Mohon tunggu...
Endiarto Wijaya
Endiarto Wijaya Mohon Tunggu... Lainnya - Padawan

Menulis dan memotret kehidupan nyata adalah kegemaran saya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Finding Srimulat: Dari Stasiun Balapan Mereka Kembali

24 April 2013   08:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:42 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13667655462108985626

Kecintaan seseorang terhadap kesenian kerap ditularkan dari orang tua kepada anak-anaknya . Realita sosial ini divisualisasikan oleh Charles Ghozali yang menyutradarai film Finding Srimulat melalui sosok Adi (Reza Rahadian). Pengalaman Adi semasa kanak-kanak yang diajak oleh orang tuanya untuk menonton pentas Srimulat di Surabaya tahun 1986 sangat membekas di hatinya. Impian-impian  Adi pun antara lain terbentuk oleh pengalamannya setelah menonton pentas Srimulat itu.

[caption id="attachment_239724" align="alignnone" width="564" caption="Courtesy www.findingsrimulat.com"][/caption]

Ketika Adi mengalami kesulitan keuangan akibat perusahaan event organizer yang menjadi tempatnya bekerja gulung tikar karena  persaingan tidak sehat dengan pesaingnya dan istri Adi, Astrid (Rianti Cartwright), butuh biaya untuk melahirkan bayi melalui operasi Caesar, anak muda inipun menjadi galau hingga lupa mengisi bensin mobilnya.  Akibatnya dalam perjalanan pulang ke rumah, mobilnyapun mogok di tengah jalan. Kebetulan mobilnya mogok di depan Warung Soto Cak Kadir yang dimiliki oleh salah satu legenda Srimulat, yakni Kadir (Kadir Mubarak). Adi yang memang sejak lama mengidolakan Kadir merasa senang sekaligus kagum. Kelucuan-kelucuan khas Srimulat mulai nampak sejak pertemuan Adi dengan Kadir ini.

Pertemuan Adi dengan Kadir itu selanjutnya menginspirasi anak muda tersebut untuk mementaskan kembali Srimulat  Iapun mulai merayu Kadir yang mula-mula tidak tertarik lagi untuk pentas bersama Srimulat. Namun aksi Adi yang meniru tingkah pembantu dalam lawakan Srimulat membuat Kadir iba sekaligus bersemangat lagi untuk mengajak rekan-rekannya pentas kembali.

Selanjutnya, Kadir mengajak Adi untuk mencari teman-teman Srimulat lainnya dalam rangka mengajak pentas kembali. Mulai dari pelawak-pelawak yang ada di Jakarta, seperti Tessy (Tessy Kabul Basuki) dan Mamiek Prakoso hingga pelawak yang berada di Solo, seperti Gogon dan Djujuk  berhasil dihimpun kembali.

Reuni para pelawak tersebut pun melahirkan adegan-adegan lucu khas Srimulat yang saat ini mulai langka dilihat di layar kaca,. Mulai dari adegan pertemuan Kadir dan Tessy hingga adegan ketiga Gogon bertemu dengan Tessy, Mamiek dan Adi di suatu kampung di Solo.

Interaksi antara Adi dengan para legenda tersebut akhirnya melahirkan ide untuk merebut kembali animo masyarakat terhadap Srimulat melalui  pentas lawak di Stasiun Balapan. Pemilihan Stasiun Balapan sebagai lokasi pentas reuni Srimulat tersebut secara implisit merupakan suatu rekonstruksi kesuksesan Srimulat yang dimulai dari keberangkatan mereka untuk pentas ke kota-kota lain dari Stasiun Solo Balapan.  Pemilihan Stasiun Balapan sebagai pentas reuni Srimulat sekaligus juga merefleksikan peran stasiun kereta api sebagai satu titik gravitasi kegiatan masyarakat  kota. Sehingga dengan mementaskan Srimulat di stasiun diharapkan dapat berhasil menarik minat masyarakat untuk menonton kembali Srimulat.

Melalui berbagai rintangan yang ada, akhirnya Adi berhasil mementaskan kembali Srimulat di Jakarta. Pementasan Srimulat di panggung ini sekaligus merupakan klimaks film drama komedi tersebut.  Pada tahapan ini, adegan dalam film menampilkan bagaimana Kadir dkk berupaya keras bersikap professional ketika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di atas panggung lawak sehinga menimbulkan ketegangan. Selain itu, bagaimana para pelawak menghadapi ketegangan yang terjadi kembali merefleksikan sikap para komedian Srimulat dalam menghadapi kesusahan dan kesenangan. Apapun yang terjadi, susah mamupun senang,  hadapilah dengan tawa karena tawa itu ternyata bisa membantu anda menyelesaikan masalah.

Meskipun film ini dibintangi juga oleh artis-artis berparas cantik seperti Rianti Cartwright dan Nadila Ernesta, tetap saja magnit film ini terletak pada kepiawaian para pelawak Srimulat. Kepiawaian Kadir, Tessy dan kawan-kawan seolah mendominasi perhatian penonton pada film ini.

Sebagaimana film-film lainnya yang dibintangi oleh para pelawak, cerita film ini tidak rumit. Namun daya tarik film ini sebenarnya antara lain terletak pada bagaimana idealisme para pelawak sebagai pekerja seni berusaha divisualisasikan. Menjadi pelawak Srimulat tidak berarti sekedar melawak untuk menncari uang, tetapi bagaimana mereka bisa turut berkontribusi dalam melestarikan lawak sebagai bagian dari khazanah kesenian Indonesia.

Selain itu, melalui satu adegan dialog antara Adi, Djujuk, Mamiek dan Gogon, Charles Ghozali berupaya menyatakan pada penonton bahwa Srimulat dibidani oleh orang-orang yang memiliki semangat juang dan idealisme. Ini dapat dilihat antara lain melalui penuturan Djujuk bahwa sesepuh Srimulat, yakni Raden Ajeng Srimulat,  memiliki latar belakang sebagai pejuang kemerdekaan pada masa Revolusi fisik 1945-1950.

Di tengah-tengah merebaknya film-film horror lokal dengan tema-tema yang kerap tidak masuk akal sebenarnya kehadiran film Finding Srimulat bak oase di tengah padang pasir. Jika anda ingin mencari pesan-pesan bijak di balik lawakan, tidak ada salahnya menonton film Finding Srimulat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun