Mohon tunggu...
Widya Daling
Widya Daling Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Larangan Liputan Langsung dan Ancaman pada Kebebasan Pers

17 Juli 2017   11:57 Diperbarui: 17 Juli 2017   11:59 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan uji coba pelaksanaan proses pelayanan izin penyelenggaraan penyiaran secara elektronik. Uji coba dilakukan di kantor Direktorat Penyiaran Direktorat. Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Kemkominfo dengan melibatkan KPI Pusat, KPI DKI Jakarta dan instansi terkait lainnya, (24/1).

Komisioner KPI Pusat, Koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Agung Suprio mengatakan bahwa proses perizinan secara elektronik diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan kepada publik. "Serta memberikan kepastian usaha bagi pelaku bisnis di industri penyiaran", ujar Agung. Dalam uji coba tersebut, diketahui bahwa proses perizinan secara elektronik ini meliputi proses permohonan, pembayaran, pengawasan, serta pelaporan dan evaluasi.

Sistem ini sendiri, tentunya akan terintegrasi dengan data base dari institusi terkait, seperti Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo dan KPI Pusat. Agung menegaskan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan perizinan, selaras dengan Peraturan Menteri Kominfo no 18 yang akan disosialisasikan Februari mendatang.

Kemkominfo sendiri menjelaskan bahwa seluruh lembaga penyiaran akan diberikan surat edaran untuk melakukan pemutakhiran data, baik untuk LP yang sudah mendapatkan IPP ataupun yang sedang mengurus IPP. Diharapkan dengan terintegrasinya data base pelayanan perizinan lewat e-licensing, akan menghindari bertemunya para pemohon izin dan pengelola layanan izin penyiaran. Sehingga diharapkan dapat mewujudkan tata kelola pelayanan masyarakat yang bersih dan transparan untuk penyelenggaraan penyiaran ke depan.

Larangan Liputan Langsung dan Ancaman pada Kebebasan Pers

Contoh kasus


Senin, 13 Februari 2017 adalah sidang ke-10 kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dipindahkan ke Auditorium Kementerian Pertanian di Ragunan, Jakarta Selatan. Pada sidang dengan pemeriksaan saksi dan ahli, sidang dilarang disiarkan langsung. Namun kini agenda sudah berbeda, dan tetap tak boleh disiarkan langsung. Sebab, baik sidang beragendakan pemeriksaan saksi ataupun beragendakan pemeriksaan terdakwa, pada dasarnya sama-sama sidang berkategori acara pembuktian.

Pelarangan itu, di satu sisi dinilai sebagai pembatasan kebebasan pers. Namun di sisi lain dapat dipahami sebagai upaya hakim untuk mengurangi dampak sosial liputan televisi sekaligus menegakkan pasal 159 ayat (1) KUHAP yang antara lain melarang para saksi saling berhubungan atau saling tahu informasi. Dari kasus Ahok , kita dapat mempelajari bahwa sangat pentingnya media penyiaran. Karena Kita bisa tahu informasi mana yang bisa kita cermati dalam kasus tersebut . Kebebasan pers tidak lantas berarti kebebasan untuk memberitakan apa saja sesuai cara pembuatnya dan dengan gaya apa saja. Kebebasan pers didayagunakan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni persatuan bangsa.

PENUTUP

Dari semua opini tersebut kita dapat mempelajari apa saja yang sangat penting dari bidang penyiaran. Bahwa Penyiaran diatur dan mempunyai badan pengawasan yaitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Stasiun Televisi tidak bisa seenaknya memberikan tontonan yang kurang berkenan , karena bisa mempengaruhi psikologis anak-anak yang sedang melihat tayangan televisi jika kurang baik untuk di tonton oleh golongan anak-anak. Maka peran KPI sangatlah penting untuk mendidik dan mengawasi semua tayangan Stasiun Televisi bagi masyarakat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun