Dengan segala hormat, izinkan saya menyampaikan kritik terbuka kepada pengelola Kompasiana. Kritik ini bukan untuk menyerang, tetapi untuk mengingatkan dan menyemangati, agar Kompasiana tetap menjadi wadah yang hidup, tidak terasing dari denyut penulis dan pembaca.
Kurasi Harus Lebih Terbuka dan Komunikatif
Banyak penulis bertanya, mengapa tulisan dengan view tinggi tidak naik jadi Artikel Utama? Mengapa artikel yang disorot justru sepi pembaca? Apakah tidak ada ruang diskusi antara tim kurator dan komunitas?Resonansi Tulisan Perlu Dihargai
Artikel yang berhasil menggaet ribuan pembaca bukan hanya sekadar "populer". Ia menyentuh, menggerakkan, dan memperbincangkan. Itu indikator bahwa tulisan tersebut bernapas di tengah masyarakat. Apakah bukan itu tujuan Kompasiana sejak awal?-
Bangun Kembali Sentuhan Komunitas
Saya rindu masa-masa ketika admin Kompasiana aktif berdialog, memberi semangat lewat komentar, bahkan turun langsung ke forum komunitas. Hari ini, interaksi semacam itu makin jarang. Penulis merasa menulis untuk ruang yang senyap. Kompasiana Harus Kembali Jadi Rumah Warga
Jangan sampai Kompasiana berubah menjadi menara gading, tempat kurator merasa lebih tahu dari pembaca. Jangan sampai Kompasiana kehilangan jati dirinya sebagai media yang lahir dari dan untuk warga.
Menulis Itu Menyemai
Sebagai seorang guru, saya selalu percaya bahwa menulis adalah bagian dari proses belajar. Setiap kata yang ditulis adalah benih. Ia bisa tumbuh menjadi pohon gagasan, bila dirawat dan disiram perhatian.
Namun bagaimana jika pohon itu tumbuh, tapi tak diberi cahaya? Bagaimana jika tulisan yang menyentuh ribuan hati, tak dianggap penting oleh sistem? Di sinilah kita perlu jujur bertanya: untuk siapa sebenarnya Kompasiana hari ini?
Pesan dari Kompasianer Tua
Sebagai "Kompasianer Tua", izinkan saya menyampaikan pesan sederhana: mari kita jaga ruh Kompasiana. Mari kita rawat dialog. Dan mari kita buka hati terhadap kritik yang disampaikan dengan cinta.
Saya sepenuhnya sadar bahwa platform ini berkembang. Saya menghargai setiap langkah tim redaksi. Namun saya juga percaya, Kompasiana akan kehilangan rohnya jika tidak lagi mendengarkan denyut komunitas yang selama ini membesarkannya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!