Mohon tunggu...
Wijaya Kusumah
Wijaya Kusumah Mohon Tunggu... Guru Blogger Indonesia

Teacher, Motivator, Trainer, Writer, Blogger, Fotografer, Father, Pembicara Seminar, dan Workshop Tingkat Nasional. Sering diminta menjadi pembicara atau nara sumber di bidang ICT,Eduprenership, Learning, dan PTK. Siapa membantu guru agar menjadi pribadi yang profesional dan dapat dipercaya. Wijaya adalah Guru SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, Wijaya oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY". Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, "Menulislah di blog Kompasiana Sebelum Tidur". HP. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kisah Omjay: Jarimu Harimaumu dan Mari Lawan Hoax di Media Sosial

3 September 2025   06:45 Diperbarui: 3 September 2025   06:45 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayo Kita belajar mengenal Hoax/dokpri

Jarimu Harimaumu: Mari Bersama Lawan Hoax di Media Sosial. Inilah Kisah Omjay kali ini di kompasiana tercinta. Kita harus berani melawan hoax yang disebarkan orang jahat di dunia maya atau media sosial.

Di zaman digital ini, jari-jemari kita lebih berbahaya daripada gigi harimau. Mengapa begitu? Karena hanya dengan satu ketukan, sebuah kabar bisa menyebar ke ribuan bahkan jutaan orang. Pepatah lama mengatakan mulutmu harimaumu, tapi sekarang pepatah itu perlu diperbarui menjadi jarimu harimaumu.

Media sosial memang membawa banyak manfaat. Kita bisa bersilaturahmi, belajar, berbisnis, bahkan membangun komunitas tanpa dibatasi ruang dan waktu. Namun, di balik manfaat itu terselip bahaya besar: hoax atau berita bohong.

Hoax, Racun Informasi di Dunia Digital

Hoax bukan sekadar kabar lucu yang bisa kita abaikan. Ia adalah racun informasi. Hoax bisa memicu kebencian, menimbulkan keresahan, bahkan menjerumuskan orang pada tindakan berbahaya.

Contohnya, ketika pandemi COVID-19 melanda, beredar berita palsu tentang obat mujarab, konspirasi, hingga penolakan terhadap vaksin. Banyak orang menjadi korban karena lebih percaya pada kabar tidak jelas di WhatsApp ketimbang penjelasan resmi dari tenaga medis.

Belum lama ini, kita juga dihebohkan oleh kabar penculikan anak yang viral di media sosial. Video anak menangis disertai narasi palsu membuat masyarakat panik. Padahal setelah ditelusuri, ternyata itu hanya kejadian biasa. Sayangnya, keresahan sudah telanjur menyebar dan sempat membuat warga curiga berlebihan terhadap orang asing di lingkungannya.

Ada pula kasus bansos palsu yang mengatasnamakan kementerian. Pesan berantai dengan tautan tertentu mengiming-imingi uang tunai bagi yang mengisi data diri. Tak sedikit warga yang akhirnya tertipu dan datanya disalahgunakan.

Semua ini menunjukkan bahwa hoax nyata-nyata bisa merugikan, bahkan menghancurkan rasa saling percaya di masyarakat.

Mengapa Orang Mudah Termakan Hoax?

Setidaknya ada empat faktor utama:

  1. Kurangnya literasi digital.
    Banyak orang tidak terbiasa memverifikasi kabar, apalagi mencari sumber yang kredibel.

  2. Dibungkus emosi.
    Hoax biasanya dibuat dengan judul provokatif atau menyentuh sisi emosional. Orang marah atau takut cenderung langsung menyebarkan.

  3. Lingkaran echo chamber.
    Algoritma media sosial membuat kita terjebak dalam lingkaran orang-orang dengan pandangan sama. Jika sebuah hoax beredar di grup tersebut, ia terasa seolah-olah benar.

  4. Ingin terlihat cepat.
    Banyak orang bangga menjadi yang pertama membagikan informasi, tanpa sempat memikirkan benar atau tidaknya.

Saring Sebelum Sharing

Ada pepatah sederhana tapi ampuh: saring sebelum sharing.

Sebelum menekan tombol "share", tanyakan dulu pada diri sendiri:

  • Apakah kabar ini benar?

  • Siapa sumbernya?

  • Ada media arus utama yang melaporkan?

  • Apa dampaknya jika saya sebarkan?

Kalau masih ragu, lebih baik berhenti. Jangan sampai jari kita menjadi penyebar fitnah. Ingatlah, jejak digital tidak mudah dihapus. Apa yang kita bagikan hari ini bisa menjadi bumerang suatu hari nanti.

Melawan Hoax Itu Tugas Bersama

Hoax tidak bisa dikalahkan sendirian. Semua pihak harus bergotong-royong:

  • Pemerintah dan sekolah perlu meningkatkan literasi digital. Guru punya peran penting mengajarkan anak-anak berpikir kritis.

  • Media massa harus konsisten menyajikan berita akurat dan tidak tergoda judul sensasional.

  • Komunitas anti hoax, seperti MAFINDO, perlu terus diperkuat.

  • Masyarakat juga wajib bijak sebelum percaya pada kabar yang beredar.

Melawan hoax bukan berarti membungkam kritik. Justru, kritik yang sehat dan berbasis fakta sangat dibutuhkan. Bedanya, kritik membangun dilakukan dengan data, sementara hoax hanya mengandalkan kebohongan.

Komentar Omjay, Guru Blogger Indonesia

Sebagai guru dan blogger, saya (Omjay) sering mengingatkan murid-murid serta teman-teman guru tentang bahaya hoax.

"Mari biasakan menulis dengan hati, bukan dengan emosi. Dengan menulis hal-hal positif, kita bisa melawan hoax. Karena hoax tumbuh subur ketika orang malas mencari kebenaran. Dunia digital harus kita isi dengan karya, bukan fitnah."

Guru harus memberi contoh, bagaimana menyaring kabar, bagaimana menulis dengan etika, dan bagaimana menjadikan media sosial ruang berbagi inspirasi, bukan tempat saling menjatuhkan.

Penutup: Jagalah Jarimu

Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang cerdas, tapi juga bangsa yang bijak dalam menggunakan teknologi.

Mari kita ramai-ramai melawan hoax. Jangan biarkan jari-jemari kita menjadi harimau yang memangsa persaudaraan dan persatuan. Gunakan jari untuk menyebar kebaikan, bukan kebohongan.

Saring sebelum sharing. Jagalah jarimu, karena jarimu adalah harimau kamu.

Salam Blogger Persahabatan

Omjay/Kakek Jay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay guru blogger Indonesia/dokpri
Omjay guru blogger Indonesia/dokpri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun