawar. Bangunan kuno yang dibangun tahun 1920 oleh seorang saudagar kaya asal Belanda bernama Shie Djian Hoo. Ketika ia memutuskan kembali ke negeri asalnya, rumah ini terbengkalai puluhan tahun. Tapi rumah ini tidak sekadar diam. Ia ikut menyimpan cerita bangsa: pernah jadi tempat persembunyian tentara Indonesia, lalu difungsikan sebagai Gedung Veteran, Kantor Haji, bahkan sempat jadi Kamar Dagang Kota Solo.

Bayangkan, satu bangunan bisa gonta-ganti peran sebanyak itu---dari sarang kelelawar, markas pejuang, sampai kantor yang serius. Kalau rumah ini bisa ngomong, mungkin dia udah protes: 

"Bisa nggak aku istirahat bentar? Capek, bro."

Hingga akhirnya, sekitar tahun 2016, rumah ini dipanggil pulang lagi oleh darah dagingnya. Dikelola oleh Handianto Tjokrosaputro, keturunan keluarga Shie Djian Ho sekaligus direktur PT Batik Keris, rumah ini kembali bernapas. Dari puing masa lalu yang sunyi, ia dihidupkan ulang menjadi Rumah Heritage Batik Keris---atau tetap kita kenal dengan sebutan akrabnya: Omah Lowo.

Sekarang Omah Lowo sudah berdandan cantik, ganti outfit jadi rumah heritage. Dari rumah gelap penuh sayap malam, ia menjelma jadi ruang terang dengan batik tergantung rapi di dinding, caf estetik yang penuh anak muda berpose miring 45 derajat biar keliatan candid, dan butik oleh-oleh dengan wangi kain baru. Aku jadi bertanya dalam hati: apakah kelelawar-kelelawar itu marah? Atau justru bangga karena namanya masih abadi, meski rumahnya sekarang lebih sering jadi background Instagram ketimbang sarang nyaman mereka?

Aku membayangkan adegan absurd di loteng. Kelelawar-kelelawar tua sedang rapat darurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun