Mohon tunggu...
Wikan Widyastari
Wikan Widyastari Mohon Tunggu... Wiraswasta - An ordinary mom of 3

Ibu biasa yang bangga dengan 3 anaknya. Suka membaca, menulis,nonton film, berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jadilah Orangtua "Tegelan" untuk Balita Anda

28 September 2020   05:05 Diperbarui: 28 September 2020   05:08 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa sih yang tidak meleleh melihat lucunya anak balita? Muka manisnya yang tanpa dosa, kecerdasannya yang berkembang begitu cepat, membuat kta bangga dan terpana. Tawanya yang renyah, sungguh membuat hati dipenuhi cinta dan sayang. Pengin rasanya memeluk terus-terusan, menciuminya, memenuhi semua keinginanannya, permintaannya, memanjakannya, melimpahinya dengan semua yang kita punya.

Well, anak-anak memang membutuhkan pelukan dan kasih sayang agar bisa bertumbuh dengan sehat baik jasmani maupun rohaninya. Anak-anak  yang mendapat cukup kasih sayang, pelukan dari orangtuanya akan tumbuh  menjadi pribadi yang tenang, mampu mengelola  emosinya, meningkatkan kecerdasan, meningkatkan imunits tubuh,dan banyak lagi manfat lainnya bagi kesehatan anak. Pelukan juga akan memapu menenangkan anak yang sedang tantrum. 

Di usia balita ini, anak-anak juga mulai punya suka menjelajah, meniru dan memiliki banyak keinginan dan kemauan. Pasti banyak diantara kita mengalami, anak-anak pengin beli ini dan itu, lalu kalau keinginannya tak dipenuhi, akan menangis. Kadang bahkan ada yang mengamuk, atau berguling-guling sambil menagis menjerit-jerit. 

Tak jarang itu dilakukan di toko atau mall, atau dimana saja. Sehingga orangtua cenderung menuruti, karena malu dilihat orang, tidak tega , atau tak tahan mendengar rengekannya.  

Ketika anak saya masih usia TK, karena TK nya di kampung, dan banyak penjual mainan dan makanan di sekitar TK, maka dia tiap hari minat dibelikan ini dan itu, lalu menangis berguling-guling. Banyak orangtua lain yang melihat dan bilang, " ah, cuma mainan murah bu, belikan saja, kasihan itu lo, anaknya sampai nagis kaya gitu" Beberapa mengatakan saya pelit dan tegelan sama anak. Tapi saya tak bergeming. Saya biarkan dia menangis sampai capek dan akhrinya berhenti. 

"Perang" ini berlangusung cukup lama. Tidak hanya di sekolah. Di rumah dia juga suka nangis menjerit-njerit jika kemauannya tak turuti. Biasanya sya hanya mengunci diri di kamar, jika sudah merasa kewalahan, dan saya baru keluar ketika dia sudah tenang dan meminta maaf. "Perang" ini mereda seiring berjalannya waktu, butuh beberapa tahun untuk sampai pada tahap. Dia tak pernah lagi meminta barang yang "tidak berguna". Dia tak pernah meminta sesuatu dua kali. 

Sekali meminta dan tidak saya turuti, tentu dengan diskusi, kenapa permintaannya tidak saya turuti, alasan yang masuk akal bagi dia Maka tidak tak pernah mengulang permintaannya. 

Dan ketika dia sudah bekerja, sudah setahun ini sejak dia lulusm kuliah, dan memiliki penghasilan sendiri, dia juga tak pernah puya keinginan untuk belanja barang-barang konsumtif, membeli baju atau apalah. 

Secara disiplin, setiap habis gajian, dia pasti akan menyisihkan sebagian dari gajinya untuk dikirim ke rek saya, ke rek adiknya, katany buat uang jajan adik, ke rek tabungan, yang tak bisa ditak atik, dan zakat penghasilan. Saya bersyukur bahwa dulu saya "tega" membiarkan dia menangis berguling-guling, dan tak peduli pada apa kata orang.

Anak-anak, memiliki kecerdasan yang sering orangtua tak paham. Anak-anak niteni (bhs Jawa), bahwa jika mereka menginginkan sesuatu dan tak dikabulkan, maka dengan senjata menangis atau mengamuk, ornagtua lalu akan menuruti kemauannya. Maka senjata ini akan selalu mereka keluarkan untuk menekan orangtua agar menuruti kemauan mereka. 

Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka perilaku ini akan terbawa sampai mereka remaja. Dan setelah remaja, akan makin sulit bagi orangtua untuk mengatur anaknya. Anak-anak menjadi anak yang egois, tidak peka, dan tidak bisa memahami situasi orangtua. Mereka juga cenderung tidak menghargai barang yang mereka miliki. Bahkan pada kasus ekstrim, ada anak yang memukuli bahkan membunuh orangtuanya ketika keinginanya tidak dipenuhi. Mengerikan bukan?

Pendidikan karakter adalah proses terus menerus sejak anak-anak masih bayi, bahkan sejak masih di dalam kandungan. Untuk membentuk anak yang memiliki emphaty, mampu mengendalikan diri, dan menahan diri dari perilaku konsumtif, harus ditanamkan sejak dini. Jika anak menginginkan sesuatu benda yang menurut kita tidak penting, maka bersikap tegas dan konsisten sangat diperlukan. Meskipun anak menangis atau mengamuk, maka ornagtua harus mampu tetap tegas, namun tidak emosi. Peluk anak dengan erat namun tidak sampai menyakiti, sampai anak tenang. Kalau sudah tenang, alihkan perhatiannya ke hal lain. 

Mendidik anak memang melelahkan. Menguras emosi, dan kebanyakan orangtua akhirnya mengalah pada kehendak dan kemauan anak, karena  tak mau  pusing,  ingin tenang, dan bisa meneruskan pekerjaan atau aktifitas lain tanpa terganggu. Mendidik anak memburuhkan keikhlasan dan fokus. maka orangtua harus meletakkan pendidikan anak sebagai prioritas utama. Berlaku "tegel" dan tegas sangat penting. Karena menyayangi, bukan berarti memanjakan dan menuruti semua keinginan anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun