Mohon tunggu...
Widodo Antonius
Widodo Antonius Mohon Tunggu... Guru SD Tarsisius Vireta Tangerang

Hobi membaca menulis dan bermain musik

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mbok Ginah Menguji Karisma Pejabat Negeri

24 September 2025   11:20 Diperbarui: 24 September 2025   11:20 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Ilustrasi  Suasana Desa Mbok Ginah ( Sumber: pixabay.com ) 

Mbok Ginah Menguji Karisma Pejabat Negeri

Oleh: Widodo, S.Pd.

Sesajian berupa tumpeng kecil, kembang setaman, dan kendi berisi air sumur sudah tersusun rapi di atas tampah. Asap kemenyan mengepul perlahan, menari bersama angin malam yang bertiup lembut. Malam itu halaman makam desa penuh dengan bisik-bisik orang yang hadir. Mereka hendak menyaksikan upacara pemasangan nisan seribu hari kepergian almarhum Haryo.

Mbah Kerto, pendoa sepuh desa, menyalakan kemenyan di tangan. Sementara Pak Barno, Pak Bambang, dan Pak Wiro sibuk menyiapkan tanah di sisi nisan. Hening sesaat ketika doa dipanjatkan. Hanya suara jangkrik yang berani mengisi sela kesunyian.

Namun entah mengapa, selepas upacara itu, hidup Pak Wiro tak lagi sama. Tubuhnya sering menggigil tanpa sebab. Kadang, di malam buta, ia berteriak dengan suara yang bukan suaranya. Matanya melotot, suaranya parau, seperti orang lain yang berbicara dari dalam dirinya. Desa pun gempar: "Pak Wiro kesurupan roh!" begitu kata mereka.

Di antara orang desa, hanya satu sosok yang tahu apa sebenarnya yang terjadi: Mbok Ginah. Ia bukan orang sembarangan. Pendoa yang hidupnya sederhana itu menyimpan kekuatan doa dan mantra yang diwariskan turun-temurun.

Suatu malam, ketika Pak Wiro kembali kerasukan, Mbok Ginah dipanggil. Dengan lirih ia membaca doa. Mantranya seperti aliran sungai yang tak pernah putus, pelan tapi kuat. Tiba-tiba tubuh Pak Wiro bergetar hebat, lalu dari telinganya seolah muncul ribuan lebah hitam. Mereka berputar-putar di udara sebelum lenyap ditelan gulita.

"Itu bukan sembarang roh," gumam Mbok Ginah pelan. Namun ia tak mengatakan lebih banyak.

Sejak malam itu, Mbok Ginah memperkuat tapa brata. Ia ingin mengetahui siapa sesungguhnya yang sering memasuki tubuh Pak Wiro. Bertahun ia menempuh doa, lelaku, hingga akhirnya pada suatu malam purnama, ia berhasil memanggil salah satu roh yang berkeliaran itu.

Roh itu mengaku sebagai prajurit Haryo Penangsang, yang gugur ratusan tahun silam. Para prajuritnya, kehilangan pemimpin, kini gentayangan antara dunia nyata dan dunia roh. Mereka mencari tubuh untuk menumpang, menyalurkan amarah dan rindu yang tak kunjung padam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun