Kami para mahasiswa baru Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta mengikuti rangkaian Pra Mataf hari kedua yang diisi dengan materi penting yang akan membekali mahasiswa baru dalam menghadapi tantangan ke depan. Kali ini kami mendapat dua materi yang benar-benar dekat dengan kehidupan sehari-hari. Materi pertama membahas terkait kebencanaan yang terjadi di Indonesia, sementara materi kedua menyoroti kesehatan mental pada mahasiswa. Keduanya menjadi pengingat bahwa menjadi mahasiswa bukan hanya tentang akademik saja, namun juga kesiapan menghadapi keadaan darurat dan menjaga keseimbangan diri.Â
Nah masuk ke materi pertama, kami mahasiswa baru Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta diajak berkenalan lebih dekat dengan MDMC (Muhammadiyah Disaster Manajemen Center) yang disampaikan oleh Bapak Arif Nur Kholis. Materi yang di sampaikan ringan tapi membuka mata bahwa bencana bisa datang kapan saja, dan kita harus siap menghadapinya.
Kalau mendengar kata bencana, biasanya yang langsung terlintas di pikiran pasti gempa bumi, banjir, atau gunung meletus. Tapi kemarin, kami mahasiswa baru Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta mendapatkan materi yang dipaparkan oleh MDMC bahwa ada satu hal penting yang harus diluruskan. Apa sih yang harus diluruskan?
Nah dari materi yang telah di sampaikan tadi, ternyata MDMC sudah merespon bencana di 33 provinsi di Indonesia dengan total lebih dari 1.500 kejadian sejak tahun 2010. Indonesia memang dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Hampir setiap tahun kita selalu mendengar kabar tentang gempa bumi, banjir, tanah longsor, hingga erupsi gunung berapi. Namun menurut pemaparan materi dari MDMC, tidak semua peristiwa alam itu langsung bisa disebut sebagai bencana.
Dalam Convention Hall Masjid Walidah Dahlan Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta MDMC menegaskan, bahwa bencana adalah peristiwa yang menimbulkan korban atau kerugian. Korban yang dimaksud tidak hanya manusia, tapi juga hewan, tumbuhan, lingkungan, maupun harta benda. Jadi, misalnya ada sebuah gunung berapi meletus, tapi tidak ada yang terdampak dari letusan gunung berapi tersebut, maka itu bisa disebut dengan fenomena alam, bukan bencana.
Selain itu, MDMC juga menjelaskan tentang siklus manajemen bencana yang terdiri dari mitigation, preparedness, response, recovery. Siklus ini menekankan bahwa penanggulangan bencana tidak berhenti pada saat kejadian saja, namun juga melibatkan persiapan sebelum dan pemulihan setelahnya.
Faktor resiko bencana itu sendiri muncul dari kombinasi hazard (bahaya), vulnerability (kerentanan), dan exposure (paparan). Misalnya, hujan deras bisa menjadi bahaya, tapi baru menimbulkan bencana jika terjadi di daerah rawan dengan serapan yang buruk dan permukiman yang padat.
Makanya, penting banget buat tahu apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Misalnya saat terjadi gempa, hal pertama yang harus dilakukan yaitu tetap tenang, lindungi kepala dengan barang yang ada, dan segera evakuasi diri sendiri. Jika berada di dalam bangunan yang ramai saat gempa terjadi, keluar perlahan dan tidak berebut jalan keluar. Karena dorong-dorongan justru dapat menimbulkan korban baru.
Terus bagaimana kalau gempa terjadi saat kita berada di lantai atas gedung? Arahan dari MDMC yang dipaparkan kepada kita sebagai mahasiswa baru Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta adalah untuk tetap berada di dalam ruangan kita berada. Tetaplah berlindung di tempat aman, misalnya sembunyi di bawah meja atau yang sekiranya kita bisa berlindung dengan aman. Tidak berlari keluar rungan, tunggu sampai guncangan gempa mereda atau berhenti. Setelah itu, evakuasi diri lewat tangga darurat dengan tertib. Jangan pernah untuk evakuasi diri menggunakan lift dalam kondisi darurat.
Melalui penjelasan tersebut, MDMC mengajak para mahasiswa baru Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta untuk lebih memahami makna bencana sekaligus memperkuat kesiapsiagaan. Bencana memang tidak bisa kita cegah sepenuhnya, tapi dampaknya bisa kita kurangi dengan pengetahuan yang kita dapat, latihan sesering mungkin, dan kepedulian terhadap sesama.
Karena itu, kesiapsiagaan bukan hanya tugas pemerintah atau relawan, tetapi juga tanggung jawab kita sebagai masyarakat. Dengan saling menjaga dan saling mengingatkan, kita bisa berubah dari yang awalnya "korban bencana" menjadi "masyarakat tangguh bencana".