Tapi ayahku, yang jarang berbicara banyak, justru langsung merasa ada yang ganjil.
"Ngapain anakku suaranya kayak orang Batak begini, garang benar? Anakku itu suaranya lembut, klemah-klemah... bukan kayak penyiar berita perang," kata ayahku sambil menutup telepon. Dan ibuku langsung mengambil air wudu, bersyukur.
Sementara itu, kakakku pun hampir tertipu. Ia ditelepon seseorang yang mengaku saudaranya dari luar kota. Disuruh menjemput barang kiriman di kantor ekspedisi. Untung kakakku cukup curiga. Ia tidak menuruti dan tidak pergi ke lokasi.
Beberapa hari kemudian, di berita viral, terdengar kabar seseorang yang ditipu dengan cara yang sama. Ia menjemput kiriman, tapi ternyata di dalamnya narkoba selundupan. Kini orang itu harus berurusan dengan polisi, padahal tak tahu menahu.
Kakakku menggeleng-geleng, "Untung aku nggak asal percaya. Dunia sekarang ini sudah aneh."
Di tengah kegelisahan ini, aku membaca satu kalimat yang menyejukkan hati:
"Jika engkau jujur dan ditipu, tak usah malu. Karena langit mencatat setiap niat baik, dan bumi akan mengembalikannya dalam bentuk kebaikan yang lain."
Aku tersenyum kecil. Masih ada harapan untuk orang-orang jujur. Aku pun berdoa, semoga para penipu itu menemukan jalan pulang---menuju rezeki yang halal dan hidup yang tidak membebani air mata orang lain.
Amin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI