Mohon tunggu...
Wignyo Pawiro
Wignyo Pawiro Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat ekonomi makro

wiraswasta pemotong pajak karyawan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mimpi Sejenak Jadi Menteri Keuangan

3 Februari 2019   17:15 Diperbarui: 4 Februari 2019   19:32 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wignyo Pawiro

Hari masih pagi. Setelah mengantar anak sekolah, saya menikmati teh panas sambil membaca media daring. Udara Sabtu pagi itu memang enak sekali untuk bermalas-malasan.

Wajah cantik Menteri Keuangan hampir tampil setiap saat  di media akhir-akhir ini kelihatan agak kuyu. Bu Mentri selalu dikaitkan dengan posisi utang pemerintah. Saya membayangkan pasti si Ibu pusing, dipojokan oleh para pihak seolah-olah menjadi orang yang paling bertanggungjawab atas melonjaknya utang. Kalau begini terus, lama-lama bisa stres berat juga ini Menteri. Kacian deh, kata anak saya. Semoga wajah cantiknya tidak tumbuh jerawat.

Teh panas dan hembusan angin sepoi pagi itu tidak mengurangi utang, tapi bikin makin berat mata.

Akhirnya saya masuk ke dalam rumah dan duduk di meja makan.

Lho, ini kok banyak kertas tercecer. Ada tabel SEKI BI yang menunjukkan posisi simpanan pemda di perbankan. Posisi paling rendah selalu di akhir tahun, melonjak di akhir Januari dan terus naik turun tapi cenderung menanjak hingga mencapai puncak di Oktober dan habis-habisan penyerapan di Desember. 

Posisi puncak di Oktober 2017 Rp248T, terjun bebas menjadi Rp103T di akhir tahun lantas naik lagi mencapai puncak Rp229T akhir Oktober 2018 . Sepuluh bulan dalam setahun, daerah selalu berkelimpahan kas. Uang daerah ngendon di perbankan. Capek-capek jual bonds hingga ratusan trilyun di awal tahun sekedar masuk dompet saja.

Tabel lainnya menyajikan tingkat bunga obligasi pemerintah beberapa negara. Di antara sesama negara ASEAN, obligasi Indonesia paling mahal di  8%; Filipina 7%, Vitenam 5%, Thailand 2,5%. Jangan tanya Jepang yang tidak sampai 1 persen. Tapi lumayan, jauh lebih murah dibanding Turki 15% ataupun Brasil 9%. Ini lagi, pemegangnya mayoritas non-residen yang hampir 40%, perbankan sekitar 20%, juga BI lebih dari 10%. Pemegang individual residen tidak lebih dari 5%, kecil sekali. Marginnya banyak dinikmati para grosir pengelola dana. Pesta pora sepanjang tahun. Ada apa ini?

Pak Satpam, sini sebentar. Ambil HP saya di meja dapur dan hubungi para dirjen.

Tapi bu, ini hari Sabtu. Dan ibu....

Sebentar saja. Pak Satpam, tugas kamu bukan hanya menjaga rumah menteri, tapi juga ikut menjaga uang negara. Itu uang kamu juga pak. Setelah siap semua, sambungkan ke TV besar di ruang kerja.

Baik bu, ini HP-nya.

Sudah dibilangi, kamu yang nelpon. Ngomong aja Ibu mau telecon.

Tujuh menit berlalu.

Siap bu, sudah terhubung semua. Saya bangga bu, bisa nyuruh bapak-bapak dirjen....

Hush.... sana kopimu di depan.

Maaf bapak-bapak, mengganggu lamunan pagi bapak-bapak, tujuh menit saja.

Saya barusan lihat kertas tercecer. Sudah saya kirim, bisa dilihat.

Intinya begini. Pak Dirjen Bendahara dan pak Dirjen Daerah, tolong itu dikelola kebutuhan kas pusat dan daerah dengan ketat. Masak uang dari hasil jualan bonds yang disalurkan ke daerah hanya dianggurkan. Juga banyak itu instansi pusat dengan duit berjibun. Kalau perlu satukan tempatnya. Itu uang mahal. Ada yang harus kehilangan nyawa untuk ngumpulin.

Ini juga pak Dirjen Utang. Kurangi itu jualan ke non-residen; itu duit pajak untuk bunga beterbangan ke luar. Jualan bapak ini hanya bikin pesta pora mereka  dan perbankan. Pantas bunga kredit ke masyarakat tinggi. Suruh mereka kerja keras, jangan ambil kerja yang tidak berisiko. Mereka bisa ambil spread hingga 5% dan bebas risiko.

Nanti saya minta Gubernur bank agar portfolio perbankan diatur. Kalau  sulit, tolong pak Dirjen Pajak koordinasi dengan Satpol PP di Tanah Abang. Siapkan diri cabut aturan yang mengecualikan pajak atas bunga bonds, pukul rata semua: kenakan pajak final.

Pak Dirjen Anggaran, cek ulang alokasi tahun ini. Pangkas. Bikin keseimbangan primer surplus. Minimal bisa nutup setengah biaya bunga. Pak Fiskal, utak-utik asumsi agar keseimbangan primer 2020 bisa menutup biaya bunga.

Eh satu lagi, itu untuk jualan bonds berikutnya jangan lebih mahal dari rate-nya Manila. Tahun depan kita kejar Vietnam dan saat saya pensiun harus sama dengan Thailand. Jepang terlalu jauh.

Tenang pak Dirjen, jangan pucat gitu. Akan saya paksa tarik itu rate kembali ke awal tahun lalu. Itu Manila mampu di tiga persen. Enak itu di Thamrin kerjanya, naikin rate sampai tujuh kali. Jualan pak Dirjen jadi mahal. Mau nurunin dikit aja diketewain orang. Saya kagak mau lagi jadi badut sendirian di hadapan para grosir duit seperti tahun lalu. Siapkan amunisinya. Harus berhasil untuk naikin keseimbangan primer.

Kita ketemu Senin malam di kantor. Saya ingin pastikan langkah yang bapak-bapak susun itu konkret agar bisa langsung jalan. Cukup, saya mau ke spa. Ini habis dikramasi si bloon Imef, masih lengket samponya.

Paaak, bangun!!!! Jam sembilan lewat. Katanya mau ke spa motor? Sana pergi!!!

Iiii...iya bu......

Eh, ternyata itu hanya lamunan yang berlanjut mimpi di pagi hari; sejenak menjadi Mentri Keuangan.  Pantesan ngaco. Ehm.., jadi mentri. Mantri rumah saja tiap hari diomelin kapolda, kepala polisi dapur.

Tapi, entar dulu. Ada yang aneh dengan lamunan-mimpi tadi. Sepertinya kertas-kertas dalam lamunan-mimpi tadi berisi tabel data beneran?

Salam NKRI.

Sumber mimpi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun