Mohon tunggu...
Akbar Pitopang
Akbar Pitopang Mohon Tunggu... Guru - Berbagi Bukan Menggurui

Mengulik sisi lain dunia pendidikan Indonesia 📖 Omnibus: Cinta Indonesia Setengah dan Jelajah Negeri Sendiri terbitan Bentang Pustaka | Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta | Best Teacher 2022 dan Best In Specific Interest Nominee 2023 | Ketua Bank Sampah Sekolah | Teknisi Asesmen Nasional ANBK | Penggerak Komunitas Belajar Kurikulum Merdeka | akbarpitopang.kompasianer@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jadilah "Smart People" di Era Ketergantungan Smartphone

9 Agustus 2024   14:00 Diperbarui: 10 Agustus 2024   06:08 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pengunaan smartphone. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Smartphone telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern kita saat ini. Mulai dari bangun tidur hingga menjelang malam, perangkat canggih yang satu ini tak pernah jauh dari genggaman kita. 

Entah untuk urusan pekerjaan, berkomunikasi dengan teman dan keluarga, atau sekadar mengecek media sosial, smartphone seolah menjadi "teman hidup" yang selalu setia menemani. Namun, dibalik semua kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan, ada harga yang harus dibayar. Yakni, ketergantungan yang berlebihan dan dampak negatif terhadap keseimbangan hidup.

Ketergantungan pada smartphone seringkali tanpa disadari mengarah pada apa yang disebut dengan "technostress", yaitu stres yang muncul akibat penggunaan teknologi yang berlebihan. Hal ini tidak hanya mengganggu kesehatan mental, tetapi juga dapat merusak hubungan sosial dan produktivitas kita sehari-hari. 

Banyak dari kita yang merasa tidak nyaman jika jauh dari smartphone, seolah-olah ada yang hilang atau kurang lengkap. Kecanduan ini bisa mempengaruhi pola tidur, konsentrasi, dan bahkan menimbulkan rasa cemas (baca: stres).

Sebagai respons terhadap technostress, muncul tren "dumb phone" ---handphone yang hanya memiliki fitur dasar seperti telepon dan SMS. Kembali ke era dimana handphone hanya berfungsi sebagai alat komunikasi sederhana, para penggemar dumb phone berusaha mencari kedamaian dengan mengurangi tekanan digital yang tak henti-hentinya menyerbu. Ini adalah salah satu cara untuk mengembalikan kendali atas hidup yang sempat hilang di tengah derasnya arus teknologi dan informasi.

Namun, tak bisa dipungkiri bahwa hidup tanpa smartphone di era modern ini terasa mustahil. Dunia saat ini menuntut kita untuk terus terhubung dan terinformasi. Menolak smartphone sepenuhnya mungkin seperti mundur ke zaman purba, dimana informasi tidak semudah didapat dan komunikasi terhambat oleh jarak dan waktu. 

Karena itu, daripada melarikan diri dari teknologi, kita perlu mencari cara untuk menjalin hubungan yang lebih sehat dan seimbang dengan smartphone.

Kita juga harus sadar bahwa teknologi seharusnya menjadi alat yang membantu, bukan menjadi beban. Dengan penggunaan yang bijak, smartphone bisa menjadi asisten pribadi yang efisien tanpa mengambil alih kehidupan kita sepenuhnya. 

Mengambil jeda dari layar handphone, menyisihkan waktu untuk refleksi, dan fokus pada hal-hal yang benar-benar penting dalam hidup akan membantu kita meraih keseimbangan yang didambakan.

Smartphone adalah seperti semua alat, tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Dengan bijak mengatur interaksi kita dengan smartphone, kita bisa menikmati manfaatnya tanpa terjebak dalam kecanduan yang merusak atau membahayakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun