Tantangan eksternal juga mengintai. Ada kekhawatiran bahwa jika PGRI tidak bersuara secara kolektif dan lantang, pihak lain bisa saja mengklaim keberhasilan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata. Sebaliknya, jika gagal, PGRI dijadikan kambing hitam.
"Perjuangan PGRI di RUU Sisdiknas ini harus diviralkan," tegas Syam Zaini.
"Agar tidak ada klaim dari pihak lain. Minimal harus viral di kalangan guru."
Ketua Umum PB PGRI, Bu Unifah pun menuturkan getir perjuangannya:
"Kalau sudah bicara negosiasi, ada kekuasaan lain lagi. Karena itu, doakan yang terbaik. Aman dulu TPG-nya, baru pikirkan yang lain."
"Saya dulu rela dikerjai mati-matian, bahkan dibawa ke ranah hukum hanya karena mempertahankan TPG. Sampai hari ini luka itu belum sembuh."
Sebagai sesama pejuang pendidikan, saya sangat paham luka yang dimaksud. Kami pernah dicibir, dituduh hanya mengejar uang. Tapi mereka lupa, kami bukan guru karena uang. Kami hanya ingin hak kami tidak diganggu.
Kesimpulan:
Perjuangan mempertahankan TPG bukanlah perjuangan biasa. Ini adalah pertaruhan antara masa depan pendidikan dan martabat profesi guru. Jangan biarkan guru kembali terluka karena kebijakan yang abai pada suara dan keringat mereka.
Mari viralkan perjuangan ini!
Bukan untuk pamer, tapi agar publik tahu bahwa guru tidak tinggal diam. Bahwa di balik selembar sertifikat pendidik, ada janji yang harus ditepati. Bukan untuk diminta kembali, apalagi dinegosiasi turun.
TPG bukan sekadar tunjangan. Ia adalah bukti cinta negara kepada gurunya. Maka jangan sekadar diperjuangkan, tapi harus dijaga dan dimenangkan --- bersama.
MARI KITA BERDOA AGAR TPG tetap ada. Aamiin. Tetap semangat, Ibu Ketua Umum. Kami semua mendukungmu.
Untuk guru, demi Indonesia.