Mohon tunggu...
Wijatnika Ika
Wijatnika Ika Mohon Tunggu... Penulis - When women happy, the world happier

Mari bertemu di www.wijatnikaika.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jihad Melawan Kekerasan Seksual Sejak dalam Pikiran

19 September 2019   15:00 Diperbarui: 19 September 2019   16:14 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Rappler Indonesia | Hubungi nomor-nomor darurat ini jika diperlukan

qbukatabu.org | 9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS
qbukatabu.org | 9 bentuk kekerasan seksual dalam RUU PKS
Sayangnya, ketika aku menceritakan kisah-kisah di atas sebagai pembelajaran, sejumlah orang justru menyudutkanku seakan-akan aku bangga pernah mengalami kejadian horor semacam ini. Ingin sekali aku mengatakan betapa tolol mereka, tapi nggak jadi, sebab mungkin mereka kurang peka karena hidupnya ada di zona nyaman sehingga nggak empati dengan pengalaman buruk orang lain.

Pengalaman-pengalaman mengerikan inilah yang membuatku terus menulis untuk menjadi bagian dari upaya melawan kekerasan seksual, dan melawan stigma soal kekerasan seksual sejak dalam pikiran.

Pemerkosaan memang bukan isu baru. Praktek kejahatan moral ini telah lama ada dalam peradaban manusia. Pemerkosaan seringkali dijadikan motif untuk menghukum dan menghina sebuah keluarga, suku, komunitas, kerajaan, hingga korban secara personal.

Ada perempuan diperkosa karena menolak menikah dengan kekasihnya yang ternyata merupakan seorang penjahat. Ada seorang istri diperkosa untuk mempermalukan harga diri suaminya dalam masyarakat. Ada perempuan dari etnis tertentu yang diperkosa secara massal sebagai ajang penghinaan. 

Ada tawanan perang perempuan diperkosa sebagai bentuk penghinaan kepada lawan. Ada ayah memerkosa anak perempuannya sendiri karena ia tak mau lelaki lain menikahi anaknya. Ada gadis remaja diperkosa beramai-ramai sepulang sekolah. Ada seorang bayi perempuan berusia dua tahun diperkosa. Bahkan, di zaman Mesir kuno mayat perempuan cantik dibiarkan selama beberapa hari agar membusuk sebelum diproses menjadi mumi, karena seringkali mayat segar diperkosa petugas pembuat mumi.

Ada pertanyaan penting terkait kenyataan ini: apakah Tuhan menciptakan manusia berjenis kelamin lelaki dengan kehendak bawaan menjadi pemerkosa? Jika bukan, maka apakah memerkosa merupakan warisan biologis dan psikologis nenek moyang manusia sejak zaman lampau? Apakah kehendak menundukkan lawan dengan memerkosanya diwariskan secara turun temurun dalam DNA manusia, khususnya lelaki?


Pertanyaan di atas bukan bermaksud menyudutkan, melainkan sebagai pintu masuk pada proses berpikir kritis atas masalah ini. Memang, korban pemerkosaan tidak melulu perempuan karena ada juga lelaki, anak lelaki dan lelaki tua. Tetapi, sebagian besar korban kekerasan seksual adalah perempuan dan kisah-kisah pemerkosaan semakin hari semakin bikin merinding karena tingkat kekejian yang nggak terbayangkan. 

Misalnya, apakah masuk akal bayi perempuan berusia 2 tahun diperkosa? Kita nggak mungkin menyalahkan si bayi soal pakaian yang mengundang birahi si pemerkosa, bukan? 

Kekerasan seksual adalah kejahatan, dalam dalam bentuk tertentu seperti pemerkosaan masuk ke ranah pidana. Kasus kekerasan seksual selalu meningkat setiap tahun. Saat ini, Indonesia sudah masuk dalam kondisi 'Darurat Kekerasan Seksual' saking banyaknya kasus ini terjadi dan tanpa penanganan hukum yang berarti dari pihak berwenang.

Sebab bicara kekerasan seksual adalah soal pencegahan, perlindungan pada korban hingga hukuman yang setimpal bagi pelaku. Sehingga, rasanya terlampau bodoh jika kita membiarkan pembahasan produk hukum terkait masalah ini berlarut-larut bertahun-tahun lamanya. Kasus Baiq Nuril misalnya, sampai membutuhkan amnesti dari Presiden Jokowi karena produk hukum yang ada tidak memberikan perlindungan bagi korban yang saat itu malah dijerat oleh pasal dari UU ITE.

Mengapa kasus kekerasan seksual di Indonesia bisa disebut darurat? Data di lapangan yang menjawabnya. Data yang tersaji di lapangan menunjukkan bahwa kejadian terbanyak kekerasan seksual di di ranah rumah tangga, di tempat yang seharusnya paling aman. Data dalam gambar diatas secara terang benderang menunjukkan bahwa kekerasan seksual semakin banyak dilakukan oleh ayah kandung dan paman korban. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun