Genta Cakil meraung, namun karena tak mampu menggoyahkan tekad sang kesatria, ia pun mundur, menghilang ke dasar samudra.
Suasana kembali tenang. Angin berembus lembut. Awan hitam berkumpul, lalu hujan turun dengan deras, membasuh tanah-tanah gersang. Hidu Geni tetap teguh duduk bersila, hingga seorang kakek tua bersorban putih datang mendekat. Wajahnya teduh, matanya bijaksana. Dialah Kakek Gringsing.
Ia menyerahkan sebuah buku tua berbalut kulit kayu.
"Bacalah wasiat ini, Hidu Geni. Jika engkau rajin membacanya, engkau akan diberi hikmat doa, karisma, serta kekuatan untuk menjaga flora dan fauna. Dengan itu, engkau bisa memohon kepada Sang Hyang Pencipta agar alam raya kembali seimbang."
Hidu Geni menerima kitab itu dengan penuh hormat. Dari setiap halaman yang dibacanya, ia memperoleh cahaya pengetahuan. Lalu ia panjatkan doa, dan bumi pun kembali hijau. Air mengalir di sungai, pohon-pohon bersemi, burung berkicau merdu.
Kerajaan Konoha perlahan bangkit. Rakyat kecil hidup sejahtera, pejabat dan bangsawan giat bekerja, dan yang terpenting: mereka kini rajin membaca buku serta mau menafsir tanda-tanda zaman.
Mantra Doa Hidu Geni untuk Keseimbangan Alam
"Wahai Sang Hyang Pencipta,
Seimbanglah bumi dan langit,
Bertemulah api dan air dalam damai,
Bertumbuhlah tanah dengan hijau dedaunan,
Berhembuslah angin membawa sejuk kehidupan.
Aku mohon,
Tumbuhkanlah padi di sawah,
Panjangkanlah akar pohon di hutan,
Hidupkanlah sungai yang kering,
Sejukkanlah udara di setiap desa.
Wahai sumber cahaya abadi,
Jagalah flora dan fauna,
Selaras dengan manusia yang meniti jalanmu.
Semoga tidak ada yang serakah merusak,
Tidak ada yang lalai membaca tanda zaman,
Tidak ada yang lupa menjaga bumi pusaka.